Buletin Kaffah, No. 131, 12
Rajab, 1441 H-06 Maret 2020 M
TANPA KHILAFAH,
KAUM MUSLIM AKAN TERUS DINISTA!
India
memanas. Sejak Ahad 23 Februari 2020, umat Islam di India menjadi korban
kebrutalan kalangan Hindu radikal. Mereka mengalami penganiayaan fisik tak
terperi. Digebuk beramai-ramai dengan menggunakan tongkat, batang besi, batu,
bahkan senjata api.
Para
pembantai pun dengan pongah berteriak-teriak masuk ke dalam masjid. Menganiaya
kaum Muslim yang sedang beribadah di dalamnya. Masjid pun dibakar. Ada orang di
jalan yang mengenakan peci, berjenggot dan berpakaian gamis—sebagai ciri
seorang Muslim—langsung dikeroyok, diserang dan digebuk.
Banyak
Muslim India yang mengalami luka-luka. Bahkan sampai meninggal dunia. Darah
Muslim India pun tertumpah.
Sebelum
tragedi yang menzalimi Muslim India ini terjadi, pada 11 Desember 2019 rezim
penguasa India, yang dikuasai oleh Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata
(BJP), telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Amandemen Warga Negara atau
Citizenship Amendment Bill (CAB) yang anti Muslim. Salah satu isi dari UU
tersebut adalah memberikan peluang kepada imigran ilegal non-Muslim dari Afganistan,
Bangladesh dan Pakistan untuk mendapatkan kewarganegaraan India, sementara yang
Muslim tak memperoleh payung hukum yang sama.
UU
tersebut juga mengharuskan umat Muslim India untuk membuktikan bahwa mereka
adalah warga negara India. Dengan itu ada kemungkinan warga Muslim India justru
akan kehilangan kewarganegaraan tanpa alasan. Sebaliknya, warga India
non-Muslim tidak diwajibkan hal yang sama.
Tak Ada Kepedulian
Di
tengah darah umat Islam India yang tertumpah, ternyata tak ada satu pun
penguasa negeri-negeri Muslim yang peduli. Penguasa negeri ini, sebagai negeri berpenduduk
Muslim terbesar di dunia, juga tak menunjukkan kepedulian yang serius. Sekadar
kecaman pun tidak ada. Sikap tak tegas ini besar kemungkinan dipengaruhi oleh adanya
kepentingan dagang untuk menggenjot ekspor sawit ke India. Rezim Indonesia
khawatir bila menyampaikan kecaman akan mengganggu kemitraan dagang strategis
dengan India.
Memang
ada pemimpin Muslim yang mengecam keras pembantaian umat Islam di India, yaitu
Presiden Turki, Erdogan. Namun, itu hanya kecaman. Tak bisa disebut sebagai kepedulian
yang serius.
Kepedulian
yang serius tentu harus sampai menghentikan pembantaian dan mengadili pelaku
pembantaian dengan hukuman yang setimpal. Termasuk membuat jera Pemerintah
India yang membuat kebijakan politik tidak adil yang akhirnya memicu
pembantaian terhadap umat Islam. Pengerahan militer negeri-negeri Muslim adalah
salah satu tindakan yang menunjukkan keseriusan untuk melindungi Muslim India.
Sayang, hal itu tidak terjadi. Begitu pun saat kaum Muslim di Myanmar, Suriah,
Palestina dan di belahan dunia lain ditindas.
Tragedi
yang terjadi pada Muslim India ini melengkapi penderitaan yang menimpa umat
Islam di wilayah India lainnya, yaitu Kashmir. Sejak 72 tahun yang lalu Muslim
di Kashmir mengalami penculikan dan pembunuhan kejam yang dilakukan oleh
tentara India. Sampai saat ini Muslim di Kashmir terus dizalimi.
Kekerasan
fisik kepada umat Islam tak hanya terjadi di India, tetapi juga terus dialami
oleh kaum Muslim di Turkistan Timur (Xinjiang), Myanmar, Suriah dan tentu di
Palestina yang telah sekian puluh tahun menderita dijajah Israel yang didukung
Amerika dan Eropa.
Kepada
siapa umat Islam harus berharap? Apakah kepada PBB? Tidak. Adakah dari para
penguasa Muslim yang berani menjadi "lelaki" meski cuma sehari saja? Juga
tidak. Mereka tak ubahnya banci. Tak punya keberanian sedikit pun, kecuali
sekadar mengutuk. Itu pun sekadar kedok untuk menutupi sikap pengecut mereka.
Lebih dari itu tidak dilakukan, seperti mengerahkan pasukan militer untuk
menghentikan serangan terhadap umat Islam.
Sekitar
tiga atau empat tahun lalu Saudi memang menggagas pembentukan aliansi militer
yang melibatkan 34 negara Muslim. Namun, kiprahnya tak terdengar sedikit pun
saat kaum Muslim mengalami pembantaian. Mengapa? Karena sejak awal aliansi ini
dibentuk dalam rangka menangkal “terorisme” dalam makna yang dikehendaki
Amerika dan Barat. Bukan untuk membela kaum Muslim yang tertindas di seluruh
dunia.
Sekali
lagi, kepada siapa umat Islam harus mencari pembelaan? Kepada siapa darah umat
Islam yang tertumpah harus diadukan? Kekuatan seperti apa yang bisa melindungi
dengan serius setiap penderitaan dan tetes darah umat Muslim yang tertumpah?
Umat Butuh Khilafah!
Setiap
tanggal 3 Maret, umat Islam disegarkan kembali ingatannya akan sebuah institusi
besar dalam sejarah umat Islam yaitu Khilafah.
