NEGERI SETENGAH SADAR
Oleh S Rofaul Haq (Syabab HTI Bondowoso)
Masalah demi masalah di negeri ini selalu muncul. Seolah rakyat negeri ini ditakdirkan terlahir kemudian besar hingga kembali kepada sang pencipta untuk berjibaku dengan masalah. Tahun ini saja rakyat dikagetkan pelaksanaan PP no 60 th 2016 tentang Perubahan tarip PNBP dilingkungan kepolisian RI. PP yang mengatur tentang jenis dan tarip penerimaan Negara bukan pajak yang mencangkup BBN-KB, SWDKLL, STNK dan TNBK. Intinya semua unsur dalam STNK kecuali pajak mengalami kenaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Pelaksanaan PP no 60 th 2016 tersebut sebenarnya masyarakat bisa menerimanya. Disamping karena sudah terbiasa hidup susah, juga tidak ada pilihan lain akibat rendahnya daya tawar rakyat pada pemerintahan yang ada. Mau dilawan justru memperpanjang deretan masalah rakyat. Berani melawan maka berbagai label negatif siap dianugerahkan pada rakyat; mulai tidak taat pada Negara, tidak cinta NKRI sampai mau makar pada Negara. Aneh bin ajaib kan?
Tindakan protes dan kritis masyarakat terhadap PP No.60 tahun 2016 akhirnya mendapat respon. Riak-riak yang terjadi pun ditanggapi dengan saling melempar alasan dan tanggung jawab. Dimulai Presiden, menteri keuangan dan pihak kepolisian saling melempar seolah tidak pernah berniat menyakiti rakyat. Bahkan DPR yang notobene wakil rakyat hanya berinisiatif untuk memanggil semua pihak terkait untuk mendudukkan masalah tersebut. Lantas darimanakah PP tersebut muncul? Apakah muncul dari dunia ghaib? Dan sederetan pertanyaan lainnya yang ada di dada rakyat. Rakyatpun harus mengelus dada berjamaah sambil memegang kepala tanda kebingungan puncak sedang mendera. Bagaimana tidak, para pemimpin saja yang berhak mengambil kebijakan yang seharusnya bisa menjelaskan keadaan juga mengalami kebingungan bersama. Tanda-tanda apakah ini? Apakah ini tanda negeri setengah sadar?
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Jenderal Tito Karnavian berusaha menjelaskan ,” Biaya administrasi dinaikkan untuk kompensasi pelayanan yang lebih baik”,ujarnya di Jakarta jum’at ,06/1. Beliau juga menjelaskan,PP tersebut dibahas pemerintah yang diwakili Kementerian keuangan, BAPPENAS dan POLRI dengan DPR yang diwakili oleh Badan Anggaran DPR (cnnindonesia.com, 06/10 2017).
Setengah Sadar
Bingung kehilangan arah atau hilang arah baru bingung tidak perlu dipermasalahkan. Jelasnya negeri ini sedang mengalami demam tinggi hingga sering berbuat yang aneh-aneh. Bisa juga setengah sadar. Contoh kebingunan tersebut negeri ini kaya SDA namun kemiskinan ada dimana-mana; jumlah wanita dan janda tiap tahun meningkat fantastis namun poligami dipertanyakan. Sementara LGBT dibiarkan merajalela. Negeri ini mayoritas muslim, namun tirani minoritas terjadi. Muslim yang ingin hukum kitab sucinya diterapkan secara kaffah dituduh macam – macam. Bahkan untuk menuntut keadilan satu penghina al Qur’an saja, jutaan muslim harus bermandikan keringat, darahpun sempat tertumpah. Itupun belum ada jaminan terpenuhi. Benar-benar luar biasa negeri ini. Semua hanya terjadi di negeri dengan sitem demokrasi.
Polemik terkait PP No.60 tahun 2016 merupakan contoh nyata. Politik demokrasi senantiasa memainkan ping-pong dan bandul. Rakyat yang seharusnya diurusi kepentingan hidupnya, diabaikan dalam kehinaan. Upaya menuntut hak dan kewajiban yang seharusnya menjadi tanggung jawab penguasa seolah sirna. Karena penguasa memainkan suatu opera dan mampu membius rakyatnya. Upaya meredam kemarahan rakyat ini begitu tampak dari pernyataan pejabat yang memberikan angin segar, namun mengaburkan esensi kehidupan.
