[iklan]

LOGIKA (MANTIQ) : TEORI KONSPIRASI COVID-19

 PENGARUH LOGIKA (MANTIQ) ARISTOTELES DI BALIK TEORI KONSPIRASI COVID-19


Seorang ustadz melontarkan pernyataan bahwa virus Covid-19 adalah sebuah virus “ciptaan” dari orang-orang kapitalis yang ingin mengambil keuntungan dari pandemi Covid-19. Mereka yang diuntungkan dengan situasi pandemi inilah yang menurutnya adalah para konspirator pencipta virus berbahaya ini. Di antara mereka ada para pebisnis alat-alat kesehatan, perubahaan-perusahaan berbagai macam obat-obatan.

Bahkan tidak terkecuali para pemilik perusahaan elektronik, para provider selular, dan para pencipta aplikasi-aplikasi elektronik yang sering digunakan dalam aktivitas-aktivitas daring di media sosial. Walau pernyataan ini mudah untuk dibantah, atau tidak penting untuk ditanggapi karena terlalu lucu, namun kenyataannya, secara logika sederhana, pernyataan ini telah diterima sebagian masyarakat. Namun benarkah cara berpikir logika seperti ini?


Cara berpikir atau cara mengambil kesimpulan (natijah) dari pernyataan di atas didasarkan pada cara berpikir logika. Logika adalah cara menarik kesimpulan berdasarkan pada premis-premis yang disusun, dan bukan berdasarkan fakta. Fakta boleh saja dijadikan premis, namun tidak setiap premis selalu didasarkan pada fakta.


Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam at-Tafkir telah mengkritik penggunaan logika sebagai satu-satunya jalan berpikir. Sebab, logika (mantiq) bisa berpotensi benar, tetapi bisa juga berpotensi salah. Bahkan ketika fakta yang dijadikan premis adalah benar, belum tentu akan menghasilkan kesimpulan yang benar pula. Sebab, sebagaimana dijelaskan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, pengambilan kesimpulannya hanya didasarkan pada premis. Bukan semata-mata didasarkan pada fakta. Padahal, mengambil kesimpulan adalah aktivitas berpikir, sedangkan berpikir mengharuskan adanya fakta. Jika tidak ada fakta, lantas mau memikirkan apa? Yang ada justru hanyalah berupa khayalan-khayalan alias hanya berupa imajinasi belaka.


Contoh: Premis pertama menyatakan bahwa pensil terbuat dari kayu. Premis kedua menyatakan bahwa kayu itu bisa terbakar. Jadi kesimpulannya, pensil bisa terbakar. Baik pada premis pertama maupun kedua, dibangun berdasarkan fakta. Contoh lain: premis pertama menyatakan bahwa semua hewan akan mati. Kemudian premis kedua menyatakan bahwa anjing adalah hewan. Kesimpulannya adalah, bahwa anjing akan mati. Premis pertama dan kedua ini juga dibangun berdasarkan fakta.


Contoh yang lain: Amerika adalah negeri kapitalis. Penjajahan adalah metode baku negeri kapitalis untuk memperluas hegemoninya di penjuru dunia. Kesimpulannya, Amerika adalah penjajah. Ini adalah contoh-contoh dari penerapan logika yang dibangun berdasarkan fakta. Dan kesimpulannya benar.


Tetapi sebagai sebuah cara atau teknik mengambil kesimpulan, logika juga berpotensi menimbulkan kesalahan, sekalipun benar premisnya. Sebagai contoh, premis pertama menyatakan bahwa Al-Quran adalah kalam Allah yang berbahasa Arab. Premis pertama ini benar adanya. Kemudian premis kedua menyatakan bahwa bahasa Arab adalah sesuatu yang memiliki bentuk dan suara, sedangkan sesuatu yang memiliki bentuk dan bisa disuarakan adalah hadist (baru, tidak qadim) dan tentu itu adalah sifat makhluk. Premis kedua ini juga benar. Lalu diambil kesimpulan, bahwa Al-Quran adalah makhluk, karena tersusun dari huruf-huruf yang berbentuk dan bisa disuarakan. Tentu ini adalah kesimpulan yang keliru, sekalipun disusun berdasarkan premis yang benar.


