*Janji Kemenangan dan Syarat Meraih Kejayaan Islam*
Oleh : Amiruddin A. Fikri
Allah SWT berfirman:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara, kamu yang beriman dan mengerjakan amal saleh, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai (Islam). Dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”
(QS. An-Nur; 24:55)
●Asbābun Nuzūl :
Ibnu Jarîr ath-Thabari rahimahullâh (wafat: 310-H) mengatakan:
وَذُكُرُ أَنَّ هَذِهِ الْآيَةُ نَزَلَتْ عَلَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ أَجْلِ شَكَايَةً بَعْضِ أَصْحَابِهِ إِلَيْهِ فِي بَعْضِ الْأَوْقَاتِ التِّي كَانُوا فِيْهَا مِنَ الْعَدُوِّ فِي خَوْفٍ شَدِيْدٍ مِمَّا هُمْ فِيْهِ مِنَ الرُّعْبِ وَالْخَوْفِ، وَمَا يُلَقُّوْنَ بِسَبَبِ ذ۠لِكَ مِنَ الْأَذَى وَالْمَكْرُوْهِ
“Disebutkan bahwa ayat ini turun kepada Rasulullâh dikarenakan keluh kesah sebagian sahabat beliau pada beberapa kejadian memilukan yang menimpa mereka dari pihak musuh, berupa rasa takut yang mencekam dan menteror, berupa gangguan dan hal-hal menyusahkan yang mereka jumpai karena kejadian-kejadian memilukan tersebut.”
[Tafsîr ath-Thabari: 19/209[1]]
Imâm as-Sam’âni asy-Syâfi’i rahimahullâh (wafat: 489-H) mengatakan:
وَذْكُرُ بَعْضِ أَهْلُ التَّفْسِيْرِ: أَنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ تَمْنُوْا أَنْ يُظْهَرُوْا عَلَى مَكَّةَ، فَأنْزَلَ اللهِ تَعَالَى هَذِه الْآيَةِ
“Sebagian ahli tafsir menyebutkan bahwa para Sahabat Rasulullâh berangan-angan untuk menguasai Makkah (yang saat itu tengah dikuasai oleh orang-orang musyrik), maka Allah menurunkan ayat ini.”
[Tafsîr as-Sam’âni: 3/544[2]]
●Makna Kalimat :
a) Ibnu Jarîr ath-Thabari menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “wa’amilush shâlihât” dalam ayat ini adalah:
(وَأَطَاعُوْا اللهَ وَرَسُوْلًهُ فِيْمَا أَمْرَاهُ وَنًهْيَاهُ)
“mereka menaati Allah dan Rasul-Nya pada perkara yang diperintahkan dan perkara yang dilarang oleh keduanya.” [lihat Tafsîr Ath-Thabari: 19/209]
Suatu amal dikategorikan sebagai amal sholih apabila memenuhi 2-syarat, yaitu :
1. Amal tersebut harus dilaksanakan secara IKHLAS,, semata mengharapkan ridha Allah swt.. dan
2. Amal tersebut BENAR sesuai dengan petunjuk Al- Qur’an dan As-Sunnah.
b) Makna (لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ) adalah :
(لَيُوَرِّثَنَّهُمُ اللهُ أَرْضَ الْمُشْرِكِيْنَ مِنَ الْعَرَبِ وَالْعَجْمِ، فَيَجْعَلَهُمْ مُلُوْكَهَا وَسَاسِتَها);
“Allah akan mewariskan kepada mereka (orang-orang yang beriman dan beramal shalih) negeri orang-orang musyrik dari kalangan Arab maupun Non-Arab, lantas mereka menjadi penguasa-penguasa di negeri-negeri tersebut.”
c) Makna (وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ) adalah :
(وَلَيُوْطَئَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمْ، يَعْنِي: مِلَّتَهُمْ الَّتِي اِرْتَضَاهَا لَهُمْ، فَأَمْرُهُمْ بِهَا);
“Allah akan mengokohkan pijakan agama mereka, yaitu agama mereka yang diridhai Allah untuk mereka, yang diperintahkan oleh Allah untuk beragama dengannya (yaitu Islam).”
d). Makna (وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ) adalah:
(وَلَيُغَيِّرَنَّ حَالُهُمْ عَمَّا هِيَ عَلَيْهِ مِنَ الْخَوْفِ إِلَى الأَمْنِ);
“Dan Allah akan menggantikan keadaan mereka dari ketakutan menjadi aman.”
e) Dalam Tasîr ath-Thabari disebutkan bahwa makna (يَعْبُدُوْنَنِيْ) adalah :
(يُخْضِعُوْنَ لِي بِالطَّاَعَةِ وَيُتَذْلِلُوْنَ لِأَمْرِي وَنَهْيِي);
“Mereka menundukkan diri pada-Ku dengan ketaatan, dan mereka menghinakan diri di bawah perintah-Ku dan larangan-Ku.”
