Buletin Kaffah, No. 132, 20 Rajab, 1441 H/13 Maret 2020 M
MENGAMBIL HIKMAH
DARI ISRA’ MI’RAJ NABI SAW.
Peristiwa Isra’
Mi’raj menjadi salah satu peristiwa penting dalam perjalanan hidup Nabi
Muhammad saw. Sebagian besar orang berpendapat bahwa kisah yang
menakjubkan ini terjadi pada Bulan Rajab. Ini sekaligus merupakan pendapat Imam
ath-Thabari rahimahulLah. Karena
itu banyak kaum Muslim yang memperingati Isra’ Mi’raj pada bulan tersebut.
Pengertian Isra’ dan Mi’raj
Isra` secara bahasa berasal dari
kata ‘sara’. Maknanya, perjalanan pada
malam hari. Adapun secara istilah, Isra` adalah
perjalanan Rasulullah saw. bersama
Malaikat Jibril dari Makkah ke Baitul Maqdis (Palestina).
Ini berdasarkan firman Allah SWT:
﴿سُبْحَانَ
الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى
الْمَسْجِدِ الأَقْصَى
﴾
Mahasuci Allah Yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha (QS al Isra’ [17]: 1).
Mi’raj secara bahasa berarti suatu
alat yang digunakan untuk naik. Adapun secara istilah, Mi’raj bermakna tangga khusus yang
digunakan oleh Nabi saw. untuk naik dari bumi menuju tujuh lapis
langit hingga ke Sidratul Muntaha. Ini berdasarkan firman Allah SWT:
﴿وَلَقَدْ
رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى. عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى. عِنْدَهَا جَنَّةُ
الْمَأْوَى. إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى. مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا
طَغَى. لَقَدْ رَأَى مِنْ ءَايَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى﴾
Sungguh Muhammad telah melihat
Jibril (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul
Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika
Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatan dia (Muhammad)
tidak berpaling dari yang dia lihat itu dan tidak (pula) melampauinya. Sungguh
dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar (QS an-Najm [53]: 13-18).
Adapun
rincian dan urutan kejadian Isra’ Mi’raj banyak terdapat dalam hadis sahih
dengan berbagai riwayat.
Menyikapi Kisah Isra’ Mi’raj
Banyak
berita terkait kisah Isra’ Miraj.
Di antaranya bahwa Rasulullah saw. sampai ke Baitul Maqdis, kemudian beliau berjumpa
dengan para nabi dan shalat mengimami mereka, serta berita-berita lain yang
merupakan perkara gaib yang terdapat dalam hadis-hadis sahih. Sikap Ahlussunnah wal Jama’ah terhadap
kisah-kisah seperti ini harus mencakup kaidah berikut: menerima berita
tersebut, mengimani kebenarannya dan tidak mengubah berita tersebut sesuai
dengan kenyataannya.
Hendaknya
kita meneladani sifat para Sahabat ra. terhadap berita dari Allah SWT dan Rasul-Nya.
Dikisahkan dalam sebuah riwayat bahwa setelah peristiwa Isra’ Mi’raj, kaum musyrik datang
menemui Abu Bakar ash-Shiddiq ra. Mereka
mengatakan, “Lihatlah apa yang telah diucapkan temanmu (Muhammad saw.)!” Abu Bakar berkata, “Apa yang beliau ucapkan?” Kaum
musyrik berkata, “Dia mengklaim telah pergi ke Baitul Maqdis, kemudian
dinaikkan ke langit, dan peristiwa tersebut hanya berlangsung satu malam.” Abu
Bakar berkata, “Jika memang demikian yang beliau ucapkan, maka sungguh berita
tersebut benar sesuai yang beliau ucapkan karena beliau adalah orang yang jujur.”
Kaum musyrik kembali bertanya, “Mengapa demikian?” Abu Bakar menjawab, “Aku
membenarkan beliau seandainya berita tersebut lebih dari yang kalian kabarkan.
Aku membenarkan berita langit yang turun kepada beliau, bagaimana mungkin aku
tidak membenarkan beliau tentang perjalanan ke Baitul Maqdis ini?” (Al-Hakim
dalam Al-Mustadrak, hadis nomor 4407, dari ‘Aisyah ra).
Perhatikan
bagaimana sikap Abu Bakar ra. terhadap berita yang datang dari Nabi
Muhammad saw. Beliau langsung membenarkan dan mempercayai berita tersebut.
Beliau tidak banyak bertanya meskipun peristiwa tersebut mustahil dilakukan
dengan teknologi pada saat itu. Demikianlah seharusnya sikap seorang Muslim
terhadap setiap berita yang shahih dari Allah SWT dan Rasul-Nya.
Mengimani Semua yang Disampaikan
oleh Allah dan Rasul-Nya
Seorang
Muslim sudah sepatutnya mengimani semua yang disampaikan oleh Allah SWT dan
Rasul-Nya, seperti peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw. Selain Isra’
Mi’raj, tentu masih banyak khabar yang
disampaikan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya yang wajib kita imani. Di antaranya kabar
tentang akan tegaknya kembali Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah di muka
bumi, pasca keruntuhannya, 3 Maret 1924 M/27 Rajab, 99 tahun yang lalu. Allah SWT
berfirman:
﴿وَعَدَ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ
مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ
كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ﴾
Allah
telah menjanjikan kepada orang-orang beriman dan beramal shalih di antara kalian,
bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; akan meneguhkan bagi mereka
agama yang telah Dia ridhai (Islam); dan akan mengubah (keadaan) mereka,
setelah berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku
tanpa mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Siapa saja yang (tetap) kafir
setelah (janji) itu, mereka itulah kaum yang fasik (QS an-Nur [24]: 55).
