Memalak Rakyat Dengan Sederet Pajak
Ironi negeri ini, kaya sumberdaya alam malah rakyat jadi objek pemalakan. Tak tanggung-tanggung, semua berjalan secara sistematis. Hingga hal kecil pun tak luput dari kebijakan yang dianggap strategis.
Sebelumnya ditetapkan pajak nasi bungkus, lalu lanjut pada plastik kresek. Tak sampai disitu, pajak pempek pun siap diberlakukan, bahkan tarif bea materi ikut naik tak mau ketinggalan. Katanya sih, semua telah dipertimbangkan dengan cukup matang. Bu Sri pun optimis jika kebijakan dapat berjalan lancar.
Kembali rakyat hanya bisa menatap nanar atas kebijakan yang dibuat pemerintah. Mengeluh atau menjerit takkan mempengaruhi arah kebijakan mereka.
Namun apa daya, negeri kaya ini telah lama hidup dalam paradigma kemimpinan kapitalistik. Sudahlah gagal mengelola SDA ditambah lagi menjadikan rakyat sebagai ajang mencari keuntungan.
Para pengusaha dimanja dengan segala fasilitas yang menggiurkan, rakyat hanya numpang bekerja seperti "budak”, mendapat UMR dan tetap miskin. Negeri yang masih memiliki 21 juta penduduk miskin di Jawa dan 8 juta di Sumatera serta sekitar 8 juta lagi tersebar di pulau-pulau lainnya. Sementara SDA yang dimiliki tak memberi hasil untuk mengentaskan derita kemisikinan.
Ntah dimana hati nurani, para politisi negeri dengan lega memberikan para korporasi dunia untuk berinvestasi dengan nyaman. Aturan dan Undang-undang yang dibuat membuat mereka bebas mengeruk kekayaan SDA. Makin hari makin banyak korporasi asing yang menguasai sektor hulu baik tambang dan migas hingga hilir.
Wahai tuan penguasa, tugasnya duduk di bangku tahta menjual aset-aset negara, menjual hasil bumi dan tambang milik rakyat kepada swasta. Yang penting tuan senang, para politisi kenyang dan rakyat tak mengapa jika tak makan.
Sang Pencipta Tuan telah menerangkan begitu jelas bahwa pemimpin memiliki fungsi sebagai raa’in (penggembala/pemimpin) yang bertugas menjaga dengan amanah. Ia juga sebagai junnah (pelindung). Kedua fungsi ini telah dijalankan oleh para Khalifah sampai 14 abad masa kegemilangan Islam.
Tidakkah Tuan malu, seorang Umar bin Khattab, ketika beliau memanggul sendiri sekarung gandum untuk diberikan kepada seorang ibu dan dua anaknya yang kelaparan sampai-sampai memasak batu. Atau ketika beliau di tengah malam membangunkan istrinya untuk menolong seorang perempuan yang hendak melahirkan.
Begitupun yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin abdul Aziz, yang berusaha keras memakmurkan rakyat dalam 2,5 tahun pemerintahannya sampai-sampai tidak didapati seorangpun yang berhak menerima zakat.
Wahai Tuan, takutlah tuan pada hari penghisaban, dimana Umar bin Abdul Aziz , saat dibaiat sebagai Khalifah kaum Muslimin, justru menangis merasakan beratnya beban yang harus ia pertanggungjawabakan di hadapan Allah.
Umar bahkan menulis surat kepada para pejabat di bawahnya : “…dengan segala yang diujikan ini, aku sangat takut akan datangnya penghisaban yang sulit dan pertanyaan yang susah, kecuali apa yang dimaafkan Allah SWT..”
Sebelum diakhiri tulisan ini, ingatlah sabda Rasul ini Tuan, “Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiannya, maka Allah haramkan baginya surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).
0 komentar:
Posting Komentar