[iklan]
--

Praktek Belajar Nahwu & Sharaf : Studi kasus Hadist : 🕌 Kepemimpinan Rasulullah ﷺ dalam Mengatur Masyarakat

Berikut lanjutan penjelasan rinci disertakan versi tanpa harakat, versi berharakat penuh, terjemahan singkat, lalu uraian kata demi kata + alasan harakat dan catatan nahwu–sharaf penting. Kamu bisa langsung praktekkan untuk belajar bersama teman-teman kamu.


🕌 Kepemimpinan Rasulullah ﷺ dalam Mengatur Masyarakat

📜 Teks tanpa harakat

وهكذا فإن الرسول ﷺ كان يدير مصالح المسلمين ويحل مشاكلهم الإدارية بسهولة ويسر، وكان يستعين ببعض الصحابة في ذلك. فتكون مصالح الناس جهازًا يتولاه الخليفة أو يعين له مديرًا كفؤًا يتولاه، وهذا ما نتبناه تخفيفًا للعبء عن الخليفة، وخاصة وقد تشعبت المصالح وتكاثرت، فيكون هناك جهاز إصلاح الناس يتولاه على وجهه مدير كفء بأساليب ووسائل تيسر على الرعية معيشتهم، ويوفر لها الخدمات اللازمة دون تعقيد بل بسهولة ويسر.


📖 Teks dengan harakat lengkap

وَهَكَذَا فَإِنَّ الرَّسُولَ ﷺ كَانَ يُدِيرُ مَصَالِحَ الْمُسْلِمِينَ وَيَحُلُّ مَشَاكِلَهُمْ الْإِدَارِيَّةَ بِسُهُولَةٍ وَيُسْرٍ، وَكَانَ يَسْتَعِينُ بِبَعْضِ الصَّحَابَةِ فِي ذَلِكَ. فَتَكُونُ مَصَالِحُ النَّاسِ جِهَازًا يَتَوَلَّاهُ الْخَلِيفَةُ أَوْ يُعَيِّنُ لَهُ مُدِيرًا كُفْؤًا يَتَوَلَّاهُ، وَهَذَا مَا نَتَبَنَّاهُ تَخْفِيفًا لِلْعَبْءِ عَنِ الْخَلِيفَةِ، وَخَاصَّةً وَقَدْ تَشَعَّبَتِ الْمَصَالِحُ وَتَكَاثَرَتْ، فَيَكُونُ هُنَاكَ جِهَازُ إِصْلَاحِ النَّاسِ يَتَوَلَّاهُ عَلَى وَجْهِهِ مُدِيرٌ كُفْءٌ بِأَسَالِيبٍ وَوَسَائِلَ تُيَسِّرُ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَعِيشَتَهُمْ، وَيُوَفِّرُ لَهَا الْخِدْمَاتِ اللَّازِمَةَ دُونَ تَعْقِيدٍ بَلْ بِسُهُولَةٍ وَيُسْرٍ.


🌿 Terjemahan Singkat

Demikianlah, Rasulullah ﷺ mengatur kepentingan umat Islam dan menyelesaikan urusan administratif mereka dengan kemudahan dan kelapangan. Beliau juga meminta bantuan sebagian sahabat dalam urusan tersebut. Maka urusan masyarakat menjadi sistem yang diatur oleh khalifah atau seorang pemimpin yang cakap. Inilah dasar yang kita adopsi untuk meringankan beban khalifah, terutama ketika urusan-urusan semakin banyak dan kompleks. Dengan demikian, dibentuklah lembaga yang mengurus kepentingan masyarakat secara efisien, memudahkan kehidupan rakyat, dan menyediakan layanan tanpa kerumitan — penuh kemudahan dan kelapangan.

Terjemah Versi Kitab:

Demikianlah, Rasulullah saw. telah mengatur berbagai kemaslahatan kaum Muslim. Beliau juga telah mengatasi berbagai persoalan administratif mereka dengan penuh kemudahan dan kesederhanaan (tidak rumit). Beliau juga meminta bantuan kepada beberapa orang Sahabat untuk menjalankan hal itu.

Dengan demikian, pengaturan berbagai kemaslahatan rakyat itu merupakan salah satu fungsi struktur negara yang ditangani oleh Khalifah, atau Khalifah dapat mengangkat direktur profesional untuk mengurusinya. Inilah yang kami adopsi dalam rangka meringankan tugas dan beban Khalifah, khususnya ketika kemaslahatan masyarakat semakin bertambah luas dan bertambah banyak. Karena itu, hendaknya terdapat struktur (departemen) yang mengurusi kemaslahatan masyarakat. Setiap departemen dikepalai oleh seorang direktur profesional yang menguasai berbagai sarana dan cara untuk memudahkan kehidupan rakyat serta memberikan berbagai pelayanan yang dibutuhkan rakyat tanpa kerumitan, bahkan dengan penuh kemudahan dan kesederhanaan.


✍️ Penjelasan Nahwu & Sharaf Rinci

1. وَهَكَذَا فَإِنَّ الرَّسُولَ ﷺ

  • وَ : huruf ‘athf (penghubung) menghubungkan paragraf sebelumnya.

  • هَكَذَا : “demikianlah” — kata penegas yang menunjukkan kelanjutan penjelasan.

  • فَإِنَّ : huruf ta‘līl (menyebabkan atau menegaskan), إِنَّ berfungsi menegaskan makna sesudahnya.

  • الرَّسُولَ : isim إنَّ (isim manshub) dengan harakat fathah, karena jatuh setelah إنَّ.

2. كَانَ يُدِيرُ مَصَالِحَ الْمُسْلِمِينَ

  • كَانَ : fi‘l nāqiṣ (kata kerja yang menunjukkan keadaan di masa lampau).

  • يُدِيرُ : fi‘l mudhāri‘ (kata kerja kini) sebagai khabar كان.

  • مَصَالِحَ : maf‘ūl bih (objek langsung dari yudīr), manshub dengan fathah.

  • الْمُسْلِمِينَ : mudhāf ilayh majrūr, karena bersambung dengan maṣāliḥa.

3. وَيَحُلُّ مَشَاكِلَهُمْ الْإِدَارِيَّةَ

  • وَ : ‘athaf (menyambung).

  • يَحُلُّ : “menyelesaikan” — fi‘l mudhāri‘.

  • مَشَاكِلَهُمْ : maf‘ūl bih + ḍamīr muttasil (kata ganti “mereka”), manshub.

  • الْإِدَارِيَّةَ : na‘t (sifat) bagi mashākilahum, mengikuti i‘rāb-nya, yaitu manshub.

4. بِسُهُولَةٍ وَيُسْرٍ

  • Huruf bā’ di sini bermakna isti‘ānah (dengan, melalui).

  • Kedua kata ini majrūr karena diawali bā’.

  • Bentuk suhūlah dan yusr menunjukkan kemudahan dan kelapangan dalam pelayanan.

5. وَكَانَ يَسْتَعِينُ بِبَعْضِ الصَّحَابَةِ

  • يَسْتَعِينُ berasal dari akar ʿawn (bantuan), pola istaf‘ala.

