Buletin Kaffah, No. 124, 21
Jumadul Awal, 1441 H-17 Januari 2020 M
SETELAH KONSTANTINOPEL, KITA AKAN MENAKLUKKAN ROMA
Salah seorang sahabat Nabi saw., Abu
Qubail, pernah bercerita: Ketika kami sedang bersama Abdullah bin Amr bin al-‘Ash,
dia ditanya, “Kota manakah yang akan ditaklukan terlebih dulu; Konstantinopel
atau Roma?” Abdullah meminta kotak dengan lingkaran-lingkaran miliknya.
Kemudian ia mengeluarkan kitab. Lalu ia berkata: Ketika kita sedang menulis di
sekitar Rasulullah saw., beliau ditanya: “Di antara dua kota ini manakah
yang akan ditaklukan terlebih dulu: Konstantinopel ataukah Roma?” Beliau
menjawab:
«ู
َุฏَِููุฉُ ِูุฑََْูู ุชُْูุชَุญُ ุฃًََّููุง َูุนِْูู
ُูุณْุทَْูุทَِِّูููุฉَ»
“Kota Heraklius
ditaklukkan lebih dulu, yaitu Konstantinopel.” (HR Ahmad, ad-Darimi dan
al-Hakim).
Hadis ini dinyatakan shahih
oleh al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Adapun Abdul Ghani al-Maqdisi
berkata, “Hadis ini sanadnya hasan.”
Janji Nabi saw. itu ternyata
memotivasi setiap khalifah kaum Muslim untuk merealisasikannya. Sejarah
mencatat bahwa upaya serius penaklukan Konstantinopel telah berlangsung sejak
masa Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan (668-669 M). Namun demikian, karena kuatnya
pertahanan musuh, pasukan Islam yang dipimpin oleh Yazid bin Muawiyah pada saat
itu belum mampu menaklukkan kota tersebut.
Konstantinopel dikenal dengan
benteng-bentengnya yang sangat kokoh. Kota itu juga memiliki benteng alam
berupa tiga lautan yang mengelilinginya, yaitu: Selat Basphorus, Laut Marmara
dan Tanduk Emas. Ketiganya dikelilingi oleh rantai besar sehingga sangat sulit
bagi kapal musuh untuk leluasa masuk ke dalamnya.
Daratannya juga dijaga oleh benteng
yang kokoh terbentang dari Laut Marmara sampai ke Tanduk Emas. Dari segi
kekuatan militer, kota ini terhitung sebagai kota yang paling aman dan
terlindungi. Sebab di dalamnya ada pagar-pagar yang tinggi menjulang, menara
pengintai yang kokoh serta serdadu Bizantium di setiap penjuru kota. Wajar jika
wilayah itu sangat sulit untuk ditaklukkan.
Meski begitu, cita-cita untuk
membebaskan Konstantinopel tidak pernah berhenti. Perjuangan berikutnya terus
dilanjutkan oleh Khilafah Abbasiyyah. Pada masa Khalifah al-Mahdi, ia mengirim sejumlah
ekspedisi ke wilayah-wilayah Imperium Bizantium sejak 163 H/779 M. Saat itu
Al-Mahdi mengirim sebuah ekspedisi musim panas yang langsung dipimpin putranya,
Harun ar-Rasyid. Tujuannya untuk mengepung Konstantinopel. Tahun 166 H/782 M,
Harun ar-Rasyid kembali memimpin ekspedisi musim panas yang berjumlah sembilan
puluh lima ribu personel. Ekspedisi ini tiba hingga di laut yang mengelilingi
Konstantinopel. Sayangnya usaha menjemput janji Nabi saw. ini pun gagal.
Selanjutnya, setelah Kota Baghdad
jatuh pada tahun 656 M, yang menjadi akhir Khilafah Abbasiyah, usaha
membebaskan Konstantinopel tetap diteruskan sampai ke generasi Khilafah Utsmaniyah,
yakni Bayazid I (795-803 H/ 1393-1401 M) dan Sultan Murad II (1422 M). Usaha
mereka pun masih tetap menemui kegagalan.
Namun demikian, upaya pembebasan
terus berlanjut. Akhirnya, setelah delapan abad berlalu, Allah SWT mengabulkan
impian umat Islam tersebut melalui kepemimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih,
pemimpin ketujuh dari Khilafah Utsmaniyah. Sejarah menceritakan bahwa Muhammad
Al-Fatih adalah seorang yang shalih. Sejak balig, Al-Fatih tidak pernah
meninggalkan kewajibannya. Ia pun senantiasa memperbanyak amalan sunnah.
