Membiasakan berperilaku terpuji
a. Menjelaskan pengertian taubat dan raja’
b. Menampilkan contoh-contoh perilaku taubat dan raja’
c. Membiasakan perilaku taubat dan raja’ dalam kehidupan sehari-hari
Pendahuluan
Orang yang baik itu bukan berarti orang yang tidak pernah melakukan kesalahan. Orang baik adalah mereka yang bertobat dan tidak mengulang kembali kesalahan. Orang sukses pun bukanlah berarti tidak pernah mengalami kegagalan. Orang sukses adalah orang mampu bangkit dan berkembang setelah ada ujian.Almarhum Buya Hamka berpendapat, “setiap manusia pasti bersalah. Ini penyakitnya. Tetapi, sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah yang bertobat.
Ini obatnya”.
Seiring dengan kata-kata hikmah tersebut, dalam membangun kualitas diri dan pribadi yang baik, seorang muslim dituntut untuk mau mengoreksi diri dan kemudian bangkit kembali menata kehidupan yang lebih baik. Artinya, andai sempat melakukan kesalahan, sebagai orang yang beriman maka segeralah bertobat untuk kembali ke jalan yang lurus, jalan yang diridoi Allah Swt.
Makna dan Penjelasan Taubat
1. Definisi
Pertobatan secara bahasa (lughawiah) berasal dari kata bahasa Arab, yaitu “taba-yatibu-tawbat’. Kata tersebut memiliki makna “penyesalan atau kembali”. Dikatakan penyesalan karena orang yang bertobat senantiasa menyesali atas kesalahan dan kekhilafan yang telah dilakukannya. Sedangkan makna ‘kembali” menunjukkan komitmen orang yang bertobat (at-taib) untuk kembali ke jalan yang benar, yaitu jalan yang digariskan Allah Swt.
Orang yang bertobat adalah orang yang kembali dari jalan kemaksiatan pada ketaatan atau kembali dari jalan yang jauh ke jalan yang dekat kepada Allah Swt. Abu Bakar Shiddik ra., berkata “perbuatan dosa menimbulkan kegelapan jiwa, sedangkan penerangnya adalah taubat”. Sementara Umar bin Khaththab ra., berpandangan bahwa diantara orang yang bakal masuk surga yiatu orang yang bertaubat dari dosanya”.
Terjemah
Imam Ali bin Abi Thalib k.w., berkata, “sesungguhnya sebaik-baiknya amal ialah yang diterima Allah Swt., sebaik-baiknya bulan adalah bulan untuk SMA Kelas XI 45 di mana kamu bertaubat kepada Allah dengan taubatan nasuha. Dan sebaik-baik hari adalah hari di mana kamu meninggal dunia dalam keadaan tetap beriman kepada Allah Swt”.
2. Syarat-syarat taubat
Dalam kaitannya dengana kesalahan yang akan disesalinya, Islam mengenal ada dua kesalahan. Pertama, kesalahan kepada Tuhan (haqqul-Lah), seperti tidak berpuasa, tidak melaksanakan sholat. Kedua, kesalahan kepada sesma manusia (haqqul-adam). Dua kesalahan ini senantiasa menyertai perjalanan hidup umat manusia sehari-hari, baik di sadari maupun tidak di sadari. Oleh karena itu, syarat-syarat taubat yang harus dilakukan oleh seorang muslim atau hamba Allah, sesungguhnya ada sedikit perbedaan antara haqqul-Lah dan haqqul-adam.Bila kesalahan itu terkait dengan haqqul-lah, Imam al-Qusyaeri menerangkan ada tiga syarat sah taubat, yaitu :
1) Menyesali terhadap perbuatan maksiat yang telah dilakukannya, misalnya menyesali diri bahwa meninggalkan sholat itu ada merugikan dan berdoa, menyesali diri bahwa tidak berpuasa di bulan suci ramadhan adalah berdosa.