Mujahid rahimahullâh mengatakan: (يَعْبُدُوْنَنِيْ) yaitu :
(لاَ يَخَافُوْنَ غَيْرِي)
“Mereka tidak takut kepada selain-Ku.”
f) Makna :
(لاَ يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا) adalah (لاَ يُشْرِكُوْنَ فِي عِبَادَتِهِمْ إِيَّايَ الأَوْثَانِ وَالْأَصْنَامِ وَلاَ شَيْئًا غَيْرَهَا، بَلْ يُخَلِّصُوْنَ لِي الْعِبَادَةِ فَيُفَرِّدُوْنَهَا إليَّ دُوْنَ كُلَّ مَا عَبْدٌ مِنْ شَيْءٍ غَيْرِي);
“Mereka tidak menyekutukan Aku dalam peribadatan mereka kepada-Ku dengan sesuatu apapun seperti berhala dan patung-patung, akan tetapi mereka memurnikan peribadatan hanya untuk-Ku. Mereka mengkhususkan ibadah tersebut hanya untuk-Ku, tidak untuk segala macam sesembahan selain-Ku.”
Al-Qur’ân menegaskan bahwa penyebab utama rasa takut yang merasuki orang-orang yang tidak beriman kepada Allâh adalah semata-mata karena kesyirikan mereka. Allâh berfirman:
سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ بِمَا أَشْرَكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَأْوَاهُمُ النَّارُ وَبِئْسَ مَثْوَى الظَّالِمِينَ
“Kami akan campakkan rasa takut ke dalam hati orang-orang kafir, disebabkan mereka telah berbuat syirik kepada Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak pernah menurunkan keterangan tentangnya. Tempat kembali mereka adalah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal bagi orang-orang yang zhalim.” [QS. Ali ‘Imran; 3:151].
نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ عَلَى الْعَدُوِّ..
“Aku (Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam) ditolong (oleh Allah dengan dicampakkannya rasa takut di hati) musuh-musuhku.” [Shahih Muslim no. 523].
●Maksud Ayat :
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa dalam ayat yang mulia ini, sebenarnya terdapat sumpah Allah yang tersirat dari ungkapan “layastakhlifannahum….dst” yang diistilahkan oleh pakar bahasa al-Qur’an sebagai jawâbul-qasm (jawaban sumpah). Lalu apa sumpah Allah tersebut? Dia bersumpah akan menjadikan orang-orang yang beriman dan beramal shalih sebagai khalifah (penguasa) di muka bumi yang akan mengatur dunia dengan syari’at-Nya.
Dia telah membuktikan sumpah tersebut pada umat-umat sebelumnya, saat Dia menganugerahkan kekuatan dan kekuasaan kepada Sulaiman dan Daud ‘alaihimassalâm, dan kepada Bani Isrâîl saat mereka berhasil mengambil alih kekuasaan dari tangan-tangan Raja yang zhalim di Mesir dan Syam. Dia juga bersumpah akan menjadikan Islam sebagai agama yang kokoh dan mengungguli agama-agama lainnya. Rasa aman akan tercipta, dan akan menggantikan ketakutan yang menyelimuti kaum muslimin.
Janji Tersebut telah Terwujud..
An-Nahhâs rahimahullâh menjelaskan bahwa janji Allah dalam ayat tersebut sudah ditunaikan di masa hidup Rasulullâh. Terbukti dengan penaklukan kota Makkah dan berbondong-bondongnya manusia di jazirah Arab memeluk Islam [lih. Tafsîr al-Qurthubi: 12/297].
