Akhlak adalah karakter. Akhlak wajib diatur sesuai pemahaman-pemahaman syara’. Karena itu akhlak yang dinyatakan baik oleh syara’, disebut akhlak yang baik; dan yang dinyatakan buruk oleh syara’, disebut akhlak yang buruk. Hal ini karena akhlak merupakan bagian dari syariat, juga bagian dari perintah dan larangan Allah. Syara’ telah memerintahkan kita untuk berakhlak baik dan melarang berakhlak buruk. Setiap muslim, khususnya pengemban dakwah, wajib berusaha sungguh-sungguh untuk menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik, sesuai dengan hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan akhlak. Hal yang perlu dikemukakan dan perlu digaris bawahi di sini adalah bahwa akhlak wajib dibangun berdasarkan akidah Islam. Seorang mukmin harus mensifati dirinya dengan akhlak yang baik hanya atas pertimbangan bahwa akhlak tersebut merupakan bagian dari perintah dan larangan Allah. Dengan demikian ia akan berbuat jujur, karena Allah memerintahkan untuk jujur. Ia menghiasi dirinya dengan sifat amanah, karena Allah memerintahkannya untuk amanah. Semua itu bukan dilakukan untuk mewujudkan kemanfaatan materi, seperti agar orang-orang banyak menerima dagangannya atau agar ia dipilih menjadi pemimpin. Perkara inilah yang bisa membedakan kejujuran seorang mukmin dengan kejujuran orang kafir. Karena kejujuran seorang mukmin semata-mata karena perintah Allah, sedangkan kejujuran orang kafir bertujuan untuk memperoleh kemanfaatan materi dibalik kejujuran itu. Sungguh berbeda jauh antara kedua jenis kejujuran tersebut.
Nash-nash yang menganjurkan untuk berakhlak baik antara lain:
Dari Abdullah bin Amr sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Sesunggunya orang yang terbaik di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya. (Mutafaq ‘alaih)
Diriwayatkan dari Nawwas bin Sam’an, ia berkata; aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang kebaikan dan dosa, maka Rasulullah saw. bersabda:
Kebaikan adalah akhlak yang baik. Dosa adalah yang meragukan dalam dirimu dan engkau tidak suka jika manusia melihatnya. (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari Abû Darda ra., bahwa Nabi saw. bersabda:
Tidak ada satu pun yang lebih berat pada timbangan amal seorang mukmin di hari kiamat dari pada akhlak yang baik. Dan sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang ucapan dan perilakunya buruk. (HR. at-Tirmidzi, ia berkata, “Hadits ini hasan shahih”, dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya).
Diriwayatkan dari Abû Hurairah ra., ia berkata; Rasulullah saw. pernah ditanya tentang perkara yang paling banyak menjadi penyebab masuknya manusia ke surga, kemudian beliau bersabda:
Perkara itu adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.
Rasulullah saw. pun ditanya tentang perkara yang paling banyak menjadi penyebab masuknya manusia ke neraka, lalu beliau bersabda:
Perkara itu adalah mulut dan kemaluan. (HR. Riwayat at- Tirmidzi, ia berkata, “Ini hadits shahih”; Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya; al-Bukhâri dalam al-Adab al- Mufrad; Ibnu Majah; Ahmad; dan al-Hâkim).
Diriwayatkan dari Abû Umamah, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:
Aku menjamin rumah di sekitar surga bagi orang yang meninggalkan almuraa’ 11; dan rumah di tengah-tengah surga bagi orang yang tidak suka berdusta, meski hanya bergurau; dan rumah di bagian paling atas surga bagi orang yang baik akhlaknya. (HR. Abû Dawud. an-Nawawi berkata, “Hadits ini shahih”).
Diriwayatkan dari Abû Hurairah ra., ia berkata; bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang terbaik terhadap istri-istrinya. (HR. at-Tirmidzi, ia berkata, “Hadits ini hasan shahih”; Ahmad; Abû Dawud; dan Ibnu Hibban dalam kitab shahih-nya).
Dalam bab ini terdapat hadits dari ‘Aisyah, Abû Dzar, Jabir, Anas, Usamah bin Syuraih, Muadz, Umair bin Qatadah, dan Abi Tsa’labah al-Khasani. Semuanya adalah hadits hasan.
Contoh-contoh akhlak yang baik antara lain:
1. Malu (al-Haya)
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra., bahwa Rasulullah saw. melewati seorang lelaki dari kaum Anshar. Laki-laki itu sedang menasihati anaknya tentang malu, maka Rasulullah saw. bersabda: 11. Berdebat karena perasaan sombong. Barangkali dengan berdebat akan meningkatkan gengsi di mata lawan debatnya dengan tampak keutamaan pada dirinya.
Biarkanlah dia, sesungguhnya malu itu bagian dari iman. (Mutafaq ‘alaih)
Dari Imran bin Husain ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Malu tidak akan mendatangkan sesuatu pun kecuali kebaikan. (Mutafaq ‘alaih)
Diriwayatkan dari Abû Hurairah, Rasulullah saw. bersabda: Iman mempunyai lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah lâ ilâha ilallâh. Sedangkan cabang yang paling rendah adalah membuang duri dari jalan. Dan malu adalah satu cabang dari keimanan. (Mutafaq ‘alaih)
2. Bersikap Dewasa, Tenang, dan Tidak Tergesa-gesa
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Abû Sa'id al-Hudri, bahwa Rasulullah saw. bersabda kepada Asja Abdul Qais:
Engkau mempunyai dua perkara yang dicintai oleh Allah yaitu bersikap dewasa, tenang, dan tidak tergesa-gesa. (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya Allah itu lemah-lembut, mencintai kelembutan dalam segala perkara. (Mutafaq ‘alaih)
Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya Allah lemah-lembut dan mencintai kelembutan. Allah akan memberikan anugerah kepada kelembutan yang tidak diberikan kepada kekerasan, dan perkara yang tidak diberikan kepada yang lain. (HR. Muslim).