2) Meninggalkan perbuatan maksiat itu, misalnya dengan berusaha keras untuk melaksanakan sholat wajib secara lengkap dan melaksanakan shaum pada bulan suci ramadhan,
3) Bercita-cita tidak akan mengulangi lagi perbuatan itu.
Sementar bila terkait dengan haqqul-adam maka syarat sahnya bertobat itu adalah memohon maaf sekaligus memulihkan hal-hal yang telah dirugikannya. Misalnya kalau dosa itu berkaitan dengan harta, maka orang yang bertaubat harus mengembalikan harta atau kekayaan yang dicuri atau diambilnya. Bila berkaitan dengan kehormatan, maka orang yang bertaubat harus meminta maaf dan memulihkan kembali nama baik orang terhina atau teraniaya. Bila terkait dengan ajaran yang salah, maka dia harus menginformasikan kesalahan dan meluruskannya kembali ke ajaran yang sesuai dengan Islam.
Pelaksanaan taubat yang terkait dengan haqqul-lah yaitu langsung memohon ampun kepada Allah Swt., sedangkan bila terkait dengan sesama manusia maka selain mohon ampun kepada Allah Swt., adalah meminta maaf kepada pihak lain yang telah dirugikannya.
3. Jenis dan Bentuk Taubat
Bila dikaji dari sumber Al-Qur’an, dapat ditemukan ada beberapa jenis taubat yang dilakukan hamba Allah. Dalam Ensiklopedia Islam (1999:111) disebutkan ada tiga jenis taubat yaitu taubat, inabat, dan aubah.
1) Taubat, diartikan kembali dari kejahatan pada ketaatan karena takut akan murka dan siksa Allah Swt.
Terjemah
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan lakilaki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (Qs. An-Nur : 31)
2) Inabat, yaitu kembali dari yang baik kepada yang lebih baik karena mengharap pahala.
Terjemah
Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang
selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturanperaturan-
Nya), (yaitu) orang yang takut kepada Tuhan yang Maha
Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan Dia datang dengan
hati yang bertaubat, (Qs. Qaf : 32-33)
3) Awbah, orang-orang yang bertobat bukan karena takut dan tidak pula karena
mengharap tambahan pahala, tetapi karena mengikuti perintah Allah Swt.
Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, Dia adalah sebaik- baik hamba. Sesungguhnya Dia Amat taat (kepada Tuhannya). (Qs. Sad:30)
Menurut para ulama, bentuk atau jenis taubat yang dilakukan manusia
itu adalah berbeda-beda.
Imam Ghazali membagi taubat menjadi tiga macam. Yaitu :
1) taubat, yakni kembali dari kemaksiatan pada ketaatan. Misalnya saja,
orang yang bertobat setelah melakukan korupsi atau mencuri. Orang
tersebut termasuk ke dalam jenis taubat yang pertama.
2) Firar, yaitu lari dari kemaksiatan pada ketaatan, dari yang baik kepada
yang lebih baik lagi. Dalam kategori ini, orang yang menghindari
menggosip (ghibah), menghindari minuman keras, menghindari narkoba
termasuk kedalam taubat jenis firar. Bahkan dalam kategori ini, orang
yang belajar secara ikhlas dan giat dari hanya sekedar mendapatkan nilai
10 di rapot dapat disebut sebagai bentuk firar.
3) Inabat, yaitu bertobat berulang-ulang sekalipun tidak berdosa. Seorang
hamba yang dengan penuh kesadaran dan kerinduannya pada Allah Swt
akan melanggengkan (dawam) pertaubatannya kepada Allah Swt
kendatipun tidak melakukan dosa yang nyata.
Berdasarkan pembahasan tersebut, pada dasarnya taubat itu terkait dengan
kualitas amal seseorang. Ada yang bertobat karena telah melakukana kesalahan,
dan ada pula yang bertaubat dengan maksud memperbaiki kualitas amal atau
kebaikan itu sendiri, seperti yang dimaksudkan dengan istila inabat atau awbah.