Pengambilan kesimpulan soal Al-Quran berdasarkan premis juga bisa mengandung kebenaran. Sebagai contoh: Al-Quran adalah kalam Allah dan kalam merupakan sifat bagi-Nya. Ini premis pertama. Kemudian premis kedua menyatakan bahwa segala perkara yang merupakan sifat Allah itu adalah qadim (terdahulu). Maka kesimpulannya: Al-Quran itu qadim (terdahulu/kekal), dan bukan makhluk. Dari pembahasan ini, kita bisa melihat bahwa pengambilan atau penarikan kesimpulan berdasarkan premis-premis, ternyata bisa menghasilkan kesimpulan yang benar, tetapi pada saat yang bersamaan juga bisa menghasilkan kesimpulan yang keliru. Inilah kelemahan teknik berpikir logika (mantiq).


LOGIKA (MANTIQ)


Teknik berpikir logika sebelumnya, belum pernah dikenal oleh kaum muslim generasi awal. Mereka baru mengenal logika atau mantiq setelah filsafat Yunani merasuki pemikiran kaum muslim sebagai dampak dari semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam; yang mana wilayah-wilayah tersebut sebelumnya sudah pernah bersentuhan dengan filsafat-filsafat Yunani, khususnya pemikiran Aristoteles tentang logika.


Setelah Rasulullah saw. wafat, kekuasaan Islam semakin meluas. Kekuasaan Islam itu meliputi banyak wilayah di luar jazirah Arab. Ada wilayah Syam, Mesir, Irak, dan lain-lain. Pada umumnya, wilayah-wilayah yang telah ditaklukkan kaum muslimin itu adalah wilayah-wilayah yang pernah berkembang suatu peradaban yang maju, dan umumnya bekas jajahan Imperium Persia dan Romawi, yang memiliki peradaban (hadharah) yang khas.


Wilayah jazirah Arab berhasil dibebaskan Rasulullah saw. pada tahun 610-632 M. Kemudian sepeninggal beliau, wilayah Al Hirah (Irak) dibebaskan oleh penerus beliau, yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq. Lalu pembebasan berikutnya dilakukan oleh Umar bin Khathab dengan membebaskan wilayah-wilayah seperti Barah dan Ba’albak (Irak), Damaskus (termasuk Harran, Qinassrin, Nasibis, dan Edessa) serta Hims/Homs (Syam). Termasuk juga wilayah Babilonia, Madain Barat, Halwan, Baysan (Yordania), Thabariyyah, Halab (Aleppo), Antakiyyah (Antiokia/Antioch), Armenia, Baitul Maqdis, Sabastiyah, Nablus, Awamis, Baitul Jibrin, Marajul Uyun, dan Alexandria (Iskandariyah). Kemudian pada masa Kekhalifahan Umayyah, dua kawasan di Asia seperti Punjab dan Sind (kawasan Asia Selatan), berhasil dibebaskan pula.


Kalau kita melihat berbagai wilayah di atas, sesungguhnya, wilayah-wilayah tersebut adalah wilayah-wilayah yang pernah menjadi jajahan bangsa Romawi dan Persia. Penjajahan tersebut, tentu tidak sekadar menjajah, tetapi juga meninggalkan suatu peradaban tertentu (khas) yang membekas dalam diri rakyat tanah taklukan. Umat-umat non-Islam yang telah dibebaskan kaum muslim, ada yang masuk Islam, ada yang masih memeluk agama mereka yang lama, dan ada juga yang masuk Islam tetapi hanya untuk berpura-pura.


Mesir merupakan wilayah yang banyak bersentuhan dengan filsafat Yunani, khususnya wilayah Iskandariyah (Alexandria). Wilayah ini tergolong paling maju dalam bidang filsafat jika dibandingkan dengan wilayah lain. Bahkan menurut Syaikh Abu Zahrah, di daerah ini telah terdapat sekolah filsafat. Salah seorang filosof yang sangat terwarnai pemikiran Plato dari wilayah Iskandariyah adalah Claudius Galenius. Beberapa buku filsafat Yunani yang sudah banyak diterjemahkan dalam bahasa Arab dan Syiria untuk dipelajari orang Mesir antara lain karya Plato seperti Sophist, Parmanides, Cyratylus, Euthydemus, Timaeus, Statesman, Republic, dan Laws.