Dari ‘Aisyah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya lemah lembut jika ada pada suatu perkara, maka pasti akan menghiasinya; dan jika dicabut dari suatu perkara, maka pasti akan mengotorinya. (HR. Muslim).
Dari Jarir bin Abdullah ra., ia berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
Orang yang mengharamkan lemah-lembut, maka akan diharamkan (dihalangi) darinya segala kebaikan. (HR. Muslim).
Dari ‘Aisyah ra., ia berkata; aku mendengar Rasulullah saw. bersabda di rumahku ini:
Ya Allah, siapa saja yang menjadi pengatur (wali) dari urusan umatku, kemudian ia memberatkan mereka, maka beratkanlah ia. Siapa saja yang menjadi pengatur (wali) dari urusan umatku, kemudian ia lemah-lembut kepada mereka, maka lemah lembutlah Engkau kepadanya. (HR. Muslim).
3. Jujur
Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (TQS. at- Taubah [9]:119)
Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka. (TQS. Muhammad [47]: 21)
Dari Abdullah bin Mas’ud ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:
Kalian harus berbuat jujur, karena kejujuran akan mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan akan mengantarkan ke surga. Jika manusia senantiasa berbuat jujur dan memperhatikan kejujuran, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur. (Mutafaq ‘alaih).
Dari Ka’ab bin Malik, beliau bercerita tentang dirinya ketika tidak ikut perang Tabuk bersama Rasulullah saw., ia berkata:
Aku berkata, “Wahai Rasulullah saw., sesungguhnya Allah menyelamatkanku hanyalah karena kejujuranku. Dan merupakan bagian dari taubatku bahwa aku tidak akan berbicara kecuali dengan kejujuran selama aku hidup.” (Mutafaq ‘alaih).
Dari Hasan ra., ia berkata, aku telah menghafal hadits dari Rasulullah saw. yaitu:
Tinggalkanlah perkara yang meragukanmu menuju perkara yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran adalah ketentraman, dan dusta adalah keraguan. (HR. at-Tirmidzi. Ia berkata, “Hadits ini hasan shahih”).
Dari Abdullah bin Amr ra., ia berkata:
Pernah dikatakan kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah!, manusia manakah yang paling utama?” Rasulullah saw. bersabda, “Semua orang yang makhmum al-qalb dan jujur lisannya.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui arti ‘jujur lisannya’, maka apa arti ‘makhmum al-qalb?’” Rasulullah saw. bersabda, “Artinya hati yang takwa yang bersih, tidak ada dosa di dalamnya, tidak ada kejahatan, dendam, dan dengki.” (HR. Ibnu Majah, ia menshahihkan isnad-nya, semuanya dari al-Haitsami dan al- Mundziri).
Dari Abû Bakar ash-Shiddiq ra., Rasulullah saw. bersabda:
Jujurlah kalian, karena kejujuran akan bersama dengan kebaikan dan keduanya akan ada di surga. (HR. Ibnu Hibban, dikeluarkan oleh ath-Thabrâni dari Muawiyah, al-Mundziri dan al-Haitsami dalam isnad-nya).
Dari Abû Sa'id al-Hudri ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersama-sama dengan para Nabi, orang-orang yang jujur, dan para syuhada. (HR. at- Tirmidzi. Beliau berkomentar, “Hadits ini hasan”).
4. Mengecek Kebenaran Apa-apa yang Akan Disampaikan dan Cermat dalam Menyampaikan Informasi
Allah Swt. berfirman:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya… (TQS. al-Isra [17]: 36)
Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (TQS. Qaf [50]: 18)
Dari Abû Hurairah ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Seseorang layak dikatakan pendusta jika ia mengatakan setiap perkara yang didengarnya. (HR. Muslim).
5. Bertutur-kata dengan Baik
Dari ‘Adi bin Hatim ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:
Jauhilah neraka walau dengan sebiji kurma. Siapa saja tidak menemukan sebiji kurma, maka dengan perkataan yang baik. (Mutafaq ‘alaih).
Dari Abû Hurairah, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Perkataan yang baik adalah shadaqah. (Mutafaq ‘alaih).
Dari Abdullah bin Amr ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya di surga terdapat satu kamar yang luarnya bisa dilihat dari dalamnya dan dalamnya bisa dilihat dari luarnya. Abû Malik al-Asy’ari berkata, “Bagi siapakah kamar ini wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. bersabda, “Untuk yang baik perkataannya, suka memberikan makanan, dan senantiasa bangun di malam hari pada saat manusia tertidur.” (HR. ath-Thabrâni. Hadits ini dinyatakan hasan oleh al-Haitsami dan al-Mundziri. Juga diriwayatkan oleh al-Hâkim, beliau menyatakannya sahih).
6. Menampakkan Wajah Berseri
Dari Abû Dzar ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:
Engkau jangan menyepelekan kebaikan sedikit pun, meski hanya sekadar bertemu saudaramu dengan wajah yang berseri-seri. (HR. Muslim).
Dari Jabir bin Abdillah ra., Rasulullah saw. bersabda: Setiap kebaikan adalah shadaqah. Dan termasuk kebaikan jika engkau menemui saudaramu dengan wajah berseri, dan jika engkau menuangkan air dari bejana milikmu pada bejana milik saudaramu. (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi, ia berkata, “Hasan shahih”).