  • Mengambil huruf bā’ karena fi‘l ini menuntut preposisi (muta‘addi bi-l-bā’).

6. فَتَكُونُ مَصَالِحُ النَّاسِ جِهَازًا يَتَوَلَّاهُ الْخَلِيفَةُ

  • تَكُونُ : fi‘l mudhāri‘ nāqiṣ (menunjukkan keadaan).

  • مَصَالِحُ : isim takūn marfū‘ dengan ḍammah.

  • جِهَازًا : khabar takūn, manshub.

  • يَتَوَلَّاهُ : fi‘l mudhāri‘ dengan ḍamīr hā’ kembali ke al-jihāz.

7. أَوْ يُعَيِّنُ لَهُ مُدِيرًا كُفْؤًا

  • يُعَيِّنُ : fi‘l mudhāri‘ dari kata ʿayyana, bermakna “menetapkan”.

  • مُدِيرًا : maf‘ūl bih manshub.

  • كُفْؤًا : na‘t (sifat) bagi mudīr, juga manshub karena mengikuti i‘rābnya.

8. تَخْفِيفًا لِلْعَبْءِ عَنِ الْخَلِيفَةِ

  • تَخْفِيفًا : maf‘ūl li-ajlih (menunjukkan tujuan, “untuk meringankan”).

  • لِلْعَبْءِ : majrūr karena huruf lām.

  • عَنِ الْخَلِيفَةِ : menunjukkan dari siapa beban itu diringankan.

9. تَشَعَّبَتِ الْمَصَالِحُ وَتَكَاثَرَتْ

  • Dua fi‘l māḍī (kata kerja lampau) yang menunjukkan banyaknya urusan masyarakat.

  • Fa‘il dari masing-masing fi‘l adalah al-maṣāliḥ (jama‘ mu’annats sālim), karena itu fi‘lnya berakhiran tā’ ta’nīth.

10. بِأَسَالِيبٍ وَوَسَائِلَ تُيَسِّرُ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَعِيشَتَهُمْ

  • بِأَسَالِيبٍ وَوَسَائِلَ : menunjukkan alat dan metode.

  • تُيَسِّرُ : fi‘l mudhāri‘, rafa‘ karena tidak ada ‘āmil nasikh.

  • عَلَى الرَّعِيَّةِ : jar majrūr.

  • مَعِيشَتَهُمْ : maf‘ūl bih + ḍamīr muttasil.


🌸 Catatan Penting untuk Pembelajar

Kalimat ini menggambarkan hikmah kepemimpinan Islam yang seimbang antara ketegasan dan kemudahan.
Dari segi gramatikal, teks ini kaya dengan contoh isim manshub karena fungsi (maf‘ūl bih, maf‘ūl li-ajlih, khabar kāna, na‘t manshub) dan isim majrūr karena huruf jar.
Pembelajar yang menguasai bagian ini akan terbiasa mengenali peran setiap kata dalam struktur kalimat Arab klasik. 

Latihan Nahwu Sharaf pada paragraf sebelumnya klik disini.

 

Sekarang kita akan masuk ke pendekatan penjelasan harakat, yaitu bukan sekadar “apa harakatnya”, tapi mengapa diberikan harakat a–i–u (fathah, kasrah, ḍammah), dan bagaimana setiap tanda itu muncul karena fungsi kata dalam kalimat (i‘rāb).
Kita bahas paragraf:

وَهَكَذَا فَإِنَّ الرَّسُولَ ﷺ كَانَ يُدِيرُ مَصَالِحَ الْمُسْلِمِينَ وَيَحُلُّ مَشَاكِلَهُمْ الْإِدَارِيَّةَ بِسُهُولَةٍ وَيُسْرٍ


📘 1. وَهَكَذَا

  • وَ diberi fathah (َ) karena dia huruf penghubung (‘athf) yang tidak pernah berubah — huruf ini selalu mabni ‘ala al-fath, sehingga bentuk akhirnya wa.

  • هَكَذَا juga selalu tetap, karena ini adalah ism isyarah (kata tunjuk) yang mabni — tidak berubah akhir katanya.
    ➤ Jadi harakat di sini bukan karena i‘rāb (fungsi), tetapi karena bentuk asli (bina’).


📘 2. فَإِنَّ الرَّسُولَ

  • فَ di awal kalimat sebagai huruf penghubung atau penguat penjelasan, juga mabni ‘ala al-fath.

  • إِنَّ selalu berakhiran fathah (َ) pada huruf ن karena dia huruf nasikh yang “menasabkan isim dan merafa‘kan khabar.”
    Artinya, kata setelah “inna” (isim inna) akan dibaca fathah (َ) karena menjadi isim-nya.

  • Karena itu, الرَّسُولَ mendapat fathah (َ) di akhir, menjadi rasūla sebagai isim inna manshub (objek dari “inna”).
    ➤ Harakat fathah di sini karena fungsinya sebagai isim yang dinasabkan oleh “inna.”


📘 3. كَانَ يُدِيرُ مَصَالِحَ الْمُسْلِمِينَ

  • كَانَ: huruf terakhir diberi fathah (َ) karena fi‘l māḍī (kata kerja lampau) selalu mabni ‘ala al-fath.

  • يُدِيرُ: kata kerja sekarang (fi‘l mudhāri‘), huruf terakhir diberi ḍammah (ُ) karena ia tidak didahului huruf nasikh seperti lan atau lam.
    ➤ Harakat ḍammah = tanda rafa‘ (bentuk dasar untuk kata kerja aktif).

  • مَصَالِحَ: objek langsung dari yudīr, sehingga dinasabkan (fathah َ) karena maf‘ūl bih selalu manshub.

  • الْمُسْلِمِينَ: menjadi mudhāf ilayh (kata setelah genitif), maka diberi kasrah (ِ) sebagai tanda majrūr.
    ➤ Jadi di sini:

    • yudīru → fi‘l marfū‘ (ḍammah)

    • maṣāliḥa → maf‘ūl bih manshub (fathah)

    • al-muslimīna → mudhāf ilayh majrūr (kasrah)


📘 4. وَيَحُلُّ مَشَاكِلَهُمْ الْإِدَارِيَّةَ

  • وَ tetap fathah, huruf ‘athf.

  • يَحُلُّ: fi‘l mudhāri‘, maka marfū‘ḍammah (ُ) di akhir.

  • مَشَاكِلَ: maf‘ūl bih (objek) dari yaḥullu, maka fathah (َ).

  • هُمْ: ḍamīr (kata ganti), mabni, tidak berubah.

  • الْإِدَارِيَّةَ: kata sifat (na‘t) untuk mashākilahum, harus mengikuti i‘rāb-nya, jadi fathah (َ) juga karena manshub.
    ➤ Aturan penting: sifat selalu mengikuti kata yang disifati (dalam jenis, jumlah, dan i‘rāb).


📘 5. بِسُهُولَةٍ وَيُسْرٍ

  • بِـ: huruf jar, maka kata setelahnya selalu majrūr (kasrah ِ).

  • Karena itu:

    • سُهُولَةٍ → huruf terakhir kasrah (ٍ).

