Buletin Kaffah, No. 118_09 Rabiul Akhir 1441 H-6 Desember 2019 M
TAJASSUS
HARAM!
Masjid
adalah tempat yang mulia. Tentu karena masjid telah Allah muliakan. Masjid menjadi
tempat yang paling sakral bagi umat Islam. Masjid menjadi salah satu tempat
hamba ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya. Masjid
sekaligus merupakan tempat syiar-syiar Allah SWT diagungkan. Siapa saja yang
meninggikan syiar-syiar Allah, khususnya di masjid, berarti ia termasuk orang
yang bertakwa. Allah SWT berfirman:
ذَٰلِكَ
وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Demikianlah
(perintah Allah). Siapa saja yang mengagungkan syiar-syiar Allah, sungguh itu
timbul dari ketakwaan hati (TQS
al-Hajj [22]: 32).
Dengan demikian masjid idealnya
adalah tempat yang paling menenteramkan jiwa di antara semua tempat di dunia
ini. Dari dalam masjid inilah jiwa seorang Muslim secara total terkoneksi
dengan Allah SWT. Di masjid, terutama saat menunaikan shalat, seorang hamba pada
dasarnya sedang ‘berkomunikasi langsung’ dengan Penciptanya. Saat shalat di
masjidlah seorang Muslim melupakan sejenak urusan duniawinya. Karena itu masjid
seharusnya dikondisikan senyaman mungkin. Jangan pernah membuat kegaduhan yang
bisa mengganggu orang-orang yang sedang beribadah kepada Allah SWT di dalamnya.
Apalagi orang-orang yang memakmurkan masjid pun pastinya adalah mereka yang
beriman kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّمَا
يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ
وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا
مِنَ الْمُهْتَدِينَ
Sungguh
yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang yang mengimani Allah dan
Hari Akhir, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kecuali kepada
Allah. Mudah-mudahkan mereka termasuk kaum yang mandapatkan petunjuk (TQS at-Taubah [9]: 18).
Karena itu aneh jika belakangan ada
wacana bahwa Pemerintah—sebagaimana dilontarkan oleh Wapres Ma’ruf Amin—akan
mengawasi (baca: memata-matai [tajassus]) masjid-masjid. Jika benar ada
instruksi kepada polisi untuk mengawasi masjid-masjid yang notabene rumah-rumah
Allah SWT, ini merupakan tindakan keji dan melampuai batas. Apalagi jika
alasannya hanya sebatas dugaan bahwa banyak masjid telah terpapar radikalisme. Alasannya:
Pertama, tindakan tajassus (memata-matai) kaum Muslim, apalagi di
masjid-masjid, adalah haram dan bahkan termasuk dosa besar. Kedua,
tudingan basi radikalisme oleh Pemerintah yang faktanya selalu menyasar kaum
Muslim adalah tudingan tak berdasar. Apalagi jika dasarnya sebatas cadar,
celana cingkrang, jenggot, dsb. Ketiga, jika pun faktanya tudingan
radikal ditujukan kepada siapa saja yang kritis terhadap Pemerintah, ini pun
keliru. Pasalnya, Pemerintah bukanlah ‘malaikat’ yang tak pernah salah. Bahkan
dalam sistem pemerintahan Islam pun—yakni Khilafah—seorang khalifah wajib
dikritisi dan dikoreksi jika keliru, menyimpang dan menyalahi syariah. Apalagi
dalam sistem sekular, umat terutama para ulamanya wajib untuk terus
mengingatkan Pemerintah. Tentu agar Pemerintah tunduk pada aturan-aturan Allah
SWT. Agar Pemerintah menerapkan syariah Islam secara kâffah dalam
seluruh aspek kehidupan. Sebab itulah yang memang Allah SWT perintahkan. Keempat,
harusnya siapapun paham, apalagi Wapres Ma’ruf Amin, bahwa narasi radikalisme hanyalah
narasi ciptaan Barat kafir penjajah untuk menciptakan ketakutan pada Islam
(Islamophonia). Tujuannya tentu agar warga dunia memusuhi Islam dan kaum Muslim.