Dari Abû Dzar ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Senyummu di hadapan sahabatmu adalah shadaqah. (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban, dalam Shahih-nya).
Dari Abû Jari al-Hajimi, ia berkata:
Aku datang kepada Rasulullah saw. seraya berkata, “Ya Rasulullah saw., kami orang desa, maka ajarilah suatu perkara yang bermanfaat bagi kami.” Rasulullah saw. bersabda, “Engkau tidak boleh menyepelekan kebaikan walaupun sedikit, meskipun hanya menuangkan air dari bejanamu kepada bejana orang yang minta minum. Dan meskipun dengan sekadar menemui saudaramu dengan wajah yang berseri.” (HR. Ahmad, Abû Dawud, at- Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan shahih; Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya).
7. Diam Kecuali dalam Kebaikan
Dari Abû Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam. (Mutafaq ‘alaih).
Dari al-Bara bin Azib, ia berkata:
Telah datang seorang Badui kepada Rasulullah saw., kemudian ia berkata, “Ya Rasulullah saw., ajarilah aku suatu amal yang akan memasukkanku ke surga.” Rasulullah saw bersabda, “Jika engkau berkhutbah dengan singkat berarti engkau telah berpaling (menjauhkan diri) dari masalah. Bebaskanlah manusia, merdekakanlah hamba sahaya.” Jika engkau tidak mampu melakukannya, berilah makan orang yang lapar, berilah minum orang yang kehausan, perintahkanlah manusia berbuat kebaikan dan laranglah dari kemunkaran. Jika engkau tidak mampu melakukannya, maka tahanlah lisanmu kecuali untuk kebaikan.” (HR. Ahmad. al- Haitsami berkata, “Para perawi hadits ini terpercaya”; Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dan al-Baihaqi dalam kitab asy- Sya’bi).
Dari Sauban ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:
Berbahagialah orang yang mampu menguasai lisannya, dan merasa lapang di rumahnya, serta menangis atas kesalahannya. (HR. ath- Thabrâni. Beliau menyatakan, bahwa isnad-nya baik).
Dari Bilal bin Haris al-Muzni, Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya seseorang akan berkata dengan perkataan yang diridhai Allah, selama dia menyangka bahwa perkataan tersebut tersampaikan; maka Allah pun akan menetapkan ridha-Nya untuk orang tersebut karena kata-kata itu hingga suatu hari, ketika dia bertemu dengan-Nya. Sesungguhnya seseorang juga akan berkata dengan perkataan yang dimurkai oleh Allah, selama dia menyangka bahwa perkataan tersebut tersampaikan; maka Allah pun akan menetapkan kemurkaan-Nya untuk orang tersebut karena katakata itu hingga suatu hari, ketika dia bertemu dengan-Nya.
Dari Muadz bin Jabal r.a, ia berkata:
Aku pernah bersama Rasulullah saw. dalam suatu perjalanan. Pada suatu hari kami ada di dekat beliau ketika sedang berjalan. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku suatu amal yang akan memasukkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka....” Beliau bertanya, “Maukah engkau aku beritahu kunci dari semua itu?” Aku berkata, “Tentu saja, wahai Nabi Allah!” Beliau saw. kemudian memegang lisannya, seraya bersabda: “Tahanlah dirimu dari ini.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kami akan disiksa karena perkataan kami?” Rasulullah saw. bersabda, “Ibumu telah membebani kamu wahai Mu’adz! Bukankah di neraka kelak Dia akan menundukkan wajah atau tengkuk mereka, tak lain karena buah dari lisan mereka.” (HR. Ahmad. At-Tirmidzi berkomentar, “Ini adalah hadits hasan shahih”; juga diriwayatkan oleh an- Nasâi dan Ibnu Majah).
8. Memenuhi Janji
Allah Swt. berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. (TQS. al-Mâidah [5]: 1)
Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawaban. (TQS. al-Isra [17]: 34)
9. Marah Karena Allah
Dari Ali bin Abi Thalib ra., ia berkata:
Rasulullah saw. memberiku pakaian dengan perhiasan dari sutra yang halus, kemudian aku keluar dengan memakainya, maka aku melihat kemurkaan di wajahnya. Aku lalu merobek-robek pakaian itu di hadapan wanita-wanitaku12. (Mutafaq ‘alaih).
Dari Abû Mas’ud Uqbah bin Amr al-Badri, ia berkata:
12. Maksunya istri, ibu, anak perempuan paman beliau (Hamzah), dan istri saudara laki-laki beliau (Akil ra).
Seorang laki-laki pernah datang kepada Rasulullah saw., ia berkata, “Sesungguhnya aku telah terlambat karena shalat subuh bersama si fulan”. Abû Mas’ud berkata, “Aku belum pernah melihat Rasulullah saw. murka ketika memberi nasihat yang lebih keras daripada kemurkaan beliau pada saat itu.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh di antara kalian ada orang-orang yang membuat orang lain lari. Siapa saja di antara kalian yang menjadi imam shalat atas orang lain, maka hendaklah ia shalat dengan singkat. Karena di belakangnya ada orang yang sudah tua, lemah, dan orang-orang yang punya hajat.” (Mutafaq ‘alaih).
Dari ‘Aisyah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. masuk ke rumahku, dan aku telah menutup rak milikku dengan kain tipis bergambar patung. Ketika Rasulullah saw. melihatnya, beliau merobeknya dan raut mukanya berubah, seraya bersabda, “Wahai ‘Aisyah!, manusia yang paling keras siksaannya di hari kiamat adalah orang-orang yang menyerupai ciptaan Allah.”
