B. Kerajaan Islam di Indonesia
Membicarakan perkembangan Islam tidak dapat dilepaskan dari perkembangan kerajaan di Nusantara. Hal ini karena kerajaan di Nusantara memiliki peranan yang sangat besar dalam penyebaran dan perkembangan kehidupan Islam di Nusantara. Secara umum, perkembangan kerajaan di Nusantara dimulai dari Pulau Sumatra dan Jawa. Selanjutnya, berkembang ke Pulau Sulawesi dan pulau-pulau yang lain.
1. Kerajaan Islam di Pulau Sumatra
Pada tahun 1292 seorang pengelana bernama Marco Polo berlabuh
di Pulau Sumatra dan mencatat bahwa sebagian penduduk Sumatra
adalah pemeluk Islam dan sebagian penyembah berhala atau pemeluk
animisme.Tercatat pula nama sebuah kerajaan yang disebut Ferlec. Akan
tetapi, seiring dengan perkembangan kerajaan Islam di Sumatra,
penyebaran Islam mencapai wilayah yang jauh di pedalaman sehingga
Islam diterima oleh mayoritas masyarakat Sumatra. (Komaruddin Hidayat
dan Ahmad Gaus Af. 2006: halaman 79)
Beberapa kerajaan yang mewarnai perjalanan Islam di Sumatra
antara lain Kerajaan Perlak, Samudera Pasai, dan Kerajaan Aceh.
a. Kerajaan Perlak
b. Kerajaan Samudera Pasai
c. Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh mencatat sejarah emas perjuangan
bangsa.
I'lam
Sebuah literatur kuno Arab berjudul Ajaib al-Hind yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar al-Hurmuzi pada tahun 1000 Masehi memberikan gambaran adanya perkampungan muslim di wilayah Kerajaan Sriwijaya. Dalam catatan duta-duta Islam tersebut nama Zabaj atau Sribuza yang lebih dikenal sebagai Sriwijaya. Interaksi ini tidak mengherankan mengingat zaman itu adalah masa keemasan Sriwijaya.
Salah satu hubungan baik yang tercatat adalah adanya korespondensi antara Raja Sriwijaya, yaitu Shri Indravarman dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ibnu Abdir Rabih dalam karyanya al-Iqdul Farid yang dikutip oleh Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII menyebutkan korespondensi tersebut. Dalam hal ini Raja Shri Indravarman mengirimkan surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang isinya sebagai berikut. ”Dari raja diraja yang adalah keturunan seribu raja; yang istrinya juga cucu seribu raja; yang di kandang binatangnya terdapat seribu gajah; yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala, dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkaui jarak 12 mil; kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah yang sebenarnya merupakan hadiah yang tidak begitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.”
Itulah antara lain bunyi surat Raja Shri Indravarman kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tidak jelas apakah selanjutnya Shri Indravarman memeluk agama Islam. Meskipun demikian, hubungan korespondensi tersebut menunjukkan adanya hubungan yang baik antara muslim Arab dengan penduduk pribumi Nusantara.
2. Kerajaan Islam di Pulau Jawa
Sebagaimana di Sumatra, kerajaan Islam juga berkembang di PulauJawa. Penyebaran Islam yang didukung oleh kerajaan di Sumatra memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan kerajaan di Jawa. Hal ini tidak lepas dari peran para ulama penyebar Islam di Pulau Jawa yang dikenal sebagai Wali Sanga. Para wali ini menyebarkan Islam dalam cakupan yang luas. Dari tangan merekalah beberapa kerajaan Islam muncul, di antaranya Kerajaan Demak, Pajang, Mataram Islam, dan Banten. (Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus Af. 2006: halaman 89)
Kerajaan Demak mengawali proses politik Islam di
tanah Jawa.
a. Kerajaan Demak
b. Kerajaan Pajang
c. Kerajaan Mataram Islam
d. Kerajaan Banten
Kerajaan Islam lain yang penting untuk kamu perhatikan adalah
Kerajaan Banten. Setelah Fatahillah yang juga menantu Sunan
Gunung Jati berhasil menaklukkan Portugis di Sunda Kelapa, Banten
dikembangkan sebagai pusat perdagangan sekaligus tempat penyiaran
agama. Bahkan, selanjutnya Kerajaan Banten berhasil merdeka dan
melepaskan diri dari Kerajaan Demak. Setelah merdeka dari Kerajaan
Demak, Sultan Hasanuddin, merupakan anak dari Sultan Fatahillah
diangkat sebagai raja (1552–1570). Kerajaan Banten mengalami
kemajuan yang sangat penting pada masa kekuasaan Sultan Ageng
Tirtayasa. Akan tetapi, kemajuan Kerajaan Banten semakin melemah,
ketika Sultan Ageng ditangkap oleh VOC.
