Bahaya Kaum Munafik: Musuh dalam Selimut yang Menggunting dalam Lipatan
Ini gambaran bagaimana kaum Munafik memusuhi Islam dan kaum Muslim karena motif duniawi, silahkan ditafakur, dan jadikan ibrah untuk memahami kondisi kaum Muslim kini.
Di sisi lain, kesulitan dan tantangan dakwah yang dimunculkan oleh kaum Munafik, hakikatnya menjadi pembeda antara kaum pecundang dan kaum pejuang, perhatikan!
Sekilas Balaghah Al-Qur'an Menggambarkan Kaum Munafik
َูู َِู ุงَّููุงุณِ ู َْู َُُูููู ุขู ََّูุง ุจِุงَِّููู َูุจِุงَْْูููู ِ ุงْูุขุฎِุฑِ َูู َุง ُูู ْ ุจِู ُุคْู َِِููู {ูจ} ُูุฎَุงุฏِุนَُูู ุงََّููู َูุงَّูุฐَِูู ุขู َُููุง َูู َุง َูุฎْุฏَุนَُูู ุฅَِّูุง ุฃَُْููุณَُูู ْ َูู َุง َูุดْุนُุฑَُูู {ูฉ} ِูู ُُูููุจِِูู ْ ู َุฑَุถٌ َูุฒَุงุฏَُูู ُ ุงَُّููู ู َุฑَุถًุง ََُูููู ْ ุนَุฐَุงุจٌ ุฃَِููู ٌ ุจِู َุง َูุงُููุง َْููุฐِุจَُูู {ูกู } َูุฅِุฐَุง َِููู َُููู ْ َูุง ุชُْูุณِุฏُูุง ِูู ุงْูุฃَุฑْุถِ َูุงُููุง ุฅَِّูู َุง َูุญُْู ู ُุตِْูุญَُูู {ูกูก} ุฃََูุง ุฅَُِّููู ْ ُูู ُ ุงْูู ُْูุณِุฏَُูู ََِْูููู َูุง َูุดْุนُุฑَُูู {ูกูข} َูุฅِุฐَุง َِููู َُููู ْ ุขู ُِููุง َูู َุง ุขู ََู ุงَّููุงุณُ َูุงُููุง ุฃَُูุคْู ُِู َูู َุง ุขู ََู ุงูุณََُّููุงุกُ ุฃََูุง ุฅَُِّููู ْ ُูู ُ ุงูุณََُّููุงุกُ ََِْูููู َูุง َูุนَْูู َُูู {ูกูฃ}
"Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu." (QS. Al-Baqarah [2]: 8-13)
Kalimat wa ma hum bi mu’minin merupakan jawaban atas klaim mereka yang mengaku beriman kepada Allah dan Hari Akhir (รขmanna biLlรขhi wa bi al-yaum al-รขkhir) namun hakikatnya tidak beriman. Kata mu’minin, diungkapkan dalam bentuk kata benda (al-ism) bukan kata kerja (al-fi’l), menunjukkan kepastian (qath’i) ketiadaan iman dalam diri mereka. Diperkuat dengan adanya huruf ba’ (bi mu’minin), untuk menguatkan penafian keimanan tersebut (mubรขlaghah), karena ia termasuk huruf tambahan yang mengandung suatu faidah (al-ithnab).
Kalimat yukhadi’unaLlaha, merupakan bentuk majazi (kiasan) dengan cara meminjam istilah tamtsil yakni perumpamaan (al-isti’arah al-tamtsiliyyah), mengumpamakan sikap buruk mereka terhadap Allah dengan menampakkan keimanan namun menyembunyikan kekufuran dalam hatinya. Kalimat fi qulubihim maradh, merupakan bentuk majaz kinayah, yakni kiasan dengan menggunakan istilah ”penyakit dalam hati” untuk menggambarkan penyakit kemunafikan yang memang merusak hati seseorang, sebagaimana penyakit fisik merusak jasad seseorang.
Kalimat innama nahnu mushlihun, mengandung pengkhususan khabar (qashr al-maushuf ’ala al-shifah), bahwa ”kami adalah orang yang melakukan perbaikan tidak selainnya”. Klaim dusta kaum munafik ini, dibantah Allah dengan adanya khabar selanjutnya ”ala innahum hum al-mufsidun” (ingatlah sesungguhnya mereka sebenar-benarnya kaum perusak), yang diungkapkan dengan tiga taukid (penegasan): huruf tanbih ala, huruf inna, dan dhamir hum yang diulang dua kali.
Itu semua menegaskan kebenaran informasi dari Allah yang tidak menyisakan sedikit pun keraguan maupun pengingkaran (syakk wa inkar), bahwa sesungguhnya mereka sebenar-benarnya kaum perusak. Sehingga khabar ayat ini termasuk khabar inkari (khabar yang mengandung lebih dari satu taukid).
Lafal hum (mereka) yang diulang dua kali, ala innahum hum al-mufsidun, termasuk bentuk pengulangan lafal (al-ithnab: tikrar al-lafdz) yang berfaidah menguatkan informasi dalam ayat (taukid) sekaligus menunjukkan pengkhususan sifat perusak pada diri kaum munafik (al-qashr) karena ia merupakan kata ganti pemisah (dhamir al-fashl) antara kalimat inti yakni frasa innahum dan khabarnya yakni al-mufsidun.
Irfan Abu Naveed
0 komentar:
Posting Komentar