Mufassir yang lain mengatakan bahwa ayat ini adalah dalil atas kekhalifahan Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsmân, dan ‘Ali radhiallâ’anhum jamî’an. Dengan kata lain, janji Allâh dalam ayat ini terwujud dan eksis pada masa kekhalifahan mereka. Karena merekalah kaum yang telah beriman kepada Allâh dengan sebenar-benar Iman, merekalah generasi terbaik dalam menegakkan ibadah dan amal shalih, menyembah hanya kepada Allâh secara totalitas lahir dan batin. Demikianlah pendapat adh-Dhahhâk rahimahullâh Sehingga tidak salah jika Abul ‘Âliyah rahimahullâh mengatakan, ketika menafsirkan siapa orang-orang yang dimaksud dalam ayat ini:
هُمْ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
“Mereka adalah para Sahabat Nabi Muhammad SAW.”
[Tafsir Ibnu Abi Hatim: 8/2627, no. 14760].
‘Abdurrahmân bin ‘Abdilhamîd al-Mishri rahimahullâh mengatakan:
عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَبْدِ الْحَمِيدِ الْمِصْرِيَّ، يَقُولُ: أَرَى وِلايَةَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فِي كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأَرْضِ الآيَةَ.
“Saya melihat kekhilafahan Abu Bakar dan ‘Umar radhiallâhu’anhumâ ada termaktub dalam Kitâbullâh ‘azza wa jallâ, yaitu dalam ayat: ‘Wa’adallâhulladzîna âmanû minkum….dst” [Tafsir Ibnu Abi Hatim: 8/2628, no. 14764]
Ibnul ‘Arabî rahimahullâh mengatakan:
وَإِذَا لَمْ يَكُنْ هَذَا الْوَعْدُ لَهُمْ نَجَزَ، وَفِيهِمْ نَفَذَ، وَعَلَيْهِمْ وَرَدَ، فَفِيمَنْ يَكُونُ إِذًا؟ وَلَيْسَ بَعْدَهُمْ مِثْلُهُمْ إِلَى يَوْمِنَا هَذَا، وَلَا يَكُونُ فِيمَا بَعْدَهُ
“Jikalau janji (dalam ayat) ini bukan untuk mereka (para Sahabat), tidak tertunaikan pada mereka, dan tidak datang untuk mereka, maka kepada siapa lagi kalau begitu? Sementara tidak ada satupun yang mampu menyamai mereka sampai hari ini, dan tidak pula di masa depan.” [Tafsîr al-Qurthubi: 12/297]
Janji tersebut terus berlaku bagi siapa saja yang memenuhi syarat..
Para ulama ahli tafsir seperti al-Qurthubi rahimahullâh (wafat: 671-H) berpendapat bahwa janji Allâh dalam ayat tersebut berlaku umum untuk seluruh umat Muhammad. Dalam tafsirnya berliau mengatakan:
هَذِهِ الْحَالُ لَمْ تَخْتَصَّ بِالْخُلَفَاءِ الْأَرْبَعَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ حَتَّى يُخَصُّوا بِهَا مِنْ عُمُومِ الْآيَةِ، بَلْ شَارَكَهُمْ فِي ذَلِكَ جَمِيعُ الْمُهَاجِرِينَ بَلْ وَغَيْرُهُم… فَصَحَّ أَنَّ الْآيَةَ عَامَّةٌ لِأُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيْرُ مَخْصُوصَةٍ.
“Janji Allâh ini tidak terbatas hanya untuk Khulafâ-ur Râsyidîn radhiallâhu’anhum saja, sampai harus dikhususkan dari keumuman ayat. Bahkan segenap Muhâjirîn dan kaum muslimin yang lain juga masuk dalam janji-janji ayat ini (tentu saja jika syarat-syaratnya terpenuhi-pen)… sampai pada ucapan beliau… Maka pendapat yang shahih adalah bahwa ayat ini berlaku umum untuk umat Nabi Muhammad SAW, tidak bersifat khusus (untuk generasi tertentu dari umat ini-pen).” [Tafsîr al-Qurthubi: 12/299]
Al-Imâm As-Sa’di rahimahullâh (wafat: 1376-H) mengatakan:
وَلاَ يَزَالُ الْأَمْرُ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةٍ، مُهِمًّا قَامُوْا بِالْإِيْمَانِ وَالْعَمَلِ الصَّالِحِ، فَلَّا بُدَّ أَنْ يُوْجَدَ مَا وَعَدَهُمُ الله، وَإِنَّمَا يُسَلِّطُ عَلَيْهِمُ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِيْن، ويُديلهم فِي بَعْضِ الْأَحْيَانِ، بِسَبَبِ إِخْلَالِ الْمُسْلِمِيْنَ بِالْإِيْمَانِ وَالْعَمَلِ الصَّالِحِ.