10. Berbaik Sangka kepada Orang Beriman
Allah Swt. berfirman:
Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri,… (TQS. an-Nûr [24]: 12)
11. Bersikap Baik dengan Tetangga
Allah Swt. berfirman:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibubapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. (TQS. an-Nisa [4]: 36)
Dari Ibnu Umar dan ‘Aisyah, keduanya berkata; Rasulullah saw bersabda:
Jibril senantiasa berwasiat kepadaku tentang tetangga, hingga aku menduga bahwa jibril akan menjadikannya sebagai ahli waris. (Mutafaq ‘alaih).
Dari Abû Suraih al-Hazali, Rasulullah saw. bersabda:
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya.
Dalam riwayat al-Bukhâri dikatakan:
Hendaklah ia memuliakan tetangganya. (Mutafaq ‘alaih).
Dari Anas ra., Rasulullah saw bersabda:
Demi Allah yang jiwaku ada di tangnn-Nya, tidak dikatakan beriman seorang hamba hingga ia mencintai tetanga atau saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. (HR. Muslim).
Dari Abdullah bin Amr ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:
Sebaik-baiknya sahabat di sisi Allah, adalah mereka yang paling baik terhadap sahabatnya. Dan sebaik-baiknya tetangga di sisi Allah, adalah orang yang paling baik terhadap tetangganya. (HR. Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, dan Ahmad, ad-Darimi, al-Hâkim. Beliau berkata, “Hadits ini shahih berdasarkan syarat Muslim”).
Dari Sa’ad bin Abi Waqash, beliau berkata; Rasulullah saw. bersabda:
Empat perkara yang termasuk kebahagiaan adalah, wanita shalihah, rumah yang membuat lapang penghuninya, tetangga yang baik, dan kendaraan yang nyaman... (HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dan Ahmad dengan sanad shahih).
Dari Naif bin al-Harits, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Termasuk kebahagiaan bagi seseorang adalah tetangga yang baik, kendaraan yang nyaman, dan rumah yang lapang bagi penghuninya. (HR. Ahmad. al-Mundziri dan al-Haitsami berkata, “Perawi hadits ini adalah perawi yang shahih”).
Dari Abû Dzar, ia berkata; Rasulullah saw bersabda:
Wahai Abû Dzar, jika engkau memasak sayur, maka perbanyaklah airnya dan bagilah kepada tetanggamu. (HR. Muslim).
Dari Abû Hurairah ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Wahai wanita-wanita muslimah, seorang tetangga tidak boleh menyepelekan tetangga yang lainnya meskipun mereka memberikan hadiah tulang kambing yang sedikit dagingnya.13 (Mutafaq ‘alaih).
Dari ‘Aisyah ra., ia berkata, “Wahai Rasulullah saw., aku mempu-nyai dua tetangga, kepada yang manakah dari keduanya aku harus memberikan hadiah.” Rasulullah saw. bersabda: Kepada yang paling dekat pintunya denganmu. (HR. al-Bukhâri).
12. Amanah
Allah Swt. berfirman:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,… (TQS. an-Nisa [4]: 58) Dari Hudzaifah r.a, ia berkata:
13. Lafadz Firisna artinya tulang yang sedikit dagingnya. Konteks lafadz ini digunakan oleh orang Arab untuk unta, tetapi di sini digunakan untuk kambing. Menurut Ibn Hajar, dalam Fath al-Bari, ini merupakan bentuk majaz (kiasan). Hadits tersebut berisi dorongan untuk saling memberi hadiah meski sedikit, karena yang banyak itu tidak mudah dilakukan setiap waktu. Apabila yang sedikit dilakukan terus-menerus, maka akan menjadi banyak pula Penduduk Najran datang kepada Rasulullah saw. Mereka berkata, “Kirimlah utusan kepada kami seorang laki-laki yang amanah.” Maka Rasulullah saw. bersabda, “Ya, aku akan mengirim utusan kepada kalian seorang laki-laki yang benar-benar amanah.” Hudzaifah berkata, “Maka orang-orang pun berusaha mencari kemuliaan untuk menjadi utusan tersebut. Akhirnya Rasulullah saw. mengutus Abû Ubaidah bin al-Jarrah.” (Mutafaq ‘alaih).
Dari Abû Dzar ra.:
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau tidak menjadikanku sebagai amil-mu?” Kemudian beliau menepuknepuk pundakku dengan kedua tangannya, seraya berkata, “Wahai Abû Dzar, sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah, padahal kekuasaan itu adalah amanah. Kelak di hari kiamat kekuasaan itu akan menjadi kehinaan dan kesedihan, kecuali orang yang mengambilnya dengan kebenaran dan menunaikan segala kewajibannya.” (HR. Muslim).
Dari Hudzaifah bin al-Yaman, ia berkata; Rasulullah saw. menceritakan dua hadits kepadaku. Aku telah membuktikan kebenaran salah satunya, dan aku menunggu yang satunya lagi. Beliau saw. menceritakan kepada kami:
Amanah akan diturunkan pada pangkal hatinya orang-orang... (Mutafaq ‘alaih).
Dari Abû Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda kepada umat beliau yang ada di sekitarnya:
Berikanlah jaminan kepadaku dengan enam perkara, niscaya aku akan memberikan jaminan surga kepada kalian. Kataku, “Apakah keenam perkara tersebut, Ya Rasulullah?” Rasulullah saw. bersabda, “Shalat, Zakat, Amanah, Kemaluan, Perut, dan Lisan.” (HR. ath- Thabrâni. al-Mundziri berkata, “Sanadnya tidak apa-apa”, al-Haitsami menyatakan, “Hadits ini hasan”).