Imam As-Sam’ani asy-Syafi’i rahimahulLâh mengatakan, “Sebagian ahli
tafsir menyebutkan bahwa para Sahabat Rasulullah saw. berangan-angan untuk
menguasai Makkah (yang saat itu tengah dikuasai oleh kaum musyrik). Lalu Allah
menurunkan ayat ini.” (Tafsir as-Sam’ani, 3/544).
Melalui ayat ini Allah memberikan kabar
gembira kepada orang-orang menaati syariah-Nya, bahwa Dia berjanji akan
menjadikan mereka berkuasa di atas dunia. Para ulama ahli tafsir seperti
al-Qurthubi rahimahulLâh
berpendapat bahwa janji Allah SWT dalam ayat tersebut berlaku umum untuk
seluruh umat Nabi Muhammad saw. Tak hanya generasi para Sahabat. Dalam
tafsirnya, ketika menjelaskan ayat tersebut, beliau mengatakan:
]هَذِهِ
الْحَالُ لَمْ تَخْتَصَّ بِالْخُلَفَاءِ الْأَرْبَعَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
حَتَّى يُخَصُّوا بِهَا مِنْ عُمُومِ الْآيَةِ، بَلْ شَارَكَهُمْ فِي ذَلِكَ
جَمِيعُ الْمُهَاجِرِينَ بَلْ وَغَيْرُهُم… فَصَحَّ أَنَّ الْآيَةَ عَامَّةٌ
لِأُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيْرُ مَخْصُوصَةٍ.[
Janji Allah ini tidak terbatas hanya
untuk Khulafaur Rasyidin ra. saja sehingga harus dikhususkan dari keumuman
ayat. Bahkan segenap Muhajirin dan kaum Muslim yang lain juga masuk dalam
janji-janji ayat ini (tentu jika mereka memenuhi syarat-syaratnya, pen.) …
Karena itu pendapat yang shahih adalah bahwa ayat ini berlaku umum untuk umat
Muhammad saw. , tidak bersifat khusus (Tafsir al-Qurthubi, 12/299).
Sebagaimana janji Allah SWT tersebut
diberikan kepada Rasulullah saw. dan para sahabat serta generasi setelah mereka
ketika sistem Kekhilafahan masih ada di tengah-tengah mereka, maka demikian
pula janji itu berlaku bagi umat Muhammad saat ini, yakni dengan tegaknya
kembali Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Tentu saat mereka menunjukan
kualitas ketaatan mereka kepada Allah SWT dan Rasul-Nya sebagaimana generasi
sebelumnya.
Imam Ibnu Jarir ath-Thabari
menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “wa’amilu ash-shâlihât” dalam
ayat ini adalah:
]وَأَطَاعُوْا اللهَ وَرَسُوْلًهُ فِيْمَا أَمْرَاهُ
وَنًهْيَاهُ[
Mereka menaati Allah dan Rasul-Nya
pada perkara yang diperintahkan dan perkara yang dilarang oleh keduanya (Tafsîr ath-Thabari,
19/209).
Janji
Allah SWT melalui ayat tersebut tentu wajib kita imani sebagaimana kita
mengimani peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad saw. Karena itu menentang
kewajiban penerapan syariah Islam secara kaffah,
serta menghalang-halangi tegaknya
kembali Kekhilafahan Islam di dunia, berarti sama saja dengan mengingkari janji
Allah SWT dan Rasul-Nya.
Bagi kebanyakan orang, akan tegaknya
kembali sistem Kekhilafahan Islam memang merupakan sesuatu yang tidak masuk
akal. Namun, karena itu merupakan sesuatu yang sudah dikabarkan oleh Allah SWT dan
Rasul-Nya, maka kita wajib untuk meyakininya. Ini sebagaimana tidak masuk
akalnya peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw. Namun, semua itu wajib
diimani. Siapa saja yang mengingkarinya, sama saja ia telah terjerumus dalam
kubangan dosa. Na’udzubilLah.
Karena itu jadilah seperti Abu Bakar
ash-Shiddiq, yang tidak berpikir panjang untuk mengimani semua yang disampaikan
oleh Nabi saw. Termasuk tentang akan kembalinya Khilafah ‘ala minhaj
an-nubuwwah. Beliau bersabda:
«ثُمَّ
تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ»
Kemudian
akan tegak kembali Khilafah yang mengikuti manhaj Kenabian (HR Ahmad). []
Tentu kabar yang disampaikan oleh
Rasulullah saw. harus diwujudkan oleh seluruh kaum Muslim dengan penuh
perjuangan dan kesungguhan. Dalam hal ini kita harus meneladani Muhammad
al-Fatih yang berjuang dan bersungguh-sungguh menaklukkan Konstantinopel yang
sebelumnya telah dikabarkan oleh Rasulullah saw. bakal ditaklukkan oleh kaum
Muslim. []
Hikmah:
Allah SWT berfirman:
قُلْ
رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي
مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا
Katakanlah
(Muhammad), “Tuhanku, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar dan
keluarkanlah aku dengan cara keluar yang benar serta berikanlah kepada diriku
dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong (agama ini).” (QS al-Isra’
[17]: 80). []
0 komentar:
Posting Komentar