Narasi radikalisme adalah narasi Barat untuk melumpuhkan ajaran Islam sekaligus
mengadu-domba sesama Muslim dan memecah-belah persatuan mereka. Dengan demikian
narasi radikalisme adalah jebakan Barat kafir penjajah untuk terus menguasai
Dunia Islam, termasuk negeri ini yang mayoritas penduduknya Muslim. Karena itu
tentu ironis jika Pemerintah dan para aparatnya malah menjadi alat Barat kafir
penjajah untuk memusuhi dan menundukkan kaum Muslim yang notabene rakyatnya
sendiri.
Tajassus Haram!
Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
ۖ وَلَا
تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا
اللَّهَ ۚ إِنَّ
اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan prasangka
(kecurigaan) karena sebagian dari prasangka itu dosa. Janganlah kalian memata-matai
(mencari-cari keburukan orang). Jangan pula kalian menggunjing satu sama lain.
Apakah seorang di antara kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Tentu kalian merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha
Penerima Tobat lagi Maha Penyayang
(TQS al-Hujurat [49]: 12).
Tajassus secara bahasa bermakna mencari-cari
berita dan menyelidiki sesuatu yang bersifat rahasia. Berkaitan dengan ayat
di atas, Imam Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahulLâh berkata, “Janganlah kalian
mencari-cari keburukan orang lain dan jangan pula menyelidiki
rahasia-rahasianya untuk mencari keburukan-keburukannya.” (Ath-Thabari, Tafsir
ath-Thabari, 22/304).
Imam adz-Dzahabi rahimahulLâh
berkata, “Para ahli tafsir mengatakan: tajassus adalah mencari-cari
keburukan dan cacat kaum Muslim. Ayat di atas bermakna: janganlah salah seorang
di antara kalian mencari-cari keburukan saudaranya untuk diketahui, padahal Allah
‘Azza wa Jalla telah menutupinya.” (Adz-Dzahabi, Al-Kabâ’ir, hlm.
159).
Senada dengan ayat di atas,
Rasulullah saw. bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah ra.:
إِيَّاكُمْ
وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الحَدِيثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوا، وَلاَ تَجَسَّسُوا،
وَلاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ
إِخْوَانًا
Jauhilah
oleh kalian prsangka. Sungguh prasangka itu berita yang paling dusta. Janganlah
kalian melakukan tahassus, tajassus, saling hasad, saling membelakangi dan
saling membenci. Jadilah kalian bersaudara, wahai para hamba Allah! (HR al-Bukhari).
Para ulama memasukkan tajassus
ke dalam deretan dosa besar. Demikian sebagaimana dinyatakan oleh Imam
adz-Dzahabi dalam kitab Al-Kabâ’ir dan Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab
Az-Zawâjir.
Selain larangan keras dalam ayat dan
hadis di atas, terdapat ancaman keras bagi siapa saja yang melakukan aktivitas tajassus.
Nabi saw. bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Ibnu ‘Abbas ra.:
وَمَنِ
اسْتَمَعَ إِلَى حَدِيثِ قَوْمٍ، وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ، أَوْ يَفِرُّونَ مِنْهُ،
صُبَّ فِي أُذُنِهِ الآنُكُ يَوْمَ القِيَامَةِ
Siapa
saja yang berusaha mendengarkan pembicaraan orang lain, sedangkan mereka tidak
suka (didengarkan), atau mereka menjauh dari dirinya, maka pada telinga orang
itu akan dituangkan cairan tembaga pada Hari Hiamat (HR al-Bukhari).
Ibnu Hajar al-Haitami berkata,
“Perbuatan tajassus dikategorikan sebagai dosa besar tampak jelas di
dalam hadis ini walaupun saya tidak melihat para ulama menyebutkan demikian. Pasalnya,
dituangkan cairan tembaga pada telinga—yakni pelaku tajassus—pada Hari Kiamat
merupakan ancaman yang sangat keras.” (Al-Haitami, Az-Zawâjir ‘an Iqtirâfil
Kabâ’ir, 2/268).