Seluruh perintah syariat merupakan amanah. Melakukan ketaatan terhadap syariat juga dapat dikatakan sebagai amanah. Karena itu, seluruh perintah dan larangan pada dasarnya merupakan amanah. Maka seorang Khalifah adalah orang yang mendapat amanah. Begitu pula wali, amir, qadhi, anggota majelis syura, panglima militer, juru bicara, orang yang mencari ilmu, mufti, pengelola wakaf, pengelola baitul mâl, pedagang, pemetik tanaman, amil zakat, orang yang mengolah tanah kharaj, mujtahid, muhaddits, ahli tarikh, ahli biografi, pengelola ghanimah, kepala departemen industri, mu’awwin tanfidz, mu’awwin tafwidz, penerjemah, pengajar baca-tulis kepada anak-anak, kepala rumah tangga, seorang wanita di rumah suaminya, dokter, kabilah, apoteker, orang yang menyusui, rekanan bisnis, karyawan, kepala kantor khilafah, dan para direktur yang ada di bawahnya, seperti direktur urusan belanja negara, direktur urusan tamu negara, direktur urusan lahan parkir, direktur urusan dapur umum, direktur urusan perlindungan dan advokasi, juga seorang laki-laki yang menggauli istrinya, pemegang rahasia, petugas informasi, penyidik, wartawan yang mengumpulkan berita dari masyarakat dan menyebarkannya lewat televisi dan internet, dan lain-lain. Jadi amanah urusannya sangat besar dan cakupannya sangat luas.
Setiap mukalaf tidak bisa terbebas sedikit pun dari amanah; sedikit atau banyak, besar atau kecil.
13. Bersikap Hati-hati (wara’) dan Meninggalkan Syubhat
Dari Huzaifah bin al-Yaman, ia berkata; Rasulullah saw.
bersabda:
Keutamaan ilmu lebih baik dari keutamaan ibadah. Sebaik-baiknya
agama kalian adalah wara’. (HR. ath-Thabrâni dan al-Bazzâr.
al-Mundziri berkata, “Hadits ini sanadnya hasan”).
Dari Nu’man bin Basir ra., ia berkata; aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya perkara halal itu jelas dan perkara haram itu pun
jelas. Dan di antara kedua-duanya terdapat perkara-perkara syubhat
yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Karena itu, siapa
saja yang menjaga diri dari perkara syubhat, maka dia telah
menyelamatkan agamanya dan kehormatannya. Dan siapa yang
terjerumus ke dalam syubhat, berarti dia telah terjerumus ke dalam
perkara haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar
tanah terlarang, maka kemungkinan besar binatangnya akan
memasuki kawasan tersebut. Ingatlah!, sesungguhnya setiap
penguasa memiliki daerah terlarang. Ingatlah!, sesungguhnya
daerah yang terlarang milik Allah adalah apa saja yang diharamkan-
Nya. Ingatlah!, sesungguhnya di dalam tubuh manusia itu ada
segumpal daging, apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya
dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ingatlah!,
segumpal daging itu adalah hati. (Mutafaq ‘alaih).
Dari Nawas bin Sam’an ra., ia berkata; aku bertanya kepada
Rasulullah saw. tentang kebaikan dan dosa. Maka Rasulullah saw.
bersabda:
Kebaikan adalah akhlak yang baik. Dosa adalah yang meragukan
dalam dirimu dan engkau tidak suka jika manusia melihatnya. (HR.
Muslim).
Dari Wabishah bin Ma’bad ra., ia berkata; aku mendatangi
Rasulullah saw. dan aku bermaksud tidak akan meninggalkan sedikit
pun dari kebaikan dan dosa, kecuali aku akan bertanya kepada Rasul
saw., kemudian Rasul bersabda:
“Mendekatlah wahai Wabishah!” Maka aku pun mendekat pada Rasul
saw. hingga lututku menyentuh lutut beliau. Kemudian beliau bersabda,
“Wahai Wabishah, aku beritahukan kepadamu apa yang menyebabkan
engkau datang untuk bertanya kepadaku.” Aku berkata, “Ya Rasulullah!,
beritahukanlah kepadaku.” Rasul berkata, “Wahai Wabishah, bukankah
engkau datang untuk bertanya tentang kebaikan dan dosa?” Aku berkata,
“Ya benar.” Kemudian Rasulullah saw. mengumpulkan tiga jarinya. Dengan
tiga jari itu beliau menepuk-nepuk dadaku seraya berkata, “Wahai
Wabishah, tanyalah hatimu. Kebaikan adalah yang menentramkan jiwa
dan hati. Dosa adalah yang membimbangkan hatimu dan meragukan
dadamu, meskipun manusia menfatwakannya kepadamu.” (al-Mundziri
berkata, “Hadits ini diriwayatkan Ahmad dengan sanad yang
hasan”. an-Nawawi berkata, “Hadits ini hasan shahih,
diriwayatkan oleh Ahmad dan ad-Darimi dalam kitab Musnadnya”).
Dari Abû Tsa’labah al-Khatsani ra., ia berkata; aku berkata,
“Ya Rasulullah, apa yang dihalalkan bagiku dan apa yang
diharamkan bagiku?” Rasulullah saw. bersabda:
Kebaikan adalah yang menenangkan jiwamu dan menentramkan
hati. Dosa adalah yang tidak menenangkan jiwa dan
menentramkan hati, meskipun para muf ti memfatwakannya
kepadamu. (al-Mundziri berkata, “Hadits ini diriwayatkan
dari Ahmad dengan sanad yang baik.” al-Haitsami berkata,
“Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan ath-Thabrâni.”