Setelah diangkat menjadi sultan, Al-Fatih langsung melanjutkan tradisi para
pendahulunya untuk terjun langsung dalam Penaklukan Konstantinopel.
Bersungguh-sungguh Menjemput Janji
Nabi saw.
Muhammad Al-Fatih memperbanyak
jumlah pasukannya hingga mencapai 250.000 personil. Angka ini merupakan jumlah
yang sangat besar jika dibandingkan dengan jumlah tentara negara lain pada saat
itu. Ia juga memperkuat pelatihan pasukan dengan berbagai seni tempur dan
ketangkasan bersenjata. Dengan begitu mereka memiliki kemampuan tempur tingkat
tinggi. Ia juga menanamkan nilai-nilai tauhid dan keislaman sehingga pasukannya
benar-benar memiliki ruh jihad yang kuat.
Hampir dua bulan pasukan Muhammad
Al-Fatih melakukan pengepungan dan serangan ke Konstantinopel, yaitu dari 26
Rabiul Awal hingga 19 Jumada al-Ula 857 H (6 April–28 Mei 1453 M). Muhammad
Al-Fatih mengerahkan berbagai strategi. Di antaranya memindahkan kapal-kapal
melalui bukit, membuat terowongan-terowongan dan membuat benteng bergerak dari
kayu. Akhirnya, pada 20 Jumadil Ula 857 M (29 Mei 1453 M) Konstantinopel
berhasil dibebaskan oleh pasukan Islam (Lihat: Ali Muhammad ash-Shalabi, Ad-Dawlah
al-‘Utsmaniyyah: ‘Awamil an-Nuhudh wa Asbab as-Suquth, hlm. 87-107).
Apa yang dilakukan oleh umat Islam
saat itu menunjukan bahwa mereka benar-benar yakin dengan apa yang disampaikan
oleh Nabi saw. Itu dibuktikan dengan kesungguhan mereka untuk menjemput janji
beliau. Meskipun berulang gagal, para khalifah dari generasi ke generasi terus berupaya
membuktikan kebenaran janji beliau tersebut. Akhirnya, perjuangan mereka
membuahkan hasil yang sempurna di tangan seorang pemuda bernama Muhammad.
Beliaulah yang sukses menaklukan Konstantinopel. Itulah sebabnya ia disebut
sebagai Al-Fatih, yang berarti Sang Penakluk.
Memang seperti itulah seharusnya
seorang Muslim. Sebagaimana janji Allah akan surga yang akan diraih setelah
melalui ikhtiar yang sungguh-sungguh dari para hamba-Nya, janji-Nya akan
kejayaan Islam dan kaum Muslim pun harus diwujudkan dengan sungguh-sungguh oleh
orang-orang yang beriman. Kemenangan tidak akan datang dengan sendirinya. Ia
akan datang setelah melalui proses perjuangan yang panjang, yang kadangkala
harus mengorbankan segenap jiwa dan raga.
Penaklukan Roma, Kabar Gembira yang
Harus Kita Perjuangkan
Kabar gembira Nabi Muhammad saw.
tentang Penaklukkan Konstantinopel telah terbukti dan berhasil diwujudkan oleh
Muhammad Al-Fatih. Selanjutnya, menurut hadis shahih di atas, Rasulullah
saw. mengisyaratkan bahwa berikutnya Kota Roma akan ditaklukkan. Saat ditanya, “Kota
manakah yang dibebaskan lebih dulu, Konstantinopel atau Roma?” Rasul saw. menjawab,
“Kota Heraklius dibebaskan lebih dulu, yaitu Konstantinopel.” (HR
Ahmad).
Berdasarkan hadis tersebut, secara
kronologis, Pembebasan Roma terjadi setelah Pembebasan Konstantinopel. Sebagian
riwayat menyebutkan bahwa kabar gembira tersebut justru Rasulullah saw. sampaikan
tatkala umat Islam dalam masa-masa sulit, yakni saat mempersiapkan parit untuk
menghadang pasukan koalisi Bangsa Quraisy pada Perang Ahzab.
Dalam kitab Mu’jam al-Buldan
karya Yakut al-Hamawi dijelaskan, bahwa maksud Rumiyah dalam hadis di
atas adalah ibukota Italia hari ini, yaitu Roma (Al-Hamawi, Mu’jam al-Buldan,
3/100).