Bertobatlah!
Karena itu kami menyerukan kepada Anda,
wahai para penguasa, selagi masih ada kesempatan, hendaklah Anda segera bertobat!
Janganlah Anda lanjutkan perlakuan zalim Anda kepada kaum Muslim. Jika Anda tak
berhenti dari melakukan kezaliman ini, niscaya hal demikian akan mengantarkan Anda
pada penyesalan abadi di Akhirat nanti. Allah SWT berfirman:
اِنَّمَا
السَّبِيۡلُ عَلَى
الَّذِيۡنَ يَظۡلِمُوۡنَ النَّاسَ
وَ يَبۡغُوۡنَ فِى
الۡاَرۡضِ بِغَيۡرِ الۡحَقِّؕ اُولٰٓٮِٕكَ لَهُمۡ عَذَابٌ
اَلِيۡمٌ
Sungguh
kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan
melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Bagi mereka itu siksaan
yang amat pedih (TQS
asy-Syura [42]: 42).
Khusus kepada para polisi, tugas
Anda seharusnya menangkap para kriminal. Bukan memata-matai masjid. Sejak kapan
masjid jadi sarang penjahat? Anggota DPR saja yang banyak ketangkap KPK, gedungnya
tidak dimata-matai polisi. Mengapa masjid dimata-matai? Kejahatan apa yang
dilakukan para da’i dan jamaah di dalam masjid? Anggota parpol saja banyak yang
juga ketangkap KPK, kantornya tidak dimata-matai polisi. Mengapa masjid di
mata-matai? Kejahatan apa yang dilakukan kaum Muslim di dalam masjid?
Kehadiran polisi di masjid
seharusnya semakin menambah ketenteraman dan kenyamanan kaum Muslim dalam beribadah.
Bukan malah menimbulkan ketidaknyamanan, apalagi ketakutan bagi jamaah.
Jadilah Anda polisi pelindung,
pengayom dan pelayan rakyat, sebagaimana slogan yang Anda miliki. Dengan itu
kehadiran Anda akan membuat rakyat aman, tenteram dan terjaga. Bukan malah
sebaliknya, kehadiran Anda justru membuat rakyat gelisah, was-was, bahkan
sebagian mereka merasa takut. Apalagi jika Anda datang ke masjid hanya untuk
mengawasi para ulama yang sedang berdakwah dan mengajarkan Islam kepada umat. Jika
itu yang Anda lakukan, kami khawatir Anda termasuk ke dalam apa yang disabdakan
oleh Nabi saw.:
سَيَكُونُ
فِي آخِرِ الزَّمَانِ شُرطَةٌ، يَغْدُونَ فِي غَضِبِ اللهِ، وَيَرُوحُونَ فِي سَخَطِ
اللهِ
Pada
akhir zaman akan banyak polisi pada pagi hari dimurkai Allah dan pada sore harinya
pun dibenci Allah (HR
ath-Thabarani). []
Hikmah:
Rasulullah
saw. bersabda:
لَيَأْتِيَنَّ
عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ يُقَرِّبُونَ شِرَارَ النَّاسِ، وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلاةَ عَنْ
مَوَاقِيتِهَا فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَلا يَكُونَنَّ عَرِيفًا، وَلا شُرْطِيًا،
وَلا جَابِيًا، وَلا خَازِنًا.
Sungguh
akan pasti datang kapada kalian para pemimpin yang menjadikan manusia-manusia
terjelek sebagai orang dekatnya dan mereka biasa mengakhirkan shalat dari
waktu-waktunya. Siapa di antara kalian yang mendapatkan zaman itu, maka jangan
sekali kali ia menjadi pembantu mereka, menjadi polisi mereka, tukang pemungut
pajak mereka dan bendahara mereka.
0 komentar:
Posting Komentar