“(Janji Allâh dalam ayat ini) akan senantiasa berlaku sampai hari kiamat, selama mereka (kaum muslimin) menegakkan iman dan amal shalih. Diraihnya apa yang telah dijanjikan Allâh, adalah sebuah kepastian. Kemenangan orang-orang kafir dan munafik pada sebagian masa, serta berkuasanya mereka di atas kaum muslimin, tidak lain disebabkan oleh pelanggaran kaum muslimin dalam iman dan amal shalih.” [Tafsîr as-Sa’di hal. 573].
Tanda – Tanda Kekhilafahan yang Dikuatkan Kekuasaannya di Muka Bumi..
Dalam konteks kekuasaan, ada empat jenis amalan lahiriyah yang dijadikan indikasi oleh para ulama atas kekhalifahan Islam yang termasuk dalam janji ayat ini. Syaikhul Islâm IbnuTaimiyyah rahimahullâh mengatakan:
وَصَلَاحُ أَمْرِ السُّلْطَانِ بِتَجْرِيدِ الْمُتَابَعَةِ لِكِتَابِ اللَّهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ وَنَبِيِّهِ وَحَمْلِ النَّاسِ عَلَى ذَلِكَ فَإِنَّهُ سُبْحَانَهُ جَعَلَ صَلَاحَ أَهْلِ التَّمْكِينِ فِي أَرْبَعَةِ أَشْيَاءَ: إقَامُ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنْ الْمُنْكَر
“Kebaikan seorang penguasa adalah dengan memurnikan ittibâ’ pada Kitabullâh dan Sunnah Rasul-Nya, serta menjadikan orang-orang untuk melakukan hal yang sama. Karena Allâh telah menjadikan kebaikan bagi Ahlut Tamkîn dengan adanya 4 perkara; penegakan shalat, penunaian zakat, amar ma’ruf dan nahi munkar.” [Majmû’ al-Fatâwa: 28/242].
Apa yang diungkapkan oleh Ibnu Taimiyyah tersebut, didasarkan pada firman Allah:
الَّذِينَ إنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar…” [QS. Al-Hajj: 41]..
*Syarat Menjemput Kejayaan Islam*
Perlu disadari bahwa kemenangan dan kekuasaan yang dijanjikan Allah, tidak hadir begitu saja. Tapi kemenangan tersebut diliputi oleh beragam syarat, yaitu sebuah syarat yang mampu menghilangkan ketakutan dan mewujudkan kedamaian, syarat yang bisa melenyapkan kemiskinan dan menghadirkan kemakmuran serta syarat yang sanggup menghadirkan kekuatan di tangan umat Islam..
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid mengungkapkan bahwa diantara syarat kemenangan yang digariskan dalam Al-Qur’an adalah:
Pertama: Iman dan amal shalih. Dua hal ini merupakan penunjang utama untuk menjemput kemenangan. Di awal ayat QS. Annur ayat 55 di atas, Allah ta’ala menyebut, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih..”
Ketika menafsirkan ayat di atas, Imam As-Syaukani menjelaskan, “Ini merupakan janji dari Allah kepada siapa saja yang beriman kepada Allah dan senantiasa beramal shalih. Yaitu diberikan kekuasaan di muka bumi ini sebagaimana Allah pernah memberikannya kepada umat sebelum mereka. Dan janji ini bersifat umum meliputi setiap umat.” (Fathul Qadir, 4/1024)
Kedua: Memurnikan Tauhid-Menjauhkan Syirik, yaitu keikhlasan dalam beramal. Beribadah hanya kepada Allah semata tanpa ada sedikitpun unsur kesyirikan. Masih di dalam ayat di atas, Allah sebutkan ciri-ciri orang yang mendapatkan janji kemenangan itu, “..Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku…”. Syirik tidak dipahami hanya seputar ibadah mahdah atau terbatas hanya pada syirik yang berkaitan dengan kuburan. Lebih luas dari itu, syirik yang mesti dihindari adalah syirik qushur (syirik yang berkaitan dengan istana), yaitu menyukutukan Allah dalam mengambil pedoman hukum atau menganggap ada hukum lain yang lebih adil daripada hukum Allah.