    • يُسْرٍ → juga kasrah (ٍ).
      ➤ Harakat kasrah di sini menandakan kata benda (isim) yang didahului huruf jar (بِ).


📘 Kesimpulan Pola Harakat

Jenis Kata Harakat Akhir Sebab Gramatikal
Isim Inna (الرَّسُولَ) Fathah (َ) Karena “inna” menasabkan isim
Khabar Kāna (يُدِيرُ) Ḍammah (ُ) Fi‘l mudhāri‘ marfū‘
Maf‘ūl bih (مَصَالِحَ) Fathah (َ) Objek langsung dari fi‘l
Mudhāf Ilayh (الْمُسْلِمِينَ) Kasrah (ِ) Karena digandeng mudhāf
Majrūr bi-harf jar (بِسُهُولَةٍ) Kasrah (ِ) Karena huruf jar “bi”
Na‘t Manshub (الْإِدَارِيَّةَ) Fathah (َ) Mengikuti isim yang disifatkan

🌿 Penjelasan Singkat untuk Pembelajar

Dalam kalimat Arab, setiap harakat akhir bukan hiasan, tapi penanda posisi kata.

  • Jika kata berperan sebagai subjek, biasanya ḍammah (ُ).

  • Jika objek, maka fathah (َ).

  • Jika mengikuti huruf jar, maka kasrah (ِ).

Ketika kamu membaca ayat, hadis, atau teks klasik, cobalah menebak harakat akhir berdasarkan fungsinya dalam kalimat. Itulah cara para ulama memahami teks Arab dengan ketelitian yang luar biasa.


Kita akan lanjutkan bagian berikutnya:

وَكَانَ يَسْتَعِينُ بِبَعْضِ الصَّحَابَةِ فِي ذَلِكَ...
dengan pola penjelasan yang sama (alasan harakat per kata + analisis nahwu–sharafnya)

============================== 

Berikut lanjutan penjelasan rinci untuk kalimat berikutnya:

وَكَانَ يَسْتَعِينُ بِبَعْضِ الصَّحَابَةِ فِي ذَلِكَ
Kita sertakan versi tanpa harakat, versi berharakat penuh, terjemahan, dan penjelasan mengapa setiap kata diberi harakat a–i–u (fathah, kasrah, atau ḍammah) berdasarkan fungsinya dalam kalimat — lengkap dengan catatan nahwu dan sharaf.


📜 Teks tanpa harakat

وكان يستعين ببعض الصحابة في ذلك.


📖 Teks dengan harakat lengkap

وَكَانَ يَسْتَعِينُ بِبَعْضِ الصَّحَابَةِ فِي ذَلِكَ.


🌿 Terjemahan Singkat

Dan beliau (Rasulullah ﷺ) biasa meminta bantuan sebagian sahabat dalam urusan itu.


✍️ Penjelasan Nahwu–Sharaf dan Alasan Harakat

🔹 1. وَكَانَ

  • وَ → huruf penghubung (‘athf), mabni ‘ala al-fath → harakat fathah (َ) tetap.

  • كَانَ → fi‘l māḍī (kata kerja lampau), mabni ‘ala al-fath, sehingga huruf terakhirnya juga berharakat fathah (َ).
    ➤ Dalam nahwu, fi‘l māḍī selalu mabni ‘ala al-fath, karena bentuknya tetap di akhir.

📘 Catatan:
Kata kāna di sini adalah salah satu “af‘āl nāqiṣah” (kata kerja tidak sempurna), yang berfungsi merubah status kalimat menjadi:

  • Isim kānamarfū‘ (biasanya dengan ḍammah)

  • Khabar kānamanshub (biasanya dengan fathah).

Namun dalam kalimat ini, isimnya tersembunyi (ḍamīr mustatir “huwa”, yaitu kembali ke Rasulullah ﷺ), dan khabarnya adalah jumlah fi‘liyyah “yasta‘īnu...”.


🔹 2. يَسْتَعِينُ

  • Kata kerja sekarang (fi‘l mudhāri‘), berasal dari akar عَوْن dengan pola istaf‘ala → “meminta bantuan”.

  • Huruf terakhir نُ berharakat ḍammah (ُ) karena fi‘l mudhāri‘ ini tidak didahului oleh partikel penashab (lan, an, kay) atau penjazim (lam, lam al-amr, lam an-nahiyah).
    ➤ Dalam keadaan normal, fi‘l mudhāri‘ berstatus marfū‘, tanda rafa‘-nya adalah ḍammah.

📘 Catatan Sharaf:
Bentuk يستعين = يستفعل (bentuk X), menunjukkan permintaan bantuan.
Akar: ʿawnistaʿānayastaʿīnu.


🔹 3. بِبَعْضِ

  • Huruf بِـ adalah huruf jarr (preposisi), maka kata setelahnya harus majrūr, tanda-nya kasrah (ِ).

  • Karena itu:

    • بَعْضِ → huruf terakhir kasrah (ِ).

  • Secara makna: “dengan sebagian (dari sahabat).”

📘 Aturan Penting:
Setiap kali kamu melihat huruf بِ، مِنْ، فِي، عَلَى، إِلَى، عَنْ، كَـ، لِـ → kata sesudahnya pasti majrūr (kasrah).


🔹 4. الصَّحَابَةِ

  • Kata الصَّحَابَةِ menjadi mudhāf ilayh dari ba‘ḍi, sehingga majrūr (kasrah ِ) juga, mengikuti hukum idhafah.

  • Harakat kasrah pada huruf terakhirnya menunjukkan hubungan genitif: “sebagian dari sahabat.”

📘 Rumus:

Jika ada dua kata berurutan, dan yang kedua menjelaskan kepemilikan atau bagian dari yang pertama →
kata pertama disebut mudhāf (tidak memakai tanwīn),
kata kedua disebut mudhāf ilayh (dikasrahkan).


🔹 5. فِي ذَلِكَ

  • فِي: huruf jar, menjadikan kata sesudahnya majrūr.

  • ذَلِكَ: isim isyarah (kata tunjuk “itu”), mabni ‘ala s-sukūn, namun karena didahului , secara posisi dia majrūr lafẓan (dalam struktur), walaupun harakat akhirnya tetap karena mabni.

📘 Catatan Balāghah (gaya bahasa):
Penggunaan fī dzālik di sini menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ tidak bekerja sendiri, tapi melibatkan sahabat dalam bidang tertentu — “dalam urusan itu” (yakni administrasi dan kepentingan masyarakat).


🌸 Rangkuman I‘rāb dan Alasan Harakat

Kata Harakat Akhir Sebab Gramatikal Fungsi
وَ Fathah (َ) Huruf ‘athf (tetap) Penghubung
كَانَ Fathah (َ) Fi‘l māḍī (mabni ‘ala al-fath) Kata kerja lampau
يَسْتَعِينُ Ḍammah (ُ) Fi‘l mudhāri‘ marfū‘ Khabar kāna
بِبَعْضِ Kasrah (ِ) Didahului huruf bā’ Isim majrūr
الصَّحَابَةِ Kasrah (ِ) Mudhāf ilayh dari ba‘ḍi Isim majrūr
فِي Kasrah (ِ) Huruf jar Preposisi
ذَلِكَ Sukun (ْ) Mabni, posisi majrūr Kata tunjuk “itu”

🌿 Penjelasan Harakat Secara Konseptual

  • Fathah (َ) → menandai manshub (biasanya objek, isim inna, atau fi‘l māḍī).

