Memandang wanita bisa dilihat dari dua sisi, dari yang melihat dan yang dilihat. Dari sisi yang dilihat yaitu wanita, kewajibannya adalah menutup aurat secara sempurna, yaitu seluruh bagian tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan.
Rasul bersabda, “Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita itu, jika telah mendapatkan haidh, tidak pantas terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini”, beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya (HR Abu Dawud, Thabrani)
Dari sisi yang melihat yaitu lelaki, Allah berfirman "Katakanlah kepada lelaki yang beriman, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka" (QS An-Nuur: 30).
Suatu ketika Fadhl bin Abbas membonceng Nabi saw. Tiba-tiba datanglah seorang wanita dari bani Khatsamiyyah hendak meminta pendapat. Fadhl lantas memandang wanita tersebut, dan wanita itu pun memandangnya. Karena itu, Rasulullah kemudian memalingkan wajah Fadhl dari wanita itu (HR Abu Dawud)
Dalam riwayat Ali bin Abu Thalib, ditambahkan keterangan
Abbas kemudian bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullh mengapa engkau memalingkan leher keponakanmu?". Rasulullah menjawab, "Karena aku melihat pemuda dan pemudi yang tidak aman dari gangguan syaitan
Dari dalil ini sudah jelas, bahwa lelaki melihat wanita hukumnya boleh, jika wanita ini sudah menutup aurat secara sempurna, dengan pandangan kewajaran. Tapi bila ia mulai menikmati perempuan itu dengan syahwat, maka menjadi haram baginya. Maka Allah memerintahkan lelaki untuk senantiasa menundukkan pandangan. Karena itu yang Rasulullah lakukan adalah memalingkan wajah Fadhl, bukan meminta wanita tersebut agar pergi atau menutupi wajahnya. Sebab wanita tersebut sudah memenuhi kewajibannya.
"Bolehkah mengunggah gambar wanita di sosmed?
Maka, selama wanita itu menutup aurat dengan syar'i, tidak berhias berlebihan, dan tidak dieksploitasi seksual yang ditujukan kepada lelaki, maka itu boleh.
Perkara ada lelaki yang tergoda, maka itu bukan lagi urusan wanita tersebut, karena lelakinya yang juga harus menundukkan pandangan. Lelaki tersebut yang harus mengatur dirinya agar tidak jatuh pada syahwat
Hanya saja, ada panduan lain yang harus dipertimbangkan. Yaitu rasa malu. Sebab Rasulullah menasihati kita bahwa iman itu sepaket dengan rasa malu.
Walau boleh mengunggah foto, Muslimah juga harus mempertimbangkan izzah dan iffah (kemuliaan dan kehormatan) mereka, maka tidak perlu berpose ekstrim, mengumbar kemesraan, selfie berlebihan, hingga hilang rasa malunya.
Batasan "mempertontonkan kemesraan" disini pun memang berbeda persepsi tentangnya. Yang sudah jelas, ulama menasihati kita tentang menjaga adegan kamar tetap pada privasi tidak perlu dipertontonkan umum
Tapi, juga sah saja seorang lelaki yang tidak mau foto istrinya dilihat orang lain, atau Muslimah yang tidak mau mengunggah fotonya. Silakan, hanya tidak jadi dalil untuk mengharamkan yang ingin mengunggah fotonya
Ayo kita bijak di media sosial, juga dalam hal mengunggah foto-foto kita.
Wa'llahu a'lam
0 komentar:
Posting Komentar