Al-Islam
edisi 795, 17 Jumadul Awal 1437 H – 26 Februari 2016 M
WASPADAI UPAYA PEMISAHAN PAPUA!
Organisasi Papua
Merdeka meresmikan kantor United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) pada Senin
(15/2/2016) di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Peresmian kantor ULMWP ini dilakukan secara tertutup. Kehadiran lembaga ini
bersama perkumpulan negara-negara di kawasan Melanesia berperan untuk mendorong
referendum Papua ke Dewan PBB
(Kompas.com, 15/2). ULMWP
sebelumnya telah mendirikan kantor di Port Vila, ibukota Vanuatu, dan di
Honiara, Kepulauan Solomon.
Pembukaan kantor ULMWP itu dibantah
oleh Pemerintah. Meski
demikian, pihak Kepolisian Resort Jayawijaya menyita papan Kantor ULMWP milik
OPM di Jalan Trikora, Wamena Papua, pada
Selasa (16/2/2016) sore (Kompas.com, 17/2).
Strategi Umum Pemisahan Papua
Upaya pemisahan (separatisme) Papua dilakukan melalui
tiga strategi. Pertama, terus melakukan perlawanan di dalam negeri
melalui sayap militer OPM dan melalui aksi-aksi non-kekerasan, semisal
demonstrasi oleh mahasiswa, yang jelas menyuarakan kemerdekaan Papua.
Kemerdekaan Papua terus disuarakan melalui berbagai organisasi termasuk LSM.
Kedua, melalui jalur politik dan internasionalisasi isu Papua. Babak baru
internasionalisasi itu dimulai ketika Benny Wenda membuka kantor organisasi
Free West Papua di Oxfort Inggris pada April 2013; diikuti pembukaan kantor di
Belanda, Australia dan negara Melanesia; lalu pembukaan kantor ULMWP di Vanuatu
dan Solomon Island; kemudian klaim peresmian kantor ULMWP di Wamena. Semua itu merupakan
bagian dari internasionalisasi isu Papua. Kampanye yang selalu diangkat adalah
pelanggaran HAM, penindasan dan ketidakadilan yang diderita rakyat Papua; juga
terus disuarakan bahwa integrasi Papua ke Indonesia tidak sah.
Ketiga, terus mendesakkan referendum penentuan nasib sendiri untuk rakyat Papua.
Internasionalisasi isu Papua adalah upaya untuk mendesakkan referendum ini.
Strategi referendum Papua melalui Dewan PBB itu sama seperti strategi pemisahan
Timor Timur dari Indonesia.
Pemerintah Lemah
Pembukaan kantor ULMWP itu menunjukkan Pemerintah
lemah dalam menghadapi upaya disintegrasi (pemecahbelahan) Indonesia.
Pemerintah cenderung membiarkan berbagai manuver untuk mengkondisikan
kemerdekaan Papua.
Pada
1 Desember 2014, sekitar 300 mahasiswa asal Papua melakukan unjuk rasa di
Bundaran HI Jakarta
menyuarakan “Papua Merdeka”. Meski unjuk rasa itu dibubarkan oleh aparat, tak
terlihat ada
tindakan tegas terkait
hal itu.
Pemerintah
juga membiarkan kelompok-kelompok LSM liberal asing maupun lokal—termasuk pihak
Gereja—gencar menyerukan pemisahan Papua. Hasil sidang sinode GKI (Gereja
Kristen Indonesia) Oktober 2011 mengeluarkan pesan: mendorong “Hak Menentukan
Nasib Sendiri” orang Papua. Pesan ini sejalan dengan rekomendasi Aliansi
Gereja-gereja Reformasi se-Dunia (World Alliance of Reformed Churches) tahun 2004. Sebelumnya, Timor Timur
lepas dari Indonesia juga tidak terlepas dari peran Gereja bekerjasama dengan
kekuatan imperialis asing dan LSM komprador.
Pemerintah
pun lemah dan
cenderung diam terhadap negara-negara yang memberikan
jalan pembukaan kantor kelompok separatis Papua. Saat Free West Papua dengan tokohnya Benny Wenda membuka
kantor di Oxford Inggris pada April 2013 silam, Pemerintah hanya melayangkan
protes dan meminta penjelasan. Hal serupa juga dilakukan saat separatis Papua
itu membuka kantor di Australia dan Belanda. Padahal Pemerintah Inggris,
Australia dan Belanda mendiamkan saja pembukaan kantor itu. Pemerintah
malah bekerjasama makin erat dengan
negara-negara imperialis itu.
Sekarang, klaim peresmian kantor ULMWP di Wamena berusaha
ditutupi dan dinafikan oleh Pemerintah. Pemerintah juga tidak tegas terhadap
Vanuatu dan Solomon Island. Pemerintah malah akan membina hubungan dan
meningkatkan hubungan dekat dengan neagra-negara Melanesia, termasuk Vanuatu
dan Solomon Island.
Campur Tangan Asing
Semua pihak harus mewaspadai campur tangan asing dalam upaya
pemisahan Papua. Semua pihak, khususnya Pemerintah,
seharusnya paham, negara-negara imperialis tidak akan membiarkan Indonesia
menjadi negara yang utuh dan kuat. Negara-negara imperialis ini akan selalu melakukan konspirasi untuk
kepentingan ekonomi dan politik mereka.