  • Kasrah (ِ) → menandai majrūr (karena huruf jar atau idhafah).

  • Ḍammah (ُ) → menandai marfū‘ (biasanya subjek atau fi‘l mudhāri‘ aktif).

  • Sukun (ْ) → menunjukkan huruf mati, sering muncul pada huruf terakhir isim mabni.


🧭 Pelajaran dari Kalimat Ini

Kalimat sederhana ini memperlihatkan bagaimana struktur gramatikal Arab bekerja dengan sangat logis:

  • Huruf bā’ dan menandai hubungan (preposisi).

  • Fi‘l mudhāri‘ yasta‘īnu menunjukkan kebiasaan yang berulang (habitual action).

  • Harakat terakhir tidak acak — setiap harakat mencerminkan posisi dan peran sintaksis kata.

Rasulullah ﷺ memberi contoh bahwa manajemen umat tidak bisa dilakukan sendiri, dan bahasa Arab mengabadikan konsep itu dengan struktur yang sangat tertata.


Berikut lanjutan penjelasan rinci untuk kalimat berikutnya:

فَتَكُونُ مَصَالِحُ النَّاسِ جِهَازًا يَتَوَلَّاهُ الْخَلِيفَةُ
Kita sertakan versi tanpa harakat, versi berharakat lengkap, terjemahan, dan penjelasan mendetail mengenai kenapa setiap kata memakai harakat tertentu (a–i–u), berdasarkan nahwu dan sharaf.


📜 Teks tanpa harakat

فتكون مصالح الناس جهازا يتولاه الخليفة.


📖 Teks dengan harakat lengkap

فَتَكُونُ مَصَالِحُ النَّاسِ جِهَازًا يَتَوَلَّاهُ الْخَلِيفَةُ.


🌿 Terjemahan Singkat

Maka urusan-urusan kemaslahatan masyarakat menjadi sebuah sistem yang dikelola oleh khalifah.


✍️ Penjelasan Nahwu–Sharaf dan Alasan Harakat

🔹 1. فَتَكُونُ

  • فَ → huruf ‘athf (penghubung atau sebab akibat), mabni ‘ala al-fath (tetap dengan harakat fathah َ).

  • تَكُونُ → fi‘l mudhāri‘ (kata kerja sekarang) dari kāna–yakūnu (كان – يكون), artinya “menjadi”.

    • Huruf terakhir نُ berharakat ḍammah (ُ) karena fi‘l mudhāri‘ marfū‘, tidak didahului oleh huruf penashab (seperti lan) atau penjazim (seperti lam).

    • Subjek (fa‘il)-nya adalah مَصَالِحُ النَّاسِ, yang datang setelahnya.

📘 Catatan:
Dalam struktur takūnu maṣāliḥu n-nāsi jihāzan, kata takūnu berfungsi sebagai penghubung antara subjek dan predikat — semacam “menjadi” dalam bahasa Indonesia.


🔹 2. مَصَالِحُ

  • Jamak dari maṣlaḥah (مصْلَحَة) → berarti “kemaslahatan” atau “urusan umum”.

  • Harakat terakhir ḍammah (ُ) karena berfungsi sebagai isim kāna (subjek dari “takūnu”), dan isim kāna marfū‘.

  • Karena itu, akhir katanya مَصَالِحُ (bukan مَصَالِحَ).

📘 Kaedah penting:

Dalam kalimat dengan “kāna” atau “takūnu”,

  • isim-nya = marfū‘ (ḍammah)

  • khabar-nya = manshub (fathah).


🔹 3. النَّاسِ

  • Kata ini menjadi mudhāf ilayh dari maṣāliḥu, karena struktur مَصَالِحُ النَّاسِ artinya “kemaslahatan manusia.”

  • Karena menjadi mudhāf ilayh, maka majrūr, tanda jarr-nya adalah kasrah (ِ) di akhir kata.

📘 Catatan:
Kata an-nāsi adalah jamak taksir (bentuk jamak yang tidak beraturan), berasal dari akar n–w–s, bermakna “manusia.”
Maṣāliḥu n-nāsi = urusan kemaslahatan masyarakat.


🔹 4. جِهَازًا

  • Kata jihāz berarti “perangkat”, “organisasi”, atau “sistem”.

  • Di sini menjadi khabar kāna, karena menjelaskan “menjadi apa” kemaslahatan itu.

  • Maka statusnya manshub (objek keadaan), dengan tanda nashb fathah (َ) pada akhirnya.

📘 Analisis Struktur:

Takūnu (fi‘l) + maṣāliḥu (isim kāna, marfū‘) + jihāzan (khabar kāna, manshub).

Contoh paralel:

تَكُونُ السَّمَاءُ صَافِيَةً → “Langit menjadi cerah.”
“Cerah” di sini (ṣāfiyah) juga khabar kāna → manshub.


🔹 5. يَتَوَلَّاهُ

  • Dari akar و ل ي (waliyy) dengan bentuk yatawallā → “mengurus / mengelola / memimpin.”

  • Ini fi‘l mudhāri‘ (kata kerja sekarang).

  • Harakat akhir ḍammah (ُ) karena marfū‘ — tidak ada penashab atau penjazim sebelumnya.

  • Hā’ (ـهُ) di akhir adalah ḍamīr maf‘ūl bih (kata ganti objek), artinya “nya” → merujuk pada jihāz (“sistem itu”).

📘 Analisis Nahwu:

  • Yatawallāhu al-khalīfatu → “Khalifah mengurusnya.”

    • Fa‘il (pelaku) = al-khalīfatu

    • Maf‘ūl bih (objek) = hu (nya)

    • Fi‘l = yatawallā.


🔹 6. الْخَلِيفَةُ

  • Artinya “khalifah” (pemimpin umat).

  • Harakat terakhir ḍammah (ُ) karena berfungsi sebagai fa‘il (pelaku) dari fi‘l yatawallāhu.

  • Dalam bahasa Arab, pelaku selalu marfū‘ dengan tanda ḍammah.

📘 Catatan Balāghah:
Struktur kalimat yatwallāhu al-khalīfatu menegaskan bahwa pemerintahan yang ideal adalah yang melayani masyarakat, bukan sebaliknya — khalifah “mengurus sistem kemaslahatan,” bukan memonopoli atau menguasainya.


🌸 Rangkuman I‘rāb dan Alasan Harakat

Kata Harakat Akhir Sebab Gramatikal Fungsi
فَ Fathah (َ) Huruf ‘athf (tetap) Penghubung
تَكُونُ Ḍammah (ُ) Fi‘l mudhāri‘ marfū‘ Kata kerja (menjadi)
مَصَالِحُ Ḍammah (ُ) Isim kāna (marfū‘) Subjek
النَّاسِ Kasrah (ِ) Mudhāf ilayh Menjelaskan kepemilikan
جِهَازًا Fathah (َ) Khabar kāna (manshub) Predikat “menjadi sistem”
يَتَوَلَّاهُ Ḍammah (ُ) Fi‘l mudhāri‘ marfū‘ Kata kerja (mengelola)
الْخَلِيفَةُ Ḍammah (ُ) Fa‘il (subjek pelaku) Pelaku dari yatawallāhu

🌿 Penjelasan Harakat Secara Konseptual

  • Ḍammah (ُ) → tanda rafa‘, untuk pelaku dan subjek.