Ketiga : Memiliki Kesabaran dan Ketaqwaan.
Allah ta’ala berfirman:
وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِينَ كَانُوا يُسْتَضْعَفُونَ مَشَارِقَ الأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ الْحُسْنَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا
“Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israel disebabkan kesabaran mereka,..”(QS. Al-A’raf: 137)
Firman Allah, “disebabkan kesabaran mereka,..” bermakna bahwa ahlut tamkin (pemilik kemenangan) yang dijanjikan itu tak mungkin bisa dicapai tanpa kesabaran.
Sementara tentang ketaqwaan..
Allah SWT berfirman:
اِنَّ لِلْمُتَّقِيْنَ مَفَازًا
"Sungguh, orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan," (QS. An-Naba' 78: Ayat 31)..
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالْاَرْضِ..
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi..." (QS. Al-A'raf 7: Ayat 96)..
Keempat : komitmen untuk terus melakukan i’dad dan kasb (mempersiapkan kekuatan dan memperbesar tubuh jama'ah)..
I’dad al-quwwah,, merupakan fase yang harus dilewati sebelum melawan orang-orang kafir. Allah ta’ala berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لا تُظْلَمُونَ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Anfal: 60)
I’dad al-quwwah mencakup segalanya.. baik ì'dad ma'nawi maupun i'dad máddi.. Termasuk persiapan juga meliputi tentang bagaimana memenej kemenangan itu agar tetap eksis dan tidak gampang direbut oleh pihak yang lain. Karena itu, I’dad al-quwwah itu merupakan syariat yang tidak boleh berhenti. Walaupun kemenangan telah diraih, namun I’dad harus tetap diteruskan. I’dad untuk menyiapkan kekuatan muslimin dalam setiap lini kehidupan. Persiapan untuk menguatkan ilmu agama, tsaqafah dan dunia, menanamkan aqidah dan pemahaman hukum syara'.. memanfa'atkan sarana, media dan sebagainya..
Kasb al-ummah,, tidak diragukan bahwa langkah rekrutmen dan upaya menggalang dukungan umat, melakukan tatsqif bagi para syabab, menyiapkan umat merupakan langkah yang paling menentukan untuk mencapai kemenangan. Tanpa persiapan itu semua, kemenangan bisa dikata mustahil terwujud. Sebab, kemenangan tidak datang secara tiba-tiba. Ia tidak bisa dicapai melalui ruang-ruang yang kosong. Namun ia harus diusung bersama oleh seluruh elemen umat Islam. Karena demikianlah Nabi SAW memberikan contoh kepada umatnya..
Kesimpulan:
1. Janji Allah tentang tegaknya kembali kekhilafahan adalah janji pasti.. terbukti dan terwujud pada masa Rasulullah SAW,, para shahabat radhiyallahu 'anhum,, serta generasi sesudah mereka.. dan akan segera terwujud kembali dalam waktu dekat,, bi idznillah wa binushrotihi.. in-syá Allah..
2. Sistem Kekhilafahan sudah berlangsung sejak masa Nabi dan para sahabat.. serta terus berlanjut sampai akhir masa keruntuhan kekhilafahan Turki Utsmani, 1924..
3, Kekhilafahan adalah satu-satunya sistem pemerintahan direkomendasikan oleh Al-Qur'an dan as-Sunnah.. serta dipraktekkan pada masa Rasulullah SAW dan Sahabat sebagai sistem kepemimpinan Islam untuk seluruh kaum muslim diseluruh dunia.. yang lain,, tidak ada..
4. Janji Allah swt tidak hanya terbatas pada kalangan para sahabat saja,, tetapi berlaku umum terhadap ummat Nabi Muhammad SAW masa kini dan nanti.. hingga yaumil akhir..
5. Tiga syarat yang harus terpenuhi agar janji-janji Allah di atas bisa terwujud,, yaitu:
▪iman dan amal shalih,
▪beribadah hanya untuk Allah (kemurnian tauhid),
▪menjauhi syirik dengan segala ragamnya, termasuk beramal dengan maksud selain Allah..
Wallâhu ta’âla a’lam bish-shawab..
---------------------------
Materi taushiyah, disampaikan dalam acara liqo' syawwal, 13-syawwal1440H bertepatan 16-juni2019M, Masjid Khoiru Ummah, Tanah Baru, Bogor Utara Kota Bogor..
0 komentar:
Posting Komentar