Dalam kitab Shahih terdapat bagian hadits ini mulai dari
awal. Para perawinya terpercaya).
Dari Anas ra.:
Rasulullah saw. pernah menemukan sebutir kurma di jalanan,
kemudian beliau bersabda, “Andaikan aku tidak khawatir kurma itu
termasuk bagian dari shadaqah, maka pasti aku akan memakannya.”
(Mutafaq ‘alaih).
Dari Hasan ra. bin Ali ra., ia berkata; aku menghafal sebuah
hadits dari Rasulullah saw. yaitu:
Tinggalkan perkara yang meragukanmu, dan ambil perkara yang
tidak meragukanmu. (HR. At-Tirmidzi. Ia berkata, “Hasan
shahih”; Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya dan an-
Nasâi).
Dari Athiyah bin Urwah As-Sa’diy ra., ia berkata; Rasulullah
saw. bersabda:
َ لا يبُل ُ غ اْلعب د َأ ْ ن ي ُ كو َ ن مِ ن اْل متقِ ين، حتى ي د ع ما َ لا بْأ س بِهِ ح َ ذ را »
« لِ ما بِهِ اْلبْأ س
« د ع ما يرِيب ك إَِلى ما َ لا يرِيب ك »
و ج د ت مرًة فِي َ طرِيقٍ َفَقا َ ل: َل و َ لا َأن ي َأ خا ف َأ ْ ن ت ُ كو َ ن مِ ن ال ص دَق ةِ »
« لَأَ َ كْلت ه ا
Orang yang Paling Baik Akhlaknya 299
Seorang hamba tidak akan sampai kepada derajat orang-orang
yang bertakwa hingga ia meninggalkan perkara yang tidak ada
masalah (mubah), karena khawatir akan terjerumus dalam perkara
yang bermasalah (terlarang). (HR. al-Hâkim, beliau berkata,
“Hadits ini shahih isnad-nya dan disetujui oleh Imam adz-
Dzahabi”).
Dari Abû Umamah ra., ia berkata:
Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah saw. tentang apa dosa
itu? Rasulullah saw. bersabda, “Jika ada sesuatu yang meragukan
hatimu, maka tinggalkan.” Ia berkata, “Apakah iman itu wahai
Rasul?” Rasulullah saw. bersabda, “Jika engkau merasa tidak enak
dengan kesalahanmu dan berbahagia dengan kebaikanmu, maka
engkau adalah seorang mukmin.” (al-Mundzir berkata, “Hadits
ini diriwayatkan Ahmad dengan sanad yang shahih”).
14. Memuliakan Ulama, Orang Tua, dan Orang yang Memiliki Keutamaan
Allah berfirman:
Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran. (TQS. az-Zumar [39]:
9)
Dari Jabir ra., sesungguhnya Rasulullah saw. mengumpulkan
di antara dua laki-laki dari syuhada Uhud, kemudian ia bersabda:
Siapa di antara keduanya yang lebih banyak hafalan al-Qurannya?
Jika ditunjukkan pada salah satunya, maka beliau akan
mendahulukan untuk dimasukkan ke lubang lahad. (HR. al-
Bukhâri).
Dari Ibnu Abbas ra., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:
Keberkahan terdapat pada orang tua di antara kalian. (HR. al-Hâkim,
beliau berkata, “Hadits ini shahih dan memenuhi syarat al-
Bukhâri”, dan Ibnu Majah dalam kitab Shahih-nya. Ibnu
Muflih berkata dalam kitab al-Adan, “Sanad hadits ini baik”).
Dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini telah sampai kepada
Rasulullah saw., beliau bersabda:
Bukan termasuk golongan kita orang yang tidak menyayangi yang
lebih muda dan tidak mengetahui hak yang lebih tua. (HR. al-Hâkim.
Beliau menshahihkannya dan disetujui oleh adz-Dzahabi).
Dari Ubadah bin ash-Shamit ra. bahwa Rasulullah saw.
bersabda:
Bukan termasuk umatku orang yang tidak memuliakan orang tua,
tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak mengetahui hak
orang alim diantara kita. (al-Mundziri berkata, “Hadits ini
diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad hasan”. al-
Haitsami berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh ath-
Thabrâni dengan sanad hasan”).
Dari Amr bin as-Suaib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa
Rasulullah saw. bersabda:
Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi yang
lebih muda dan tidak mengetahui kemuliaan yang lebih tua. (HR.
Ahmad, at-Tirmidzi, Abû Dawud, dan al-Bukhâri dalam al-
Adab al-Mufrad. an-Nawawi berkata, “Hadits ini shahih”).
Dari Abdullah bin Mas’ud ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:
Siapa saja di antara kalian yang mempunyai idealisme dan kecerdasan
niscaya akan bersamaku, kemudian diikuti oleh generasi sepeninggal
mereka, kemudian oleh generasi sepeninggal mereka. Rasulullah saw.
mengulangi perkataan ini tiga kali. Kalian harus menjauhi keburukan pasar.
(HR. Muslim).
Dari Abû Sa'id Samrah bin Jundub ra., ia berkata, “Aku di
masa Nabi adalah seorang anak kecil, tapi aku menghafal hadits
dari Rasulullah saw. Tidak menghalangiku dari mengatakan hadits
kecuali karena pada saat itu banyak orang-orang yang lebih tua
usianya daripadaku.” (Mutafaq ‘alaih).