  • Fathah (َ) → tanda nashb, untuk objek dan khabar kāna.

  • Kasrah (ِ) → tanda jarr, untuk kata sesudah huruf jar atau sebagai mudhāf ilayh.


🧭 Pelajaran dari Kalimat Ini

Bahasa Arab tidak hanya menata huruf, tetapi juga menata makna sosial.
Dalam kalimat ini, maṣāliḥu n-nās (kemaslahatan masyarakat) ditempatkan sebagai subjek utama, sedangkan al-khalīfatu (kalifah) berperan sebagai pelayan yang mengurusnya — sebuah simbol tata kelola yang berbasis pelayanan publik (public service leadership) yang berakar dari sunnah Rasul ﷺ.


Oke kita lanjutkan penjelasan rinci untuk bagian berikutnya dari teks:

أَوْ يُعَيِّنَ لَهُ مُدِيرًا كُفْؤًا يَتَوَلَّاهُ

Kita sertakan versi tanpa harakat, versi berharakat lengkap, terjemahan singkat, dan penjelasan detail kenapa setiap kata memiliki harakat tertentu (a–i–u) beserta analisis nahwu–sharaf yang relevan.


📜 Teks tanpa harakat

او يعين له مديرا كفؤا يتولاه


📖 Teks dengan harakat lengkap

أَوْ يُعَيِّنَ لَهُ مُدِيرًا كُفْؤًا يَتَوَلَّاهُ.


🌿 Terjemahan Singkat

Atau ia menunjuk seorang pengelola yang cakap untuk mengurusnya.


✍️ Penjelasan Nahwu–Sharaf dan Alasan Harakat

🔹 1. أَوْ

  • Huruf ‘athf (kata sambung) yang berarti “atau”.

  • Mabnī ‘ala as-sukūn (ْ) → tidak berubah harakatnya karena termasuk huruf mabnī.

  • Menghubungkan kalimat sebelumnya "يَتَوَلَّاهُ الْخَلِيفَةُ" dengan alternatif tindakan berikutnya ("يُعَيِّنَ لَهُ مُدِيرًا...").

📘 Fungsi maknawi: menunjukkan opsi administratif — jika khalifah tidak langsung mengurus, maka ia dapat menunjuk pejabat yang berkompeten.


🔹 2. يُعَيِّنَ

  • Fi‘l mudhāri‘ (kata kerja kini) dari akar ع ي ن dalam wazan فعّل – يُفعِّلُ, artinya “menunjuk / mengangkat / menetapkan.”

  • Harakat akhir fathah (َ), bukan ḍammah (ُ).

    • Ini karena fi‘l mudhāri‘ di sini manshūb oleh huruf ‘athf kepada fi‘l sebelumnya yang juga manshūb dalam struktur jawāb atau ta‘līl yang konteksnya masih bergantung pada “فتكون... يتولاّه الخليفة أو يُعيّن...”.

    • Ada taqdīr (makna tersirat): فَتَكُونُ مَصَالِحُ النَّاسِ جِهَازًا... أَنْ يُعَيِّنَ لَهُ مُدِيرًا...
      → sehingga yu‘ayyina berstatus manshūb bi-an muqaddarah (dinasabkan oleh “أن” yang tersembunyi).

📘 Catatan Sharaf:

  • Pola فعّل – يُفعِّلُ menunjukkan tash‘īd (penegasan makna): bukan sekadar “melihat,” tapi “menetapkan seseorang pada posisi.”


🔹 3. لَهُ

  • Huruf لِـ adalah ḥarf jarr → bermakna “untuk / bagi”.

  • هُ adalah ḍamīr muttashil (kata ganti terhubung), berarti “nya,” kembali kepada al-khalīfah (atau kepada jihāz al-maṣāliḥ tergantung konteks).

  • Karena huruf jar, maka kata setelahnya majrūr (tapi di sini hanya ḍamīr, jadi bentuknya tetap لهُ dengan ḍammah pada hā’).

📘 Makna:
“yu‘ayyina lahu” → “ia menetapkan untuknya” — menunjukkan bahwa penunjukan ini dilakukan demi membantu pihak yang memiliki tanggung jawab utama.


🔹 4. مُدِيرًا

  • Isim maf‘ūl dari akar dāra–yadūru (دَارَ – يَدُورُ) → “mengelola, memutar, mengatur.”

  • Maknanya: “pengelola,” “direktur,” atau “manajer.”

  • Harakat akhir fathah (َ) karena menjadi maf‘ūl bih (objek langsung) dari fi‘l yu‘ayyina.

    • Siapa yang ditunjuk? → mudīran.

    • Maka statusnya manshūb dengan tanda fathah.

📘 Kaedah penting:

Fi‘l ‘ayyana (menetapkan) selalu mengambil objek langsung.
Contoh:

  • عَيَّنَ الأَمِيرُ مُدِيرًا → “Pemimpin menunjuk seorang pengelola.”


🔹 5. كُفْؤًا

  • Berarti “kompeten,” “cakap,” atau “layak.”

  • Ini adalah na‘t (sifat) bagi mudīran, sehingga mengikutinya dalam i‘rāb:

    • mudīran → manshūb (fathah)

    • maka kufu’an juga → manshūb (fathah).

  • Harakat sukun di tengah كُفْـ berasal dari wazan فُعْلٌ (seperti رُسْلٌ, عُقْلٌ), kemudian berubah ke bentuk كُفْؤٌ dalam makna sifat musyabbahah (sifat tetap).

📘 Catatan Balāghah:
Kata kufu’an menegaskan bahwa pemimpin seharusnya menetapkan orang yang ahli dan sepadan dengan tanggung jawabnya — bukan sekadar menunjuk siapa pun.


🔹 6. يَتَوَلَّاهُ

  • Dari akar و ل ي (waliyy) → berarti “mengurus / melaksanakan / memimpin.”

  • Fi‘l mudhāri‘ (kata kerja kini) marfū‘ dengan tanda ḍammah (ُ) karena tidak didahului penashab (lan, an) atau penjazim (lam).

  • Akhiran هُ adalah ḍamīr maf‘ūl bih (kata ganti objek), berarti “nya” → kembali ke jihāz al-maṣāliḥ (sistem kemaslahatan).

📘 Struktur makna:

yu‘ayyina lahu mudīran kufu’an yatawallāhu
→ “Ia menunjuk seorang pengelola yang cakap untuk mengurusnya.”


