Tadi janjian mau "ngopi" bareng sama seorang teman, akad waktunya ba'da isya'. Dan kebetulan ba'da magrib saya dan teman saya itu juga ada acara hingga menjelang isya' posisi kami sama-sama ada di jalan sampai waktu adzan isya' tiba kami deal utk bertemu pada sebuah masjid.
Dan kebetulan di masjid yg kami sepakati untuk bertemu sedang ada kajian, setelah markir motor lanjut ambil wudhu langsung ambil tempat ikut nyimak kajian.
Baper pertama,
Mungkin baru semenit "melebur" dgn kajian saya langsung terpesona dengan pengisi kajian yg menyampaikan materi tentang kaum mu'tazilah, orangnya masih muda umurnya kisaran anak kuliah kira-kira awal 20-an, penampilannya pun full nyunnah, gaya penyampaiannya penuh semangat, ketika menerangkan kekeliruan kaum mu'tazilah dia sampaikan hujjah dari nash-nash syara' meski yg dominan adalah pendapat ulama. Usia, gaya dan kefasihannya benar-benar membuat saya terbawa perasaan, antara malu juga iri.
Baper Kedua,
Ternyata saya cuma kebagian dari akhir kajian, sekitar lima menit gabung pemateri menyampaikan "closing" dari materi yg disampaikannya, isinya kurang lebih adalah, mu'tazilah itu suatu kaum yg ada pada jaman dulu, namun begitu saat ini pun ada kelompok yg menyerupainya, dan antum (jama'ah) harus hati-hati dan menghindari kelompok ini. Ciri-ciri kelompok ini adalah selalu mengorek-ngorek kesalahan penguasa, sekalipun itu benar. Dan jelas kelompok yg tidak taat pada ulil amri seperti ini bukanlah termasuk ahlu sunnah waljamaah.
Seketika saya juga langsung terbawa perasaan, tapi kali ini perasaan yg tak memgenakan, bukan dikarenakan saya gede rumangsa atau kesindir, tapi merasa rugi tadi sudah sempat kagum sama nih anak yg begitu fasih ketika berdalil, namun ketika dia memberi stempel sebuah kelompok dengan ciri tertentu menyerupai mu'tazilah sama sekali tidak menggunakan dalil kecuali dgn realitas yg dipaksa nyambung, kaidah daripada begono mending begini serta analogi saja.
Sempat berpikir nunggu untuk minta nomor kontaknya, tapi inget pengalaman yg sudah-sudah. Kalo tatap muka maunya banyak bicara sedikit mendengar, kalo via hape makin vulgar vonis dan stempelnya.
Baper ketiga.
Dengan perasaan agak terusik ninggalin masjid menuju tempat parkir, namanya aja orang lagi rada terusik perasaannya, jadi jalannya agak lempeng dan kurang hati-hati pas nyebrang.
Nah pas nyebrang ke tempat parkir dgn gak hati-hati inilah yg justru bikin baper, hampir ketabrak rombongan akhwat yg mayoritas bercadar. Kaget jelas, tapi karena di daerah saya minim banget perempuan makai jilbab sekalipun ala kadarnya, meskipun sepintas melihat sekumpulan akhwat berpakaian syar'i hati jadi adem, bukannya apa. . . setidaknya sebagai pertanda kalo kiamat masih jauh. . .
Kiamatnya yg jauh. . . bukan jodohnya. . .
Ari Lharos
0 komentar:
Posting Komentar