Rakyat adalah pemilik sah kekuasaan,namun dalam demokrasi rakyat tidak bisa menggunakan kekuasaan tersebut untuk kemakmuran sendiri. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat hanyalah manis diucap namun pahit dirasa. Kekuasaan sedang dipinjam untuk digunakan mensejahterakan rakyat Negara luar sana dan segelintir rakyat dalam negeri. Dan yang sangat menyakitkan adalah saat kekuasaan dipakai untuk menyakiti pemilik resmi kekuasaan itu sendiri. Entah itu berupa beban yang menghimpit berupa kenaikan pajak, BBM, kesehatan mahal, pendidikan semakin sulit terjangkau juga harga harga sembako yang mulai meningkat, penggusuran, dan PHK. Juga bisa berupa perampasan nyawa secara paksa hanya dengan dalih tertuduh teroris.
Hal yang membuat negeri ini setengah sadar karena mengambil sistem yang salah. Kapitalisme sebagai penggerak ekonomi akan terus menghisap rakyat dengan beban pajak. Rakyat dipaksa bahkan dianggap hina jika tidak membayar pajak. Hal yang sering terjadi, rakyat bayar pajak. Uang terkumpul lalu disikat dan diembat. Kebahagiaan sejati sulit diraih, rakyat dan penguasa beda arah tujuan dan kepentingan. Penguasa lebih suka melayani pemilik modal walau harus menyakiti rakyat,sementara rakyat harus berjuang sendiri untuk bisa bertahan hidup bahkan tidak jarang rakyat haruss berhadap – hadapan langsung dan bersaing ketat dengan penguasa dalam memperoleh hajat hidup. Rakyat dan pemilik modal kapitalis dibiarkan bersaing habis habisan tanpa peran Negara. Maka tidak heran muncul kebijakan semisal PP no.60 th 2016 diatas, dan kedepan hampir bisa dipastikan akan muncul banyak PP sejenis yang menambah beban hidup rakyat seiring waktu dicabutnya subsidi,kenaikan barang kebutuhan sehari hari juga persaingan yang ketat dengan warga Negara asing yang lebih siap dalam segala hal.
Keadaan seperti ini jika dibiarkan sangat membingunkan dan beresiko, Rakyat yang sudah terlalu lama didzholimi bisa mencari saluran lain dalam menuntut hak dan keadilan. Kepercayaan pada penguasapun semakin pudar. Jika rakyat sudah tidak percaya pada penguasa maka jalannya pemerintahan tidak maksimal dan ujungnya Negara bisa kacau sebagaimana pernyataan Ibnu Khaldun 1332-1406, “Tanda tanda sebuah pemerintahan ( Negara) akan hancur maka semakin bertambah besarnya pajak yang dipungut”.
Yuk Sadar!
Kita semua harus segera sadar bahwa selama ini kita menuju arah yang salah. Sadar bahwa sistem yang diterapkan ternyata rusak dan merusak. Sehingga menuju ke jurang kehancuran. Kasih sayang penguasa dan doa tulus rakyat jauh dari harapan. Di dunia saja sudah saling menyalahkan apalagi di akhirat kelak. DPR yang notobene merupakan wakil dari rakyat saja, faktanya tidak bisa menjalankan fungsinya dalam merealisasikan keinginan rakyat yang diwakilinya. Mustahil di akhirat kelak mau bertanggung jawab pada nasib rakyatnya. Berubah dan sadar untuk mengganti dengan sistem yang benar adalah sebuah jawaban paripurna.
Jika umat ini sadar mau kembali kepada Islam dan menjadikannya sebagai sumber hukum. Maka keberkahan dan kebahagiaan hidup akan diraih karena diridhoi Allah. Dalam sistem Islam mustahil muncul PP no 60 th 2016 dan yang semisalnya yang menyengsarakan umat. Karena itu, mari wujudkan kesadaran politik dan ideologis demi terciptanya hidup yang lebih baik dengan Syariah dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Kesadaran penuh ini pula yang harus digelorakan di negeri ini. Bukan setengah sadar!
0 komentar:
Posting Komentar