Dari Abû Musa ra. berkata; Rasulullah saw. bersabda:
Termasuk memuliakan Allah adalah memuliakan orang tua muslim,
memuliakan pengemban al-Quran yang tidak melampaui batas dan
tidak menentangnya. Juga memuliakan penguasa yang berbuat
adil. (HR. Abû Dawud. an-Nawawi berkata, “Hadits ini
hasan” Ibnu Muflih berkata, “Sanadnya bagus”).
15.Mengutamakan Orang Lain (al-Itsâr) dan Menolong Orang Lain (al-Muwasah)
Dari Abû Hurairah ra., ia berkata:
Seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw. kemudian berkata, “Ya Rasulullah, aku sedang kesusahan.” Kemudian Rasulullah saw. mengutus dia untuk menemui salah seorang istrinya. Maka istri Rasulullah berkata, “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak, aku tidak mempunyai apa pun kecuali air.” Kemudian Rasul mengutus laki-laki itu kepada istri beliau yang lain. Maka istri Rasulullah itu pun berkata seperti istri yang tadi, sehingga semua istri Rasulullah mengatakan hal yang sama, “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak, aku tidak mempunyai apa pun kecuali air.” Rasulullah saw. pun bersabda, “Siapa yang mau menjamu tamu pada malam ini?” Kemudian seorang lelaki dari kaum Anshar berkata, “Saya wahai Rasul.” Orang Anshar itu lalu membawa lakilaki tadi ke rumahnya dan berkata kepada istrinya, “Wahai istriku, muliakanlah tamu Rasulullah saw. ini.” Dalam riwayat yang lain ia berkata kepada istrinya, “Apakah engkau punya sesuatu?” Istrinya berkata, “Tidak, kecuali makanan anak-anak kita.” Maka orang Anshar itu berkata, “Hiburlah mereka. Jika mereka mau makan malam, maka tidurkanlah mereka. Jika tamu kita sudah masuk, matikanlah lampu dan perlihatkan kepadanya seolah-olah kita sedang makan.” Kemudian mereka semua duduk, dan tamu pun makan. Akhirnya sahabat Anshar dan istrinya tidur dalam keadaan lapar. Ketika datang waktu Shubuh, sahabat Anshar itu pergi menemui Nabi saw. Nabi pun berkata, “Allah sungguh takjub karena perbuatan engkau bersama istrimu tadi malam, pada saat menjamu tamu.” (Mutafaq ‘alaih).
Dari Abû Hurairah ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Makanan untuk dua orang, cukup untuk tiga orang. Makanan tiga orang, cukup untuk empat orang. (Mutafaq ‘alaih).
Dari Abû Sa'id al-Hudri ra., ia berkata; ketika kami dalam perjalanan bersama Nabi saw., tiba-tiba ada seorang lelaki datang di atas tunggangannya. Laki-laki itu menoleh ke kiri dan ke kanan, maka Rasulullah saw. bersabda:
Barangsiapa yang memiliki kelebihan muatan, hendaklah kelebihan itu diberikan kepada orang yang tidak punya muatan. Barangsiapa yang mempunyai kelebihan bekal, hendaklah ia berikan kepada orang yang tidak mempunyai bekal. Kemudian Nabi menyebutkan jenis-jenis harta, sehingga kami berpendapat bahwa siapa pun di antara kami tidak berhak atas kelebihan hartanya. (HR. Muslim).
Dari Abû Musa ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Sesunggunya kaum al-Asy’ariyin jika bekal mereka dalam peperangan telah menipis, atau memiliki sedikit makanan untuk keluarganya di kampung halamannya, mereka akan mengumpulkan hartanya pada satu kain, kemudian membagibagikannya pada suatu wadah dengan bagian yang sama. Mereka itu termasuk golonganku, dan aku termasuk golongan mereka. (Mutafaq ‘alaih).
16. Berderma dan Infak di Jalan Kebaikan Allah Swt. berfirman:
Barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya… (TQS. Saba [34]: 39), Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan). (TQS. al-Baqarah [2]: 272),
Apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. (TQS. al-Baqarah [2]: 273),
…Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar. (TQS. al-Hadid [57]: 7),
…Dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan,… (TQS. ar-Ra’d [13]: 22) dan (TQS. al-Fathir [35]: 29)
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai… (TQS. Ali ‘Imrân [3]: 92),
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (TQS. al-Baqarah [2]: 261),
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (TQS. al-Baqarah [2]: 265),
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (TQS. al-Baqarah [2]: 274),
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema‘afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (TQS. Ali ‘Imrân [3]: 134) Dari Ibnu Mas’ud ra., dari Rasulullah saw., beliau bersabda: Tidak ada hasud14 kecuali pada dua perkara, yaitu pada seorang yang dikaruniai harta oleh Allah Swt. kemudian ia menghabiskan hartanya dalam kebenaran, dan pada seorang yang diberi hikmah oleh Allah kemudian ia menghukumi dengan hikmah (ilmu) tersebut dan mengajarkannya. (Mutafaq ‘alaih).
Dari Ibnu Mas’ud ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: “Siapa di antara kalian yang lebih suka kepada harta ahli warisnya dari pada hartanya sendiri?” Para sahabat berkata, “Tidak ada di antara kami kecuali lebih menyukai hartanya sendiri.”
