Islam mendorong dengan tegas menuntut ilmu sebagai aktivitas ibadah yang akan meninggikan derajat manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat. Hal ini tertera dalam Al-Qur’an Surah Al-Mujadilah ayat 11, “Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang telah diberi ilmu.” Dalam Hadits Riwayat Qais bin Katsir dikatakan, “Dan keutamaan orang yang berilmu atas orang yang beriman adalah seperti keunggulan bulan atas seluruh benda langit. Sungguh, para ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidak meninggalkan dinar atau dirham. Satu-satunya warisan para ulama adalah pengetahuan, sehingga siapapun yang mengambil hal itu, maka sungguh dia telah mengambil bagian yang paling cerdas.”
Islam juga mewajibkan bagi laki-laki dan perempuan untuk menuntut ilmu sebagaimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallammengatakan, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” (HR Ibnu Majah.)
Untuk pendidikan di masa Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam, ditetapkan suatu kebijakan berupa penebusan bagi tahanan di Perang Badar untuk mengajar sepuluh orang Muslim membaca dan menulis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai kepala negara pernah mengirimkan tenaga pendidik untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat. Pada saat yang sama, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengizinkan kaum muslim satu dengan yang lain saling belajar dan mengajar.
Pada masa Abu Bakar As-Siddiq, masjid difungsikan sebagai tempat belajar, ibadah dan musyawarah. Kuttab, merupakan pendidikan yang dibentuk setelah masjid, didirikan pada masa Abu Bakar. Pusat pembelajaran adalah kota Madinah, dan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, terdapat kebijakan pemberian gaji kepada para pengajar Al-Qur’an masing-masing sebesar 15 dinar, di mana satu dinar pada saat itu sama dengan 4,25 gram emas. Jika satu gram emas Rp. 500.000,00 dalam satu dinar berarti setara dengan Rp 2.125.000,00. Dengan kata lain, gaji seorang guru mengaji adalah 15 dinar dikali Rp 2.125.000, yaitu sebesar Rp 31.875.000,00.
Mata pelajaran yang diberikan yaitu membaca dan menulis al-Qur’an, menghafalkannya serta belajar pokok-pokok agama Islam. Tuntutan untuk belajar bahasa Arab sudah mulai nampak, orang yang baru masuk Islam dari daerah yang ditaklukkan harus belajar dan memahami pengetahuan Islam. Pada masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.
Sedangkan kebijakan pendidikan masa Utsman bin Affan adalah mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Qur’an. Penyalinan ini terjadi karena perselisihan dalam bacaan Al-Qur’an. Berdasarkan hal tersebut, khalifah Utsman memerintahkan kepada tim yang dipimpinnya Zaid bin Tsabit. Pada masa Utsman ditetapkan suatu kebijakan yaitu hanya boleh ada satu mushaf, selebihnya dihanguskan untuk meredam kekhawatiran konflik horisontal jika ada perbedaan. Ini merupakan kebijakan yang terkait dengan uslub dan khitthah, yang hukum dan asalnya mubah, tetapi jika tidak ditetapkan, akan menyebabkan terjadinya kekacauan. Maka, hanya ditetapkan satu mushaf saja.
Tujuan Sistem Pendidikan Dasar kekhilafahan Utsmaniyyah yaitu mengajar anak-anak Turki dan anak-anak kaum muslimin agar mampu membaca Al-Qur’an dengan lancar dan menulis dalam bahasa Arab dengan sebaik-baiknya. Kedua, mengajarkan dasar-dasar Islam, mengajarkan bentuk-bentuk ibadah Islam, mengajarkan prinsip-prinsip etika dalam Islam dan adat –istiadat, mengenalkan dan mengajarkan nilai-nilai moral yang benar dalam Islam dan mengidentifikasi kemampuan dari anak mengenai bakat dan minatnya.
Mekanisme Pembiayaan Pendidikan
Pembiayaan pendidikan dalam khilafah sepenuhnya oleh Negara (Baitul Maal). Pos kepemilikan umum seperti tambang, minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum dan penggunaannya telah dikhususkan). Adapun pendapatan dari pos zakat tidak dapat digunakan untuk pembiayaan pendidikan, karena zakat mempunyai peruntukannya sendiri.
Biaya pendidikan dari Baitul Mal itu secara garis besar dibelanjakan untuk dua kepentingan.
Pertama, untuk membayar gaji segala pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan seperti guru, dosen, karyawan, dan lain-lain.
Kedua, untuk membiayai segala macam sarana dan prasarana pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku pegangan, dan sebagainya.
Sekolah disponsori secara langsung oleh negara sendiri atau dibangun dan didanai oleh individu-individu yang kaya atau kelompok-kelompok yang kaya di dalam komunitas yang berbagi tanggungjawab untuk mendidik generasi muda. Adalah sesuatu yang umum untuk memiliki sekolah yang berhubungan erat dengan sebuah masjid.
Sumber: Ekspo Pendidikan Islam “Khilafah dan Pendidikan: Menghidupkan Kembali Masa Keemasan”, Balai Sudirman, Jum’at, 10 Maret 2017.
Penulis: Eveline Ramadhini
0 komentar:
Posting Komentar