Tidak hanya Mesir. Suriah dan Irak juga merupakan wilayah yang kental dengan filsafat Yunani. Kota-kota seperti Antakiyyah, Harran, Edessa, Qinasrin, Nasibin, dan Rasa’ina, adalah contoh wilayah yang sangat terpengaruh filsafat Yunani. Edessa, Nassibin, Madain, dan Gundisapur adalah kota filsafat yang dikembangkan oleh kalangan Kristen Nestorian. Kristen Nestorian adalah sekte agama Kristen yang dipimpin oleh Nestor. Sekte ini berpendapat bahwa Maryam tidak melahirkan Tuhan, tetapi melahirkan manusia, hanya saja kehendaknya sama dengan kehendak Tuhan, sedangkan zatnya berbeda antara manusia dengan Tuhan.


Kota Antakiyyah dan Amid adalah pusat kajian filsafat yang dikembangkan oleh kaum Kristen Jacobit. Kaum Kristen Jacobit meyakini ‘kebenaran’ Trinitas. Di Antakiyyah telah berdiri sekolah filsafat pada tahun 280 M. Pemimpin Iskandariyah, pernah masuk Islam pada masa Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz. Tetapi setelah itu, dia kemudian memindahkan pusat studi filsafat dari Iskandariyah ke Antakiyyah. Pelajaran yang diajarkan di pusat studi itu adalah filsafat Aristoteles dan Plato. Sedangkan kota Harran adalah kota tempat berkumpulnya kaum Sabi’ah yang sangat terpengaruh filsafat Yunani.


JENIS-JENIS LOGIKA


Muhammad Maghfur Wahid dalam bukunya Koreksi atas Pemikiran Kalam dan Filsafat Islam menguraikan, ada tiga jenis logika atau mantiq, yaitu istiqra’ (induksi), istintaj (deduksi), dan butlanud dalil yu’dhin bi butlanil madlul. 


Istiqra’ (induksi), yaitu menarik kesimpulan, dari khusus ke umum. Contoh: Premis pertama menyatakan Agus Trisa adalah manusia. Premis kedua menyatakan bahwa setiap manusia akan mati. Jadi, kesimpulannya Agus Trisa pasti akan mati. Ini adalah mantiq atau logika jenis pertama. Premis pertama adalah fakta khusus, karena di sana menyebut nama orang tertentu, yaitu Agus Trisa. Kemudian dikaitkan dengan premis kedua. Dan terakhir menarik kesimpulan tentang semua manusia, dan bukan hanya satu orang (Agus Trisa) saja. Karena yang diambil kesimpulan adalah semua manusia, maka yang diambil kesimpulan adalah ke arah manusia secara keseluruhan (umum). Karena itulah, logika jenis pertama ini disebut dengan logika induksi atau induktif karena menarik kesimpulan dari khusus ke umum.


Logika jenis kedua adalah istintaj (deduksi), yang menarik kesimpulan dari umum ke khusus. Misalnya: Premis pertama menyatakan semua manusia akan mati. Kemudian premis kedua menyatakan bahwa Agus Trisa adalah manusia. Jadi, kesimpulannya, Agus Trisa juga pasti akan mati. Sebagaimana penjelasan di atas, konteks manusia secara keseluruhan, ini adalah konteks umum. Sedangkan dalam konteks penyebutan nama Agus Trisa, ini adalah penyebutan manusia secara khusus. Karena itulah, logika ini dinamakan logika deduktif atau deduksi sebab menarik kesimpulan dari umum ke khusus.


Sedangkan butlanul dalil yu’dhin bi butlanil madlul, adalah pengambilan kesimpulan yang salah akibat ketiadaan atau kesalahan informasi yang mendukungnya. Dalam kasus ini, ada dua tahapan untuk membuktikannya. Pertama, menetapkan argumentasi pembuktian yang digunakan. Kedua, menetapkan kesalahan bukti yang membuktikannya.