Rasulullah
14. Menurut para Ulama, hasud ada dua macam, hakiki dan majazi. Hasud hakiki adalah berangan-angan agar suatu nikmat lenyap dari orang yang mendapatkan kenikamatan. Hasud semacam ini haram, bedasarkan ijma’ umat dan nash-nash yang shahih. Sedangkan hasud majazi adalah ghibthah, yaitu ingin mendapatkan kenikmatan seperti orang lain tanpa mengharapkan lenyapnya nikmat tersebut darinya. Maka apabila hal ini terkait urusan dunia (hukumnya) mubah. Namun apabila merupakan ketaatan, justru disunnahkan. Jadi (pengertian) hasud yang dimaksud dalam hadits ini adalah pengertian yang sifatnya majazi. Artinya tidak ada ghibthah yang paling dicintai kecuali pada dua perkara tersebut (penj.).
bersabda, “Sesungguhnya harta dia yang sebenarnya adalah yang telah digunakan di dunia (untuk kebaikan), dan harta ahli warisnya adalah harta yang dia akhirkan (yang tidak sempat diinfakkan dalam kebaikan hingga ia mati, penj.) (HR. al-Bukhâri).
Dari ‘Adiy bin Hatim ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda: Jagalah diri kalian dari api neraka, walau hanya dengan sebuah biji kurma. (Mutafaq ‘alaih).
Dari Abû Hurairah ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Di setiap pagi hari yang dilalui oleh seorang hamba, pasti ada dua malaikat yang turun. Salah satunya berkata, “Ya Allah, berikanlah pengganti kepada orang yang berinfak.” Malaikat yang kedua berkata, “Ya Allah, berikanlah kehancuran kepada orang yang menahan hartanya.” (Mutafaq ‘alaih).
Dari Abû Hurairah, sesungguhnya Rasulullah bersabda: Allah berfirman, “Wahai anak Adam, berinfaklah niscaya Aku akan berinfak kepadamu.” (Mutafaq ‘alaih).
Dalam hadits mutafaq ‘alaih, diceritakan:
Ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah!, Islam seperti apa yang paling baik?” Rasulullah saw. bersabda, “Memberi makanan (kepada yang membutuhkan), mengucapkan salam kepada orang yang kau kenal dan yang tidak kau kenal.”
Dari Abû Umamah Shadiy bin Ajlan ra., ia berkata; Rasulullah saw bersabda:
Wahai anak Adam, jika engkau menginfaqkan kelebihan dari kebutuhanmu, maka itu merupakan kebaikan bagimu. Jika engkau menahannya, maka itu merupakan keburukan bagimu. Hendaknya kamu tidak dicela karena menjaga harta dan menahannya (untuk diinfaqkan). Mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Sesungguhnya, tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. (HR. Muslim).
Dari Abdullah bin Amr ra., ia berkata; Rasulullah saw bersabda:
Ada empat puluh perkara, yang paling tinggi adalah hadiah kambing An’zi.15 Maka tak seorang pun yang beramal dengan salah satu
15. Al-’Anz, bentuk mu’annats (perempuan)-nya adalah Ma’zi. Maksud hadits tersebut adalah memberikan hadiah berupa kambing Ma’zi, yang diberikan dari amal tersebut, karena mengharap pahala serta membenarkan pahala yang dijanjikan Allah Ta’ala dengan amal tersebut, kecuali pasti Allah akan memasukkannya ke surga. (HR. al-Bukhâri).
Dari Asma binti Abû Bakar ash-Shiddiq ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda kepadaku:
Janganlah kamu menahan (hartamu), karena Allah akan menahan keutamaan harta tersebut darimu. (Mutafaq ‘alaih).
Dari Abû Hurairah ra., sesungguhnya ia mendengar Rasulullah saw. bersabda:
Perumpamaan orang bakhil dengan orang yang gemar berinfak, seperti dua orang yang keduanya memakai jubah dari besi, dari putting (susu) keduanya hingga ke tulang selangkanya. Orang yang gemar berinfak tidak akan menderma, kecuali setelah jubah (besi) itu menutup atau memenuhi kulitnya, hingga ujung jari-jemarinya tertutup, dan (hal itu) masih menyisakan ruang (geraknya). Adapun orang bakhil, sama sekali tidak ingin mendermakan apa pun, kecuali setiap potongan menutupi tempatnya, sementara dia terus untuk diambil susu dan bulunya untuk beberapa waktu, kemudian setelah itu dikembalikan lagi kepada pemilik asalnya.
312 Pilar-pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah melebarkannya (karena merasa kesempitan), padahal jubah itu tidak bisa melebar lagi.
Dari Abû Hurairah ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa bershadaqah sebesar biji kurma dari usaha yang baik —Allah tidak akan menerima kecuali yang baik— maka Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya, kemudian akan mengembangkan bagi pemiliknya sebagaimana salah seorang dari kalian mengembangkan anak kudanya, sehingga pahala shadaqah terbesebut layaknya shadaqah harta sebesar gunung. (Mutafaq ‘alaih).
17. Berpaling dari Orang-orang yang Bodoh
Allah Swt. berfirman:
…Dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (TQS. al-A’râf [7]: 199),
…Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. (TQS. al-Furqan [25]: 63)
18. Taat
Taat ada dua macam. Pertama, ketaatan yang mutlak tanpa ada batasan, yaitu ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Kedua, ketaatan yang dibatasi dengan yang makruf. Artinya, jika seseorang diperintahkan untuk maksiat, maka tidak wajib taat. Ketaatan yang kedua ini seperti ketaatan kepada orang tua, kepada suami, dan kepada pemimpin. Kedua jenis taat ini hukumnya wajib. Dalilnya sudah masyhur.
Semua yang telah diceritakan sebelumnya adalah sebagian contoh dari akhlak yang baik. Selain itu terdapat pula akhlak yang buruk yang dilarang oleh syara’. Di antara contohnya adalah:
1. Dusta
0 komentar:
Posting Komentar