3. Kerajaan Islam di Sulawesi
Di Sulawesi Selatan pada abad XVI terdapat beberapa kerajaan, di
antaranya Gowa, Tallo, Bone, Soppeng, Wajo, dan Sidenreng. Kerajaan
Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528 sehingga
melahirkan Kerajaan Makassar. Nama Makassar sebenarnya adalah ibu
kota dari Kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai nama
ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan.
Secara geografis daerah Sulawesi Selatan memiliki posisi yang sangat
strategis karena berada di jalur pelayaran (perdagangan Nusantara).
Bahkan, daerah Makassar menjadi pusat persinggahan para pedagang
baik yang berasal dari Indonesia Timur maupun Indonesia Barat. Dengan
posisi strategis tersebut, Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan
besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk ri
Bandang, Khatib Tunggal, Datuk Pattimang, dan Datuk ri Tiro dari
Sumatra. Penyebaran Islam dilakukan dengan gigih hingga pada abad
XVII agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan Raja
Makassar pun memeluk agama Islam. Raja Makassar yang pertama
memeluk agama Islam adalah Karaeng Matoaya (Raja Gowa) yang
bergelar Sultan Alaudin memerintah Makassar tahun 1593–1639 dan
dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) sebagai mangkubumi bergelar
Sultan Abdullah.
Sejak pemerintahan Sultan Alaudin, Kerajaan Makassar berkembang
sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan
Raja Malikus Said (1639–1653). Selanjutnya, Kerajaan Makassar mencapai
puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin
(1653–1669). Pada masa pemerintahannya, Makassar berhasil
memperluas wilayah kekuasaannya, yaitu dengan menguasai daerahdaerah
yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan
perdagangan Makassar. Perluasan daerah Makassar tersebut sampai ke
Nusa Tenggara Barat.
Sultan Hasannudin terkenal
sebagai raja yang sangat anti
kepada dominasi asing. Oleh
karena itu, ia menentang kehadiran
dan monopoli yang dipaksakan
oleh VOC yang telah
berkuasa di Ambon. Dengan
demikian, hubungan Batavia
(pusat kekuasaan VOC di Hindia
Timur) dan Ambon terhalangi
oleh adanya Kerajaan Makassar.
Dengan kondisi tersebut timbul pertentangan antara Sultan
Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan.
Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku. Dalam peperangan
melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk
memorak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya, kedudukan
Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin
tersebut, Belanda memberikan julukan kepadanya sebagai Ayam Jantan
dari Timur.
Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makassar, yaitu
dengan melakukan politik adu domba antara Makassar dengan Kerajaan
Bone (daerah kekuasaan Makassar). Raja Bone, yaitu Aru Palaka yang
merasa dijajah oleh Makassar meminta bantuan kepada VOC untuk
melepaskan diri dari kekuasaan Makassar. Sebagai akibatnya Aru Palaka
bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makassar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibu
kota Kerajaan Makassar. Akhirnya, secara terpaksa Kerajaan Makassar
harus mengakui kekalahan dan menandatangani Perjanjian Bongaya
tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan Kerajaan Makassar. Isi
dari Perjanjian Bongaya sebagai berikut.
a. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makassar.
b. Belanda dapat mendirikan benteng di Makassar.
c. Makassar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone
dan pulau-pulau di luar Makassar.
d. Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.
Tanah Makassar menampilkan salah satu putra
terbaiknya, yaitu Sultan Hasannudin.
Walaupun perjanjian telah diadakan, perlawanan Makassar terhadap
Belanda tetap berlangsung. Bahkan, pengganti dari Sultan Hasannudin,
yaitu Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan
Belanda. Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makassar, Belanda
mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya, Belanda dapat
menguasai sepenuhnya Kerajaan Makassar dan Makassar mengalami
kehancuran.
Kerajaan Makassar memiliki peran yang sangat besar dalam
pengembangan Islam di daerah Indonesia Timur. Para pelaut Bugis yang
terkenal sebagai pelaut ulung mengarungi lautan luas untuk berdagang
dan menyebarkan Islam. Wilayah Maluku dan Papua menjadi wilayah
utama penyebaran Islam yang dilakukan oleh pelaut Bugis.
Di dalam masyarakat Sulawesi sendiri, pengaruh Islam mendapat
dukungan dari para raja. Raja Bone ke-13, yaitu La Maddaremmeng (1631–
1644) menggabungkan hukum Islam ke dalam lembaga tradisional Bone.
Ia mencanangkan ”Gerakan Pembaruan Keagamaan” dengan memerintahkan
rakyatnya untuk mematuhi ajaran Islam secara total.
Di Kerajaan Gowa dan Tallo pra-Islam terdapat tiga unsur lembaga
yang menangani negara, yaitu:
a. ade, yang bertugas mengawasi rakyat,
b. rappang, yang bertugas mengawasi negara, dan
c. wari, yang bertugas menangani perbuatan sewenang-wenang.