Contoh: sebuah kesimpulan menyatakan anak yang mendapat ranking satu, adalah anak yang pintar. Kesimpulan ini salah. Mengapa? Sebab, bertentangan dengan fakta (realitas). Untuk menjadi rangking satu, tidak melulu harus pintar. Mencontek, kerja sama dengan teman, menyuap guru, juga bisa mengantarkan seorang anak mendapat rangking satu. Ini tahapan yang pertama.


Tahapan kedua menyatakan, bahwa anak yang pintar tidak harus mendapat ranking satu. Lihatlah, betapa banyak anak-anak yang rankingnya tidak pernah mendapat satu, ternyata juga bisa pintar dalam berbagai hal. Artinya, anak yang pintar tidak harus selalu mendapat rangking satu. 


Contoh lain. Sebuah kesimpulan menyatakan bahwa pemerintahan demokrasi, bukanlah pemerintahan diktator. Kesimpulan ini salah. Mengapa? Sebab, sistem pemerintahan khilafah itu bukan demokrasi, tetapi juga tidak diktator. Ini tahapan yang pertama. Pada tahapan yang kedua, tidak sedikit sebuah negara mengaku sebagai negara demokrasi, tetapi jika ada pihak-pihak yang berbeda pandangan dengan pemerintah, justru selalu dituduh radikal, teroris, atau mengancam keutuhan negara. Ini adalah tindakan-tindakan diktatorisme.


Jadi, kesimpulan dari kaidah butlanul dalil yu’dhin bi butlanil madlul, adalah bahwa tahapan pertama bermakna menjelaskan bukti fakta. Dan tahapan kedua, menjelaskan tentang bantahan atas argumentasi pada tahapan pertama. Ini adalah penjelasan dari jenis-jenis teknik logika.


TEORI KONSPIRASI COVID-19 YANG DIBANGUN BERDASAR LOGIKA


Teori konspirasi soal Covid-19 sebagaimana disinggung di atas adalah sebuah teori konspirasi yang dibangun berdasarkan prinsip logika. Di antara premis-premis yang dibangun adalah sebagai berikut. Premis pertama menyatakan, virus Covid-19 telah menimbulkan musibah di seluruh dunia yang berakibat pada perubahan sosial masyarakat dimana mereka membutuhkan lebih banyak obat-obatan, sarana-sarana medis, bahkan juga berbagai peralatan elektronik dan aplikasi-aplikasi elektronik demi kelangsungan hidup masyarakat.


Premis kedua menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang medis dan bahkan juga elektronik serta penyedia layanan internet, banyak “diuntungkan” dengan adanya perubahan sosial masyarakat akibat pandemi Covid-19. Kemudian dari pembangunan premis-premis ini ditarik sebuah kesimpulan, bahwa pandemi atau virus Corona yang telah menyebabkan pandemi ini bisa jadi sangaja diciptakan dalam rangka mengambil keuntungan atas dampak dari musibah yang terjadi.


Kesimpulan di atas, tentu saja terlihat menyederhanakan masalah. Bahkan, jika tidak ada bukti kuat untuk menopang premis kedua, justru akan berakibat pada timbulnya fitnah. Kesimpulan ini mirip dengan joke atau guyon yang berkembang di kalangan pegiat IT (Teknologi Informasi), bahwa pencipta virus komputer adalah para penjual antivirus. Alasannya, agar antivirusnya laku. Sungguh aneh.


Kalau kita mau menjadikan teori konspirasi yang berdasar atas logika sebagai jalan berpikir kita, maka akan banyak kita temukan keanehan-keanehan yang tidak penting untuk dipikirkan.


Misalnya saja, mengapa tidak sekalian kita katakan bahwa virus Corona ini rekayasa perusahaan-perusahaan penyedia vaksin agar vaksinnya laku. Atau, muncul anggapan bahwa Covid-19 ini sebenarnya tidak ada, ini hanyalah rekayasa orang-orang yang berkepentingan. Dan sebagainya. Masih banyak kesimpulan-kesimpulan aneh yang bakal muncul jika teori konspirasi itu didasarkan pada logika semata. 