Dalam pelaksanaannya, ada beberapa cara yang dapat dimasukkan dalam
bentuk tawbah.
1) Taubah secara lisan atau kita sebut taubah secara formal, yaitu dengan
mengucapkan kalimat istighfar, yaitu “astagfirullah al-azhim” (aku mohon
ampunan kepada Allah Yang Mahaagung). Kalimat inilah yang
disunahkan Rasulullah Muhammad Saw untuk dibacakan kaum muslimin
setiap hari paling tidak sehari 70 kali.
2) Taubah dalam hati, yaitu dalam bentuk komitmen diri untuk tidak
mengulang kembali tindakan atau perbuatan yang melanggar aturan Allah
Swt. Pertaubatan hati ini diwujudkan dalam bentuk penyesalan jiwa yang
sungguh-sungguh terhadap perbuatan dosa yang dilakukannya.
3) Melaksanakan perbuatan baik setelah melakukan kesalahan. Rasulullah
Muhammad saw bersabda, “susulkan dosa dengan kebaikan, niscaya
kebaikan itu akan menghapusnya” (HR. At-Tirmizi).
Makna dari kata
“susulkan dengan kebaikan ini”, bisa dalam bentuk ucapan permohonan
ampun (istigfar), dan dapat pula dengan amalan baik yang lainnya yang
memiliki nilai lebih sehingga menghapuskan ’nilai dosa’. Dengan kata
lain, bentuk taubat dapat dilakukan dengan kemampuan menunjukkan
amalan baik setelah melakukan satu tindakan dosa.
4) Pertaubatan sejati (tawbatan
nasuha). Dengan pertaubatan
hendaknya manusia kembali dari
semua niat dan ketergantungan
pada selain Allah menuju hanya
kepada Allah, sehingga yang
terlintas dalam diri penobat (attaib)
adalah la ilaha ilallah (tiada
lain kecuali Allah) dan la maqshuda
ilallah (tidak ada tujuan lain
kecuali Allah).
Setelah orang bertaubat atau
kembali ke jalan lurus, setelah ia
mampu membersihkan pikiran dan
perilaku hidupnya, selanjutnya dia
menceburkan diri dalam kehidupan
sehari-hari dengan penuh keimanan.
Seluruh tindak tanduk, pikiran dan
perbuatannya senantiasa dipayungi
dan dikontrol oleh sinaran ajaran ilahi
(syari’at Islam).
Bentuk pertaubatan yang seperti ini disebut taubatan nashuha atau
pertaubatan yang sejati. Maksudnya yaitu pertaubahan yang mampu mengubah
warna hidup seseorang menjadi kehidupan yang tercelup (sibgah) pancaran
ajaran dari Allah Swt.
“Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, Maka Sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (Qs. Al-Furqan : 71)
Oleh karena itu, taubat itu mirip dengan sterilisasi (penyucian atau pembersihan) diri dari berbagai virus dan atau penyakit hidup. Dalam ajaran Islam disebut dengan istilah pembersihan hati (tazkiyatun qalb) atau pembersihan diri (tazkiyatun nafs). Setelah bertaubat itu kemudian hidupnya senantiasa diwarnai oleh iman dan amal saleh.
4. Pentingnya Taubat
Konsep pertaubatan dalam Islam dipandang sangat penting dan sentral.
Menurut Said Aqiel Siradj (dalam Hasan M. Noer, 2002:212) hal ini tampak
dai salah sati sifat Allah Swt yang disebut sebagai Maha Bertobat (al-tawwab).
Malahan kata ’tawbat” digunakan dalam Al-Qur’an sebanyak 53 kali. Ini
menunjukkan bahwa betapa penting dan sentralnya konsep pertaubatan
dalam Islam. Bahkan bunyi ayat dalam Al-Baqarah ayat 222, disebutkan bahwa
Allah Swt amat menyukai orang-orang yang bertobat dan rajin menyucikan
diri.
... Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri. (Qs. Al-Baqarah: 222)
Para sufi (tasawuf) bahkan memandang ’taubat’ sebagai pintu pertama untuk memasuki tahapan akhlak yang lainnya. Tidak mungkin seseorang mampu mencapai derajat orang zuhud, sabar, atau tawakal tanpa memasuki tahapan pintu taubat. Adalah mustahil orang dapat dikatakan menjadi orang yang zuhud bila belum melalui pintu taubat. Oleh karena itu, taubat merupakan tahapan atau derajat (maqam) yang harus dilalui oleh seseorang dalam meraih derajat orang bertaqwa.
C. Makna dan Penjelasan Raja’
1. Definisi
Imam Al-Ghazali menyebutkan ada dua jenis harap yang dapat terjadi di
lingkungan masyarakat kita. Pertama, harapan yang memiliki kejelasan
mengenai sebab dan kemungkian benar akibatnya, maka bentuk harapan
tersebut disebut sebagai harapan yang benar. Kedua, yaitu harapan yang tidak
memiliki sebab, maka bentuk harap itu adalah tipuan dan kebodohan belaka.
Ketiga, jika harapan itu tidak jelas sebab-sebabnya dan tidak diketahui pula
ada atau tidak akibat, maka harapan tersebut lebih berbentuk ‘angan-angan’.
Pentingnya sikap optimis dan penuh harapan ini, sejalan dengan firman
Allah Swt dalam Qs. Az-Zumar ayat 53, yang berbunyi :
...
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. Az-Zumar: 53)
Selain itu, dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw bersabda, yang artinya “Keduanya (takut dosa dan rahmat Allah) itu tidaklah berkumpul pada hati hamba pada tempat ini, melainkan ia diberikan oleh Allah apa yang diharapkanya dan ia diamankan oleh Allah dari apa yang ditakutinya (HR. At Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah dari Anas).
Firman Allah Swt yang sesuai dengan masalah pentingnya menumbuhkembangkan harapan dalam hidup, tertuang dalam Surat As-Sajdah, rasa takut didahulukan dibandingkan dengan harap. Terjemah
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan”. (Qs. As-Sajdah : 16)
Sedangkan pada surat Anbiya, rasa harap diposisikan lebih dahulu dibandingkan dengan takut. Terjemah
“Maka Kami kabulkan (doa)nya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya, dan Kami jadikan istrinya (dapat mengandung). Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk ke-pada Kami.” (Qs. Al-Anbiya : 90).
Tugas Kelompok
“Buat makalah yang terkait dengan perilaku manusia tentang harapan”
Contoh tema :
1. Orang suka berjudi
2. Kebiasaan orang melamun
3. Pentingnya cita-cita menurut Islam
4. Keinginan yang muluk
Buat makalah yang kemudian presentasikan di depan kelas !
2. Pentingnya Roja’
Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa harap dan takut merupakan dua sayap,
yang dengan dua sayap itu orang muqorrobin terbang ke setiap pangkat yang terpuji.
Kedua hal tersebut merupakan sebuah pisau yang dengan dua pisau tersebut
orang dapat berjalan ke akherat, memotong setiap tebing yang sukar di daki”.
Seorang sufi benama Kalabazi berkata “takut itu adalah laki-laki, dan pengharapan
itu adalah perempuan. Artinya, dari keduanya itulah lahir keimanan”.
Untuk menjelaskan masalah ini, penulis ingin kutipkan beberapa bait
Jalaluddin Rumi (2001:60) yang berkaitan dengan rasa harap ini.
Ketika engkau ingin pergi ke suatu tempat, hatimu akan berangkat
lebih dulu untuk melihat tempat tujuanmu. Memeriksa seperti apa
sesungguhnya wujud tempat itu. Dan kemudian ia kembali untuk
membawa tubuh ke sana.