Setelah Pembebasan Konstantinopel
tujuh abad yang lalu, hingga sekarang umat Islam belum berhasil membebaskan Kota
Roma. Penyebutan Roma setelah Konstantinopel tampaknya merupakan mukjizat
tersendiri karena hingga sekarang Roma merupakan simbol agama Nasrani dan
peradaban Romawi (Barat).
Memang Rasulullah saw. tidak secara
tegas menyebutkan kapan Pembebasan Roma terjadi dan siapa yang akan bisa
melakukannya, seperti halnya Pembebasan Konstantinopel. Akan tetapi, yang pasti
Pembebasan Roma tidak akan terjadi kecuali setelah umat Islam memiliki kekuatan
yang sangat besar, yaitu kekuatan yang setara atau bahkan melebihi kekuatan
umat Islam tatkala membebaskan Konstantinopel. Kekuatan itu hanya mungkin
terjadi ketika umat Islam memiliki Khilafah yang ditegakkan berdasarkan metode
kenabian. Demikian sebagaimana komentar Syaikh al-Albani ketika mengomentari
hadis di atas. Ia menulis, “Penaklukan pertama (Konstantinopel) telah berhasil
direalisasikan melalui tangan Muhammad Al-Fatih al-‘Utsmani. Seperti yang telah
diketahui, penaklukan itu terealisasi setelah lebih dari delapan ratus tahun
sejak kabar gembira itu disampaikan oleh Nabi saw. Pembebasan kedua (yaitu Penaklukan
Kota Roma) dengan izin Allah juga pasti akan terealisasi. Sungguh, beritanya
akan Anda ketahui di kemudian hari. Tidak diragukan bahwa realisasi pembebasan
kedua itu menuntut kembalinya Khilafah Rasyidah ke tengah-tengah umat Muslim.”
(Al-Albani, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, 1/33, nomor hadis. 1329).
Bukan tugas kita untuk memastikan
kapan itu terjadi, sebab ini merupakan perkara gaib. Namun, bila dicermati
lebih dalam, banyak kesamaan karakter perjalanan dalam merealisasikan janji
tersebut, yaitu tidak lepas dari jihad fi sabilillah dan pengerahan pasukan
yang sangat besar. Sebagaimana takluknya Konstantinopel saat Kekhilafahan Islam
masih tergak berdiri, maka Roma pun hanya akan takluk saat Kekhilafahan kembali
tegak nanti.
Tugas kita adalah memperjuangkan
tegaknya kembali Khilafah. Bukan diam. Apalagi menghalang-halanginya. Khilafah
itulah yang akan mempersatukan kaum Muslim di seluruh penjuru dunia yang saat
ini tercerai-berai. Kemudian muncullah kekuatan dan kelak takluklah Kota Roma
di tangan kita semua. []
Hikmah:
Allah
SWT berfirman:
َูุนَุฏَ
ุงَُّููู ุงَّูุฐَِูู ุขู
َُููุง ู
ُِْููู
ْ َูุนَู
ُِููุง ุงูุตَّุงِูุญَุงุชِ ََููุณْุชَุฎََُِّْููููู
ْ
ِูู ุงูุฃุฑْุถِ َูู
َุง ุงุณْุชَุฎََْูู ุงَّูุฐَِูู ู
ِْู َูุจِِْููู
ْ ََُูููู
َََِّّููู َُููู
ْ
ุฏَُِูููู
ُ ุงَّูุฐِู ุงุฑْุชَุถَู َُููู
ْ ََُูููุจَุฏََُِّّูููู
ْ ู
ِْู ุจَุนْุฏِ ุฎَِِْูููู
ْ ุฃَู
ًْูุง
َูุนْุจُุฏَُِูููู ูุง ُูุดْุฑَُِููู ุจِู ุดَْูุฆًุง َูู
َْู ََููุฑَ ุจَุนْุฏَ ุฐََِูู َูุฃَُููุฆَِู
ُูู
ُ ุงَْููุงุณَُِููู
Allah
telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih
di antara kalian, bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di bumi
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai (Islam), dan akan mengubah
(keadaan) mereka—setelah berada dalam ketakutan—menjadi aman sentosa. Mereka
tetap menyembah-Ku tanpa mempersekutukan-Ku dengan apapun. Siapa saja yang
(tetap) kafir setelah (janji) itu, mereka itulah orang-orang yang fasik.
(TQS
an-Nur [24]: 55). []
0 komentar:
Posting Komentar