Padahal, sebagaimana dijelaskan di atas, menjadikan logika sebagai asas berpikir akan berakibat pada kesalahan kesimpulan. Kesimpulan yang salah contohnya adalah kesimpulan yang aneh-aneh itu tadi. Karena itulah, pendiri jamaah dakwah Hizbut Tahrir, yaitu Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani menjelaskan bahwa menjadikan logika sebagai asas berpikir, adalah kesalahan. Sebab, berpikir itu harus berdasarkan fakta, bukan premis. Premis bisa saja bukanlah sebuah fakta, melainkan hanya sebuah asumsi atau khayalan kosong. Maka wajar jika berpikir berdasarkan logika (premis) akan berakibat pada kesalahan kesimpulan, jika memang premisnya bukan fakta. Karena itu, berpikir alias mengambil kesimpulan itu adalah harus berdasarkan fakta, bukan berdasar premis.


Murid Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, yaitu Syaikh ‘Atha Abu ar-Rasytah dalam soal jawab tentang virus Corona, beliau telah merinci awal kemunculan virus secara kronologis.


Pertama kali virus Corona ini muncul di kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Di negeri tersebut terdapat kebiasaan mengkonsumsi semua jenis binatang, bahkan termasuk binatang-binatang yang kotor dan menjijikkan. Hal itu karena (menurut Syaikh ‘Atha) orang-orang Cina adalah orang-orang kafir pagan yang tidak menganut satu agama tertentu, sehingga mereka tidak membedakan mana makanan yang baik dan mana makanan yang buruk. Wuhan adalah salah satu kota sebagai pusat perdagangan daging-daging yang tidak lazim dikonsumsi manusia. Dan di sinilah awal mula virus Corona yang berbahaya itu muncul.


Kemudian virus pun menyebar ke beberapa negara yang menjadi persebaran orang Cina. Salah satunya di kota Qom, Iran, yang mana banyak orang Cina yang bekerja di sana. Iran disinyalir sebagai salah satu pusat penyebaran virus Corona di Timur Tengah. Persebaran virus juga melanda Eropa. Negara yang paling terdampak adalah Italia karena negara tersebut membuka beberapa sektor investasi Cina mulai dari infrastruktur hingga transportasi. Dua kota di Italia yang mendapat investasi paling besar dari Cina adalah kota Lombardi dan Tuscany. Bahkan pada 21 Februari 2020, di kota Lombardi sudah ditemukan kasus Covid-19. Kemudian virus pun terus menyebar hingga ke berbagai belahan dunia, termasuk negara Amerika sebagai pesaing sengit Cina dalam percaturan politik perekonomian dunia.


Kemudian berkembang berbagai teori konspirasi (namun tidak sebagaimana disampaikan di awal tulisan ini), bahwa Cina atau Amerika-lah yang sejatinya merekayasa penciptaan virus berbahaya ini. Namun, hal ini dibantah oleh Syaikh ‘Atha Abu ar-Rasytah. Menurut beliau, hal itu tidak mungkin terjadi karena dua alasan.


Pertama, baik Amerika maupun Cina, kedua negara ini justru telah tenggelam dalam serangan virus. Jumlah korban yang terdampak virus Corona bagi Amerika dan Cina adalah yang paling banyak. Karena itu, seandainya benar virus Corona ini direkayasa atau sengaja diciptakan oleh Amerika ataupun oleh Cina, maka tentunya kedua negara tersebut sudah terlebih dahulu menetapkan waktu bagi dirinya sendiri. Artinya, baik Amerika atau Cina, akan mengatur waktu sebagai terdampak virus, sehingga korban jatuh bagi kedua negara tersebut tidak akan berjumlah banyak. Namun kenyataannya, kedua negara tersebut justru merasakan dampak secara luar biasa sehingga korban pun masih terus berjatuhan.


Kedua, secara studi medis, justru membuktikan bahwa virus Corona ini munculnya secara alamiah, dan bukan melalui proses penciptaan (rekayasa). Mengutip Nature Medicine, Syaikh ‘Atha menjelaskan bahwa melalui perbandingan rantai genom yang sudah ada untuk rantai virus Corona yang sudah dikenal, Nature Medicine dapat mengkonfirmasi dengan kuat bahwa virus Corona muncul dari proses alami. Masih menurut Nature Medicine, pandangan ini didukung oleh data dari tulang punggung virus dan struktur molekulnya. Siapa saja yang ingin merekayasa virus di laboratorium maka hal itu tampak di dalam tulang punggung virus.