Pendapat Jalaludin Rumi cocok dengan teori motivasi atau manajemen
hidup. Bagi masyarakat modern sekarang, orang yang memiliki harapan besar,
baik itu ditunjukkan dengan gairah hidup, motivasi tinggi, cita-cita yang agung
atau berfikir positif, maka harapan yang dalam jiwanya tersebut akan
mendorong dirinya untuk terus bekerja keras, berfikir cerdas dan bersemangat
dalam mengisi hidup dan kehidupannya. Hal ini diungkapkan Jalaluddin Rumi
(2001:129) dalam puisi berikut ini :
Manusia terbawa oleh segala sesuatu yang ia angankan. Sebagaimana
angan-angan tentang sebuah kebun, akan membawanya menuju
kebun, dan angannya tentang sebuah kedai membawanya menuju
kedai, Tapi fatamorgana tersembunyi di dalam angan-angan itu.
Tidakkah kau mengalami bahwa saat kau pergi ke suatu tempat
tertentu dan kemudian menjadi menyesal ? Kau bayangkan tempat
itu indah, tapi tenda-tenda yang di dalamnya tersembunyi seseorang.
Ketika angan-angan itu akhirnya pergi dan muncullah kenyataan
tanpa tenda imajinasi, maka itulah kebangkitan.
~ Refleksi
Muslim yang baik bukan berarti dia tidak pernah berdosa. Muslim
yang baik adalah orang yang taubat secara sungguh hati setelah dia
melakukan satu perbuatan dosa. Cara taubat yang paling sederhana
dan paling strategis, adalah dengan melakukan istigfar setiap saat.
Karena kita sesungguhnya, tidak pernah tahu, kapan hati atau pikiran
kita tergelincir ke dalam satu perbuatan dosa. Oleh karena itu, wajar
bila Rasulullah Muhammad Saw memberikan ajaran kepada kaum
muslimin untuk senantiasa memperbanyak dzikir dan istigfar.
Kendati kita menyadari bahwa hidup ini seringlai berlumur dosa,
namun bagi seorang muslim tidak boleh putus dari rasa harap dan
sikap optimis. Karena sesungguhnya, dibalik sikap ketelitian dan
keadilan Allah Swt dalam memberikan balasan kepada setiap pelaku
dosa, Allah Swt. pun adalah Mahapengampun (al-gafur). Sifat Allah
Swt. ini merupakan salah satu kunci yang penting untuk dijadikan
alasan bahwa seorang muslim harus tetap memiliki rasa optimis dengan
penuh harap yang tinggi (raja').
Ibarah pepatah, hidup seorang muslim itu ibarat burung terbang
dengan dua sayap yang kuat dan kokoh, yaitu sayap taubat dan sayap
roja'. Kedua sayap ini, selain akan menjadi pengendali perilaku seorang
muslim, namun akan menjadi kendaraan bagi seorang muslim untuk
mendapatkan kebahagiaan di masa depan.
~ Rangkuman
๐ Secara bahasa, taubat mengandung makna penyesalan atau
kembali. Artinya kembali ke jalan yang benar, setelah melakukan
satu tindakan yang melanggar aturan Allah Swt.
๐ Syarat-syarat taubah yaitu menyesali, meninggalkan pekerjaan dosa
dan bercita-cita untuk tidak mengulangi kembali perbuatan salah.
๐ Cara melaksanakan taubah dapat dilakukan dengan cara taubat
lisan, taubat dengan hati, taubat dengan perbuatan serta taubat
dengan sesungguhnya (taubatan nashuha).
๐ Jenis atau bentuk taubah beraneka ragam. Ada yang membagi
taubah menjadi tiga, yaitu taubah, inabah dan awbah.
๐ Raja adalah harap yang dimiliki oleh seorang muslim.
๐ Nilai harap sangat bermanfaat bagi seorang muslim, khususnya
yaitu untuk membangun sikap optimis dalam menjalani hidup
dan kehidupan.
๐ Harap dan taubat adalah dua pekerjaan bathin yang penting untuk
dimiliki oleh seorang muslim.
0 komentar:
Posting Komentar