🌸 Rangkuman I‘rāb dan Alasan Harakat

Kata Harakat Akhir Status Nahwu Fungsi Keterangan
أَوْ Sukūn (ْ) ḥarf ‘athf Penghubung Tidak berubah
يُعَيِّنَ Fathah (َ) Fi‘l mudhāri‘ manshūb Kata kerja “menunjuk” Dinasabkan oleh “أن” tersembunyi
لَهُ Dhammah (ُ) pada hā’ Jar + ḍamīr “untuknya” Objek tidak langsung
مُدِيرًا Fathah (َ) Maf‘ūl bih Objek langsung Orang yang ditunjuk
كُفْؤًا Fathah (َ) Na‘t (sifat) Sifat bagi mudīran Sama i‘rābnya
يَتَوَلَّاهُ Dhammah (ُ) Fi‘l mudhāri‘ marfū‘ Kata kerja “mengelolanya” Tidak ada penashab/penjazim

🌿 Penjelasan Harakat Secara Prinsip

  • Ḍammah (ُ) → tanda rafa‘, untuk pelaku dan fi‘l mudhāri‘ yang tidak didahului penashab.

  • Fathah (َ) → tanda nashb, untuk objek langsung (maf‘ūl bih), khabar kāna, dan fi‘l mudhāri‘ manshūb.

  • Kasrah (ِ) → muncul hanya pada bentuk jar, tapi di sini tidak muncul kecuali dalam bentuk dhamīr (لهُ).


🧭 Pelajaran dari Struktur Kalimat Ini

Kalimat ini menggambarkan konsep delegasi dalam kepemimpinan Islam.
Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa pemimpin tidak harus mengerjakan semuanya sendiri; ia bisa menunjuk orang yang kompeten untuk menjalankan tugas-tugas tertentu. Namun, kriteria utamanya adalah kecakapan dan keadilan, sebagaimana tergambar dari kata كُفْؤًا.
Dari sisi bahasa, setiap harakat di sini tidak hanya tanda gramatikal, tetapi juga menunjukkan hirarki makna — siapa yang berbuat (fi‘l), siapa yang menunjuk (fa‘il), dan siapa yang diatur (maf‘ūl bih).



Berikut lanjutan penjelasan rinci untuk bagian berikutnya dari teks:

وَهَذَا مَا نَتَبَنَّاهُ تَخْفِيفًا لِلْعَبْءِ عَنِ الْخَلِيفَةِ



📜 Teks tanpa harakat

وهذا ما نتبناه تخفيفا للعبء عن الخليفة


📖 Teks dengan harakat lengkap

وَهَذَا مَا نَتَبَنَّاهُ تَخْفِيفًا لِلْعَبْءِ عَنِ الْخَلِيفَةِ.


🌿 Terjemahan Singkat

Dan inilah yang kami adopsi sebagai bentuk keringanan beban dari khalifah.


✍️ Penjelasan Nahwu–Sharaf dan Alasan Harakat

🔹 1. وَهَذَا

  • وَ → huruf ‘athf (kata sambung), mabnī ‘ala al-fath (tetap dengan fathah).

  • هَذَاism isyārah (kata tunjuk) untuk mufrad mudhakkar (benda tunggal laki-laki), berarti “ini.”

    • Hādzā mabnī ‘ala sukūn di tempat rafa‘, karena berfungsi sebagai mubtada’ (subjek kalimat).

📘 Makna dan fungsi:
Frasa ini menjadi pembuka penegasan: “Dan inilah yang kami pilih/adopsi…”
Struktur ini lazim dalam bahasa Arab klasik untuk menandai peralihan dari penjelasan umum ke pernyataan prinsip.


🔹 2. مَا

  • di sini adalah mawṣūlah (kata sambung yang berarti “yang”).

  • Mabnī ‘ala as-sukūn, tidak berubah harakat.

  • Fungsinya: mawṣūl yang menghubungkan hādzā dengan kalimat setelahnya natabannāhu.

  • Secara makna, wa hādzā mā natabannāhu = “Inilah (sesuatu) yang kami adopsi.”

📘 Catatan:
Jenis mā mawṣūlah ini berbeda dengan mā nafiyah (“tidak”) atau mā istifhāmiyyah (“apa”).
Ia bersifat relatif, seperti “yang” dalam bahasa Indonesia.


🔹 3. نَتَبَنَّاهُ

  • Dari akar ب ن ي (bana – “membangun”) dalam wazan tafa‘alā atau tepatnya تَبَنَّى – يَتَبَنَّى berarti “mengadopsi / mengambil sesuatu sebagai prinsip.”

  • Di sini dalam bentuk fi‘l mudhāri‘ (kata kerja kini) yang dimasukkan huruf nūn di awal → “kami” (nahnu).

  • Harakat akhir ḍammah (ُ) → karena fi‘l mudhāri‘ ini marfū‘, tidak didahului huruf penashab (lan, kay, an) atau penjazim (lam, lam an-nahy).

  • Akhiran ـهُ adalah ḍamīr muttashil (kata ganti objek), berarti “nya” → kembali ke al-jihāz (sistem kemaslahatan).

📘 Makna lengkap:

natabannāhu = “kami mengadopsinya / kami menjadikannya prinsip.”

📘 Catatan sharaf:

  • Bentuk تَبَنَّى mengikuti pola تَفَعَّلَ → menunjukkan tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan dan kesadaran penuh.
    Jadi makna natabannāhu bukan sekadar “kami menerima,” tetapi “kami menegaskan pilihan dan menerapkannya.”


🔹 4. تَخْفِيفًا

  • Dari akar خ ف ف (ringan).

  • Bentuk taf‘īl (خَفَّفَ – يُخَفِّفُ – تَخْفِيفًا) berarti “meringankan.”

  • Dalam kalimat ini, takhfīfan adalah maf‘ūl li-ajlih (keterangan sebab / tujuan).

    • Karena menjadi maf‘ūl li-ajlih, maka statusnya manshūb, tanda nashb = fathah (َ).

  • Maknanya: “sebagai keringanan” atau “untuk meringankan.”

📘 Catatan nahwu:

Maf‘ūl li-ajlih menjawab pertanyaan “mengapa?”
Contoh:

  • دَرَسْتُ اجْتِهَادًا → “Aku belajar dengan sungguh-sungguh (karena kesungguhan).”

  • نَتَبَنَّاهُ تَخْفِيفًا → “Kami mengadopsinya demi keringanan.”


🔹 5. لِلْعَبْءِ

  • Huruf لِـ = ḥarf jar (kata depan) bermakna “untuk / demi / sebagai.”

  • الْعَبْءِ = isim majrūr (kata benda yang dikenai huruf jar).

    • Asal katanya عِبْءٌ (beban).

    • Karena huruf jar sebelumnya, maka akhir katanya kasrah (ِ)al-‘ab’i.

    • Dhammah pada huruf bā’ berubah jadi kasrah karena bentuk asli ‘ib’ (dengan hamzah di akhir) menuntut kasrah agar ringan diucapkan.

📘 Makna literal:

takhfīfan lil-‘ab’i → “sebagai keringanan bagi beban.”


🔹 6. عَنِ الْخَلِيفَةِ

  • عَن = huruf jar, berarti “dari.”

  • الْخَلِيفَةِ = isim majrūr dengan tanda kasrah (ِ) karena didahului huruf jar.