Pada
tanggal 3 Maret 1924 (bertepatan dengan 28 Rajab 1345 H), lebih dari 96 tahun
lalu, Khilafah Islamiyah dihilangkan eksistensinya. Satu hari setelah
peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw., seorang agen Inggris yaitu Mustafa
Kemal la’natulLah ‘alath telah mengusir Khalifah Sultan Abdul Majid II
dari Istana Dolmabahce. Dia pun secara resmi menghapus keberadaan institusi
Khilafah Islamiyah.
Sejak
saat itulah umat Islam terpecah dalam berbagai negara-bangsa. Masing-masing
bangga dengan tanah air dan bangsanya. Masing-masing memutus tali hubungan persaudaraan
sesama Muslim karena perbedaan tanah air dan bangsanya. Setiap negara-bangsa
dipimpin oleh para agen Barat penjajah yang semakin menjauhkan umat dari Islam.
Sejak
Khilafah diruntuhkan, tetes darah umat Islam terus tertumpah tanpa perlindungan
dan pembelaan sedikit pun.
Dengan
semua penderitaan dan darah umat Islam yang tertumpah di berbagai belahan dunia
saat ini, umat makin membutuhkan Khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah. Alasannya,
sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah saw.:
»إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ«
Imam
(Khalifah) itu laksana perisai. Kaum Muslim diperangi (oleh kaum kafir) di belakang
dia dan dilindungi oleh dirinya
(HR Muslim).
Dengan
kata lain, Khalifah adalah pelindung sejati umat. Apa yang disabdakan
Rasulullah saw. di atas dibuktikan dalam sejarah antara lain oleh Khalifah
Al-Mu’tashim Billah yang sukses menaklukkan Kota Amuriyah (di Turki), kota
terpenting bagi imperium Romawi saat itu, selain Konstantinopel.
Al-Qalqasyandi
dalam kitabnya, Ma’atsir al-Inafah, menjelaskan salah satu sebab
penaklukan kota itu pada tanggal 17 Ramadhan 223 H. Diceritakan bahwa penguasa
Amuriyah, salah seorang raja Romawi, telah menawan wanita mulia keturunan
Fathimah ra. Wanita itu disiksa dan dinistakan hingga berteriak dan menjerit
meminta pertolongan.
Menurut
Ibn Khalikan dalam Wafyah al-A’yan, juga Ibn al-Atsir dalam Al-Kamil
fi at-Tarikh, saat berita penawanan wanita mulia itu sampai ke telinga
Khalifah Al-Mu’tashim Billah, saat itu sang Khalifah sedang berada di atas
tempat tidurnya. Ia segera bangkit dari tempat tidurnya seraya berkata, “Aku segera
memenuhi panggilanmu!”
Tidak
berpikir lama, Khalifah Al-Mu’tashim Billah segera mengerahkan sekaligus
memimpin sendiri puluhan ribu pasukan kaum Muslim menuju Kota Amuriyah.
Terjadilah peperangan sengit. Kota Amuriyah pun berhasil ditaklukkan. Pasukan
Romawi bisa dilumpuhkan. Sekitar 30 ribu tentaranya terbunuh. Sebanyak 30 ribu
lainnya ditawan oleh pasukan kaum Muslim. Sang Khalifah pun berhasil
membebaskan wanita mulia tersebut. Sang Khalifah lalu berkata di hadapannya,
“Jadilah engkau saksi untukku di depan kakekmu (Nabi Muhammad saw.), bahwa aku
telah datang untuk membebaskan kamu.”
Semoga
Allah SWT merahmati Al-Mu’tashim Billah. Begitulah seharusnya pemimpin kaum
Muslim.
Bagaimana
dengan para penguasa Muslim saat ini? Sekali lagi: Adakah di antara mereka yang
berani menjadi "lelaki" meski hanya sehari saja? Tidak ada. Mereka
semua tetap memilih menjadi banci! Padahal jelas, di hadapan mereka bukan satu
jiwa Muslim yang dinista, tetapi ratusan ribu, bahkan jutaan, seperti yang
terjadi saat ini di berbagai belahan dunia.
Alhasil,
sekali lagi, Dunia Islam memang butuh Khilafah, juga seorang khalifah sebagai
pelindung sejati kaum Muslim, seperti Al-Mu'tashim Billah.
Semoga
saja umat Islam di seluruh dunia segera memiliki Khilafah, juga pemimpin
pemberani yang mengayomi seperti Khalifah Al-Mu’tashim Billah. Khilafahlah yang
akan menaklukkan Amerika, Eropa, Rusia, Cina dan India; menyatukan berbagai
negeri Islam; menjaga kehormatan kaum Muslim; dan menolong kaum tertindas.
Insya
Allah, masa yang mulia itu akan segera tiba karena memang telah di-nubuwwah-kan
oleh Rasulullah saw.:
»...ثُمّ تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ«
...Kemudian
akan datang kembali masa Khilafah yang mengikuti metode kenabian (HR Ahmad).
Hanya
saja, umat Islam sedunia tak cukup menunggu seraya berdoa. Diperlukan upaya dan
perjuangan sungguh-sungguh kaum Muslim sedunia untuk menegakkan Khilafah
Rasyidah 'ala minhaj an-nubuwwah agar segera terwujud kembali di muka
bumi, dengan izin Allah SWT. []
Hikmah:
Tsauban
ra. bertutur bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
إِنَّ اللَّهَ
زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ
مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا...
Sungguh Allah pernah menghimpun (seluruh bagian) bumi
untukku. Lalu aku melihat bagian timur dan baratnya. Sungguh kekuasaan umatku
(Khilafah, red.) akan menjangkau seluruh bagian bumi yang telah Allah himpun untukku…
(HR Muslim,
at-Tirmidzi dan abu Dawud). []
0 komentar:
Posting Komentar