Tidak boleh dilupakan, pada tahun 1998 pernah muncul
rekomendasi dari Rand Corporation, lembaga kajian strategis yang sering
memberikan rekomendasi kepada Kemenhan AS, bahwa Indonesia harus dibagi dalam 8
wilayah. Salah satu prioritas adalah memerdekakan Papua. Hal itu diugkap oleh
Hendrajit dkk dalam buku Tangan-Tangan
Amerika (Operasi Siluman AS di Pelbagai Belahan Dunia), terbitan Global Future Institute pada
2010. Rekomendasi skenario “balkanisasi” Indonesia yang
dikeluarkan saat Bill Clinton berkuasa itu tampaknya dijalankan meski dengan
detil proses yang dimodifikasi.
Faktor Pemicu
Senjata ampuh yang digunakan dalam proses disintegrasi, belajar dari kasus Timtim, adalah
demokrasi. Sebelumnya, nilai penting demokrasi, yaitu hak menentukan nasib
sendiri, terbukti sukses memisahkan Timtim dari Indonesia. Seharusnya ini
menjadi alasan kuat untuk menolak sistem demokrasi. Bayangkan, jika tiap wilayah di Indonesia, atas
nama hak menentukan nasib sendiri, menuntut merdeka, dipastikan Indonesia akan
terpecah menjadi beberapa negara kecil yang lemah tak berdaya.
Mulusnya
upaya pemisahan Papua tidak bisa dilepaskan dari kegagalan Pemerintah rezim
liberal untuk mensejahterakan rakyat Papua. Meskipun Papua memiliki kekayaan
alam yang luar biasa, rakyatnya hidup dalam kemiskinan. Pangkalnya adalah peerapan demokrasi-kapitalisme. Sistem
demokrasi telah memuluskan berbagai UU liberal yang mengesahkan perusahaan asing seperti Freeport untuk merampok
kekayaan alam Papua.
Penting untuk disadari oleh semua pihak, khususnya rakyat
Papua, pemisahan Papua dari Indonesia bukanlah solusi bagi persoalan rakyat Papua.
Meminta bantuan negara-negara imperialis untuk memisahkan diri merupakan bunuh
diri politik. Memisahkan diri akan memperlemah Papua. Negara-negara imperialis
yang rakus justru akan lebih leluasa memangsa kekayaan alam dan sumberdaya negeri Papua.
Pemisahan Papua hanyalah untuk kepentingan segelintir elit politik yang
bekerjasama dengan negara-negara asing imperialis.
Solusi Tuntas
Tak ada jalan lain untuk keluar
dari persoalan ini, kecuali dengan mencampakkan sistem kapitalisme-demokrasi, lalu menerapkan
syariah Islam secara totalitas di bawah naungan Khilafah Rasyidah. Syariah Islam akan
menghentikan imperialisme
Amerika, Inggris,
Australia dan Barat.
Syariah Islam akan menutup celah bagi negara imperialis memecah dan menguasai
negeri ini. Allah SWT berfirman:
﴿وَلَن يَجْعَلَ
اللَّهُ
لِلْكَافِرِينَ
عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ
سَبِيلاً﴾
Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum Mukmin (TQS an-Nisa’ [4]: 141).
Syariah
Islam akan menjaga keamanan dan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat tanpa
melihat suku, bangsa, warna kulit maupun agama. Kebijakan politik ekonomi Islam adalah untuk menjamin
pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan setiap individu rakyat; juga
menjamin pendidikan dan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat.
Islam menetapkan kekayaan alam yang besar sebagai milik umum, milik
bersama seluruh rakyat, yang haram dikuaai swasta apalagi asing. Kekayaan alam
itu harus dikelola oleh negara mewakili rakyat. Hasilnya akan dihimpun di kas
negara dan didistribusikan untuk membiayai kepentingan pembangunan dan
pelayanan kepada rakyat. Patokan dalam pendistribusian itu adalah setiap
daerah diberi dana sesuai kebutuhannya tanpa memandang berapa besar pemasukan
dari daerah itu. Sebab, Islam mewajibkan negara untuk menjaga keseimbangan
perekonomian dan pemerataan kekayaan di antara rakyat dan antardaerah. Kesenjangan dan ketimpangan antarindividu
dan antardaerah akan segera bisa diatasi dengan penerapan syariah Islam secara
total dan menyeluruh itu.
Wahai Kaum Muslim:
Menyelesaikan masalah Papua adalah dengan menghilangkan kezaliman dan
ketidakadilan yang terjadi, mengelola kekayaan negeri demi kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat, serta mendistribusikan kekayaan itu secara merata dan
berkeadilan.
Walhasil,
hal mendasar dan
sangat penting bahkan vital adalah sesegera mungkin mewujudkan penegakan
Khilafah Rasyidah yang
akan menerapkan seluruh syariah Islam. Syariah Islam, ketika diterapkan secara total, pasti
akan memberikan kebaikan kepada siapapun, termasuk non-Muslim. Syariah Islam
inilah yang akan memberikan kebaikan kepada kita di dunia dan di akhirat.
Dengan syariah dan Khilafah, Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin akan bisa
nyata-nyata diwujudkan. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar al-Islam
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menilai fenomena kemunculan lesbian,
gay, biseksual, dan transjender (LGBT) di Indonesia adalah bagian dari proxy
war atau
perang proksi untuk menguasai suatu bangsa tanpa perlu mengirim pasukan militer
(Kompas.com, 23/2).
1.
Buktinya, pihak asing menggelontorkan jutan dolar untuk mendukung LGBT