  • Gabungan ini menjadi jar wa majrūr yang menjelaskan dari siapa beban itu diringankan, yaitu “dari khalifah.”

📘 Analisis Nahwu Keseluruhan:

wa hādzā mā natabannāhu takhfīfan lil-‘ab’i ‘ani al-khalīfah
→ “Dan inilah yang kami adopsi sebagai bentuk keringanan beban dari khalifah.”


🌸 Rangkuman I‘rāb dan Alasan Harakat

Kata Harakat Akhir Status Nahwu Fungsi Alasan Harakat
وَ Fathah (َ) Huruf ‘athf Penghubung Mabnī
هَذَا Sukūn (ْ) Mubtada’ Subjek Mabnī ‘ala sukūn
مَا Sukūn (ْ) Isim Mawṣūl “yang” Mabnī
نَتَبَنَّاهُ Ḍammah (ُ) Fi‘l mudhāri‘ marfū‘ Kata kerja “kami adopsi” Tidak ada penashab/penjazim
تَخْفِيفًا Fathah (َ) Maf‘ūl li-ajlih Keterangan sebab Manshūb
لِلْعَبْءِ Kasrah (ِ) Isim majrūr Objek huruf jar Dikenai “li”
عَنِ الْخَلِيفَةِ Kasrah (ِ) Jar majrūr Keterangan asal Dikenai “‘an”

🌿 Penjelasan Harakat Secara Prinsip

  • Ḍammah (ُ) → menandai rafa‘ (kata kerja marfū‘ atau subjek).

  • Fathah (َ) → menandai nashb (objek, keterangan sebab, atau khabar kāna).

  • Kasrah (ِ) → menandai jarr (kata setelah huruf jar).

  • Sukūn (ْ) → untuk huruf atau isim mabnī yang tidak berubah bentuk.


🧭 Pelajaran dari Kalimat Ini

Struktur ini menggambarkan kebijaksanaan administrasi dalam Islam.
Pemimpin diperbolehkan mendelegasikan tugas dan mengadopsi sistem tertentu, selama tujuannya adalah meringankan beban umat dan khalifah.
Bahasa Arab melalui harakatnya memperlihatkan hierarki makna:

  • Subjek (hādzā) → hal yang ditegaskan.

  • Fi‘l (natabannāhu) → tindakan yang dilakukan.

  • Takhfīfan lil-‘ab’i ‘ani al-khalīfah → alasan moral dan tujuan sosialnya.

Dengan demikian, setiap harakat bukan sekadar aturan tata bahasa, tapi refleksi etika dan tujuan kebijakan dalam Islam.


Berikut lanjutan penjelasan rinci untuk bagian berikutnya dari teks:

وَخَاصَّةً وَقَدْ تَشَعَّبَتِ الْمَصَالِحُ وَتَكَاثَرَتْ


📜 Teks tanpa harakat

وبخاصة وقد تشعبت المصالح وتكاثرت


📖 Teks dengan harakat lengkap

وَبِخَاصَّةٍ وَقَدْ تَشَعَّبَتِ الْمَصَالِحُ وَتَكَاثَرَتْ.


🌿 Terjemahan Singkat

“Dan secara khusus, ketika berbagai kepentingan telah bercabang dan semakin banyak.”


✍️ Penjelasan Nahwu dan Sharaf (kenapa harakatnya begitu)

🔹 1. وَبِخَاصَّةٍ

Mari kita uraikan kata demi kata:

a. وَ

Huruf ‘athf (penghubung), mabnī ‘ala al-fath (tidak berubah bentuk).
Maknanya: dan.

b. بِـ

Huruf jar (ḥarf jarr), berarti “dengan” atau “secara”.
Huruf ini menjadikan kata setelahnya menjadi majrūr (berharakat kasrah di akhir).

c. خَاصَّةٍ

  • Dari akar خ ص ص (makna: mengkhususkan, membedakan).

  • Polanya adalah فَاعِلَةٌkhāṣṣah, yang bermakna “hal khusus” atau “secara khusus”.

  • Karena didahului huruf بِ, maka i‘rāb-nya menjadi majrūr (berharakat kasrah).
    خَاصَّةٍ (bukan خَاصَّةً).

🔹 2. وَقَدْ

  • وَ = huruf ‘athf (penghubung).

  • قَدْ = huruf tahqīq atau taqrīb (penegas waktu).

    • Bila diikuti fi‘l māḍī (kata kerja lampau), maknanya “sungguh / telah.”

    • Maka di sini menandakan bahwa keadaan tersebut telah terjadi.

📘 Makna Nahwu:
“Wa qad” sering muncul sebelum fi‘l māḍī untuk menunjukkan realitas yang sudah nyata.

wa qad tasha‘abat al-maṣāliḥu → “dan sungguh, kepentingan-kepentingan itu telah bercabang.”


🔹 3. تَشَعَّبَتِ

  • Fi‘l māḍī (kata kerja lampau) dari akar ش ع ب (bercabang, terpecah).

  • Pola تَفَعَّلَتَشَعَّبَ artinya “bercabang / menyebar ke berbagai arah.”

  • Harakat akhirnya sukūn (تْ) karena fi‘l māḍī mu’annats (bentuk perempuan tunggal).

  • Subjeknya adalah الْمَصَالِحُ (jamak taksir yang diperlakukan sebagai mu’annats tunggal).

📘 Analisis harakat:

  • tasha‘aba → bentuk dasar (laki-laki).

  • tasha‘abat → bentuk mu’annats, karena al-maṣāliḥ dianggap mu’annats (meskipun bukan kata perempuan secara bentuk, tapi karena jamak taksir).

📘 Makna:

tasha‘abat al-maṣāliḥu = “urusan-urusan kepentingan telah bercabang.”

Menunjukkan bahwa sistem masyarakat makin kompleks, tidak sesederhana zaman awal.


🔹 4. الْمَصَالِحُ

  • Jamak dari مَصْلَحَةٌ → berarti “kemaslahatan / kepentingan.”

  • Di sini berperan sebagai fa‘il (pelaku) dari fi‘l tasha‘abat.

  • Karena menjadi fa‘il, maka marfū‘ dengan tanda ḍammah (ُ) di akhirnya.

📘 Catatan Sharaf:

  • maṣāliḥ mengikuti pola mafā‘il (مَفَاعِل), bentuk jamak taksir dari maṣlaḥah.

  • Dalam struktur ini, al-maṣāliḥu = pelaku tindakan bercabang (tasha‘abat).


🔹 5. وَتَكَاثَرَتْ

  • wa = penghubung (huruf ‘athf).

  • takātharat = fi‘l māḍī (kata kerja lampau) dari akar كَثُرَ (banyak), dalam pola تَفَاعَلَ yang bermakna “saling bertambah / menjadi banyak.”

  • Akhirnya sukūn (تْ) karena juga fi‘l māḍī mu’annats, subjeknya sama: al-maṣāliḥu.

  • Maka secara makna:

    “dan telah bertambah banyak (urusan) itu.”

📘 Makna gabungan:

tasha‘abat al-maṣāliḥu wa takātharat → “urusan-urusan itu telah bercabang dan semakin banyak.”

Kedua fi‘l ini (tasha‘abat dan takātharat) berfungsi saling melengkapi:
yang pertama menggambarkan kompleksitas, yang kedua menunjukkan kuantitas.


🌸 Analisis Harakat Akhir

Kata Harakat Akhir Fungsi Alasan
وَ Fathah Huruf ‘athf Mabnī, tidak berubah
بِ Kasrah Huruf jar Menarik kata berikut menjadi majrūr
خَاصَّةٍ Kasrah (ٍ) Ism majrūr (kata benda setelah huruf jar) Karena didahului “بِ”
وَ Fathah Penghubung Mabnī
قَدْ Sukūn Huruf tahqīq Mabnī
تَشَعَّبَتِ Sukūn (تْ) Fi‘l māḍī mu’annats Bentuk lampau perempuan
الْمَصَالِحُ ḍammah (ُ) Fa‘il Marfū‘
وَتَكَاثَرَتْ Sukūn (تْ) Fi‘l māḍī mu’annats Sama subjeknya: al-maṣāliḥu

🧭 Catatan Balāghah (Keindahan Retorika)

Kata بِخَاصَّةٍ menambah nuansa empati dan perhatian Rasulullah ﷺ terhadap konteks zaman.
Kalimat ini memberi kesan bahwa semakin bercabangnya urusan masyarakat dan bertambahnya kepentingan membuat sistem administrasi perlu ditata lebih rapi — bukan karena beban, tetapi karena kepedulian dan tanggung jawab sosial.

Dalam gaya bahasa Arab klasik, pemakaian بِخَاصَّةٍ sering digunakan dalam konteks perhatian yang lembut dan spesifik, misalnya:

إِنَّ النَّاسَ يُحِبُّونَ الرَّاحَةَ، وَبِخَاصَّةٍ فِي الْحَرِّ الشَّدِيدِ
“Manusia menyukai kenyamanan, terutama ketika panas terik.”


Apakah kamu ingin saya lanjutkan ke bagian sesudahnya:

فَيَكُونُ هُنَاكَ جِهَازُ إِصْلَاحِ النَّاسِ يَتَوَلَّاهُ عَلَى وَجْهِهِ مُدِيرٌ كُفْءٌ...
dengan format penjelasan harakat dan sebab-nya seperti ini (siap post di blog)?

 

========

Bagus — berikut lanjutan penjelasan rinci (siap di-post di blog) untuk bagian berikutnya dari teks:

وَخَاصَّةً وَقَدْ تَشَعَّبَتِ الْمَصَالِحُ وَتَكَاثَرَتْ

Saya sertakan versi tanpa harakat, berharakat lengkap, terjemahan singkat, serta uraian kata demi kata dengan penjelasan kenapa harakatnya seperti itu (a–i–u) berdasarkan kaidah nahwu dan sharaf.


📜 Teks tanpa harakat

وخاصة وقد تشعبت المصالح وتكاثرت


📖 Teks dengan harakat lengkap

وَخَاصَّةً وَقَدْ تَشَعَّبَتِ الْمَصَالِحُ وَتَكَاثَرَتْ.


🌿 Terjemahan Singkat

Terutama ketika berbagai kepentingan telah bercabang dan bertambah banyak.


✍️ Penjelasan Nahwu–Sharaf dan Alasan Harakat

🔹 1. وَخَاصَّةً

  • وَ → huruf ‘athf (kata sambung), mabnī ‘ala al-fath (tetap dengan fathah).

  • خَاصَّةً berasal dari kata dasar خَصَّ – يَخُصُّ (mengkhususkan). Bentuk خَاصَّةً adalah masdar yang berarti “secara khusus” atau “terutama.”

  • Harakat akhirnya fathah (َ) karena berfungsi sebagai maf‘ūl mutlaq atau ẓarf (keterangan keadaan).
    Dalam konteks ini, khāṣṣatan adalah ẓarf yang menekankan makna keadaan:

    “terutama / secara khusus.”

📘 Kaedah Nahwu:
Ketika masdar digunakan untuk menegaskan makna keadaan, ia manshūb (fathah).
Contoh paralel:

عَامَّةً وَخَاصَّةً – “umumnya dan khususnya.”

📘 Makna:
Wa khāṣṣatan di sini mempertegas maksud kalimat sebelumnya:
“Dan inilah yang kami adopsi… terutama ketika urusan telah bercabang.”




🌸 Rangkuman I‘rāb dan Alasan Harakat

Kata Harakat Akhir Status Nahwu Fungsi Alasan Harakat
وَ Fathah (َ) Huruf ‘athf Penghubung Mabnī
خَاصَّةً Fathah (َ) Ẓarf / Maf‘ūl Mutlaq Keterangan keadaan Manshūb
وَ Fathah (َ) Huruf ‘athf Penghubung Mabnī
قَدْ Sukūn (ْ) Huruf Tahqīq Penegas waktu Mabnī
تَشَعَّبَتِ Sukūn (تْ) Fi‘l māḍī mu’annats Kata kerja “bercabang” Akhir fi‘l māḍī
الْمَصَالِحُ ḍammah (ُ) Fa‘il Pelaku (kemaslahatan) Marfū‘
وَتَكَاثَرَتْ Sukūn (تْ) Fi‘l māḍī mu’annats Kata kerja “bertambah banyak” Mengikuti subjek sebelumnya

🌿 Penjelasan Harakat Secara Prinsip

  • Fathah (َ) → menandai kata benda manshūb (seperti khāṣṣatan).

  • ḍammah (ُ) → untuk subjek marfū‘ (seperti al-maṣāliḥu).

  • sukūn (ْ) → untuk akhir fi‘l māḍī perempuan tunggal (تْ).

  • sukūn juga digunakan untuk huruf mabnī seperti wa dan qad (tidak berubah).


🧭 Pelajaran dari Kalimat Ini

Bahasa Arab di sini menampilkan keindahan logika sosial dalam struktur kalimat.

  • Kata kerja tasha‘abat menunjukkan kerumitan sistem — urusan masyarakat sudah bercabang.

  • Kata takātharat menegaskan pertumbuhan jumlah dan skala masalah.

  • Sedangkan khāṣṣatan di awal menandakan fokus perhatian Rasulullah ﷺ dan para khalifah terhadap persoalan administratif yang semakin kompleks.

Dari sisi nahwu, urutan ini menggambarkan realitas sosial yang berlapis, sementara dari sisi balāghah, ia menegaskan urgensi penataan pemerintahan secara sistematis — bukan karena beban berat semata, tapi karena kebutuhan zaman yang terus berkembang.


BERSAMBUNG ...

 

Terkait :


Update:
Keywords:
0 comments


0 comments:

Posting Komentar

--
 

Bersama Belajar Islam | Pondok OmaSAE: Bersama mengkaji warisan Rasulullah saw | # - # | Pondok OmaSAE : Belajar Agama via online


Didukung oleh: Suwur - Tenda SUWUR - OmaSae - Blogger - JayaSteel - Air Minum Isi Ulang - TAS Omasae - Furniture - Rumah Suwur - Bengkel Las -