Berdasarkan fakta-fakta ini, maka bisa disimpulkan bahwa teori konspirasi yang menyatakan bahwa Covid-19 adalah sengaja diciptakan oleh para pengusaha-pengusaha besar dunia adalah pendapat yang keliru, tidak benar, dan tidak berdasar. Sebab, hanya mengikuti logika tanpa kejelasan fakta dan data yang valid. Fakta justru menunjukkan bahwa munculnya virus Covid-19 adalah fasad (kerusakan) yang disebabkan karena ulah manusia. Allah berfirman,


﴿ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴾

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (TQS ar-Rum: 41).

 

﴿فَأَصَابَهُمْ سَيِّئَاتُ مَا كَسَبُوا وَالَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْ هَؤُلَاءِ سَيُصِيبُهُمْ سَيِّئَاتُ مَا كَسَبُوا وَمَا هُمْ بِمُعْجِزِينَ﴾

"Maka mereka ditimpa oleh akibat buruk dari apa yang mereka usahakan. Dan orang-orang yang zalim di antara mereka akan ditimpa akibat buruk dari usahanya dan mereka tidak dapat melepaskan diri." (TQS az-Zumar: 51).


AKIBAT MENJADIKAN LOGIKA SEBAGAI PEGANGAN BERPIKIR


Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, bahwa logika atau mantiq tidak bisa dijadikan asas atau prinsip dalam mengambil kesimpulan, karena hasilnya berpotensi benar, tetapi juga bisa berpotensi salah. Namun, bukan berarti tidak boleh menjadikan logika sebagai cara mengambil keputusan. Tetapi ketika logika dikedepankan, tentulah akan memunculkan persoalan-persoalan yang “tidak pada tempatnya” sebagaimana tentang persoalan di atas.


Di antara contoh akibat yang muncul karena menjadikan logika sebagai jalan berpikir adalah pemikiran-pemikiran dangkal sebagai berikut.

1. Muncul anggapan bahwa pejuang syariah dan khilafah tidak pantas hidup di Indonesia karena Indonesia memiliki dasar negara sendiri.

2. Muncul anggapan bahwa pejuang syariah dan khilafah sebaiknya tidak menjadi PNS, karena PNS digaji dari negara.

3. Muncul anggapan bahwa orang-orang HTI disamakan dengan orang-orang PKI.

4. Muncul anggapan bahwa demokrasi sama dengan syura.

5. Muncul anggapan bahwa “ustadz hijrah” tidak pantas mengisi kajian

Dan sebagainya.


Ini semua adalah contoh-contoh pandangan yang muncul sebagai akibat dari menjadikan logika sebagai pegangan berpikir. Inilah pandangan yang merupakan hasil berpikir ala Aristoteles, yang semata-mata menjadikan logika sebagai pegangan berpikir. Akhirnya kesimpulan yang didapat pun menjadi kesimpulan yang dangkal dan simplikatif, plus tidak rasional.


Akibat menjadikan logika sebagai pegangan berpikir sudah pernah dirasakan pahitnya oleh kaum muslim di masa lalu, ketika ilmu kalam marak di tengah-tengah kaum muslim. Mereka yang mengunggulkan akal telah secara terang-terangan menyatakan bahwa Al-Quran itu adalah makhluk, semata-mata karena mengikuti logika atau mantiq. Ketika pandangan seperti ini dianut oleh negara, akibatnya tidak sedikit ulama kaum muslim ditangkapi karena tidak mau mengakui bahwa Al-Quran adalah makhluk. Inilah kenyataan pahit yang pernah dialami kaum muslim.


Wallahu a’lam.


https://www.facebook.com/100064824120268/posts/174230544747749/


Terkait :

0 komentar


0 komentar:

Posting Komentar

Artikel Arsitektur dan Konstruksi

 

Bersama Belajar Islam | Pondok OmaSAE: Bersama mengkaji warisan Rasulullah saw | # - # | Pondok OmaSAE : Belajar Agama via online


Didukung oleh: Suwur - Tenda SUWUR - OmaSae - Blogger - JayaSteel - Air Minum Isi Ulang - TAS Omasae - Furniture - Rumah Suwur - Bengkel Las -