Setelah masuknya Islam, unsur lembaga ditambah satu lagi untuk
mengurusi sara’ atau kewajiban agama, yaitu lembaga parewa sara.
Lembaga inilah yang mengawasi pelaksanaan aturan-aturan sosial agar
tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dengan pengintegrasian aturan
Islam dalam kehidupan kerajaan, Islam dapat berkembang dengan pesat.
4. Kerajaan di Luar Sumatra, Jawa, dan Sulawesi
Di luar Sumatra, Jawa, dan Sulawesi, Islam menyebar dengan baik.
Di Kalimantan Islam datang melalui dua jalur jalan, yaitu melalui jalur
barat dan jalur timur. Penyebaran Islam melalui jalur barat dilakukan
oleh para ulama Sumatra yang melewati Selat Malaka. Para ulama yang
berasal dari negeri-negeri yang telah memeluk Islam lebih dahulu, seperti
Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Aceh, masuk melalui sisi
barat Pulau Kalimantan atau yang dikenal dengan nama Pulau Borneo.
Adapun melalui jalur selatan atau timur, para ulama dari Pulau Jawa
mengambil peranan penting.
Masuknya Islam dari Jawa terutama dari Kerajaan Demak membawa
perubahan yang signifikan di Pulau Kalimantan. Para ulama Jawa
mengantarkan hadirnya Kerajaan Islam Banjar. Dari kerajaan inilah
muncul seorang ulama yang sangat disegani, yaitu Syekh Muhammad
Arsyad al-Banjari. Beliau menulis beberapa buku agama. Di antaranya
kitab Sabilal Muhtadin dan Parukunan. Kitab yang disebut pertama menjadi
rujukan di kalangan santri di Asia Tenggara.
Selain Kalimantan, Islam juga hadir di Kepulauan Maluku seperti
Pulau Ternate, Tidore, dan Banda. Kedatangan Islam terjadi pada abad
XIII. Kedatangan Islam di Ternate, Maluku Utara, tercantum dalam
Hikayat Ternate yang ditulis oleh salah seorang pujangga istana bernama
Naidah. Hikayat tersebut menceritakan kedatangan Jafar Nuh, seorang
keturunan Nabi Muhammad saw. Naidah mencatat bahwa Jafar Nuh
atau sering disebut Jafar Shadiq datang di Ternate pada tahun 1245.
Selanjutnya, Jafar menikah dengan seorang putri pribumi Ternate, yang
masuk Islam dan berganti nama Nur Syifa. Dari perkawinan tersebut,
lahir empat orang putra dan empat orang putri. Mereka menjadi raja di
Makian, Moti, Ternate, dan Tidore. Pada perkembangan selanjutnya,
daerah-daerah tersebut berubah menjadi kesultanan.
Wilayah lain di Nusantara
atau Indonesia bagian timur menyusul
mendapatkan cahayaIslam dari saudaranya di bagian
barat Nusantara. Secara umum,
Islam masuk di suatu wilayah
dengan aman dan damai. Tidak
ada pertumpahan darah dan
kezaliman dalam penyebaran
Islam. Begitu pula setelah Islam
mewarnai kehidupan umat Islam.
Agama Islam tidak hanya menjadi
penghias, tetapi merasuk dalam
berbagai sendi kehidupan masyarakat
muslim. Hal ini terlihat jelas
dengan terbentuknya komunitas
muslim berupa kesultanan atau
kerajaan Islam yang mengambil
Al-Qur’an dan sunah sebagai
bagian integral dalam mengatur
negeri mereka.
Di Indonesia Timur, Islam berkembang pesat.
Salah satu buktinya adalah Kerajaan Banjar.
Hayya Na'mal
Islam hadir menyebar di seluruh penjuru tanah air. Kedatangan Islam merupakan rahmat bagi kehidupan bangsa Indonesia dengan terlaksananya aturan-aturan Islam dalam kehidupan muslim Indonesia pada masa lalu.
Untuk memperluas pengetahuan kalian tentang penyebaran Islam di Nusantara, kalian diajak untuk menelusuri perjalanan Islam dan salah satu kerajaan Islam yang berada terdekat dengan tempat tinggal kalian. Buatlah ulasan seputar kisah perjalanan Islam di kerajaan tersebut dan jadikan tugas ini sebagai tugas individu. Selanjutnya, susunlah dalam lembar tugas dan diskusikan bersama teman sekelas kalian dengan topik kerajaan Islam di sekitar tempat tinggal kalian. Dengan diskusi tersebut diharapkan pengetahuan kalian akan lebih terlengkapi.
Islam masuk di Indonesia dengan damai. Hal ini karena sifat Islam yang damai dan menyebarkan kedamaian kepada seluruh umat manusia. Semangat inilah yang harus diteladani oleh kita selaku generasi muda Islam.
Selengkapnya : Masuknya Islam di Nusantara
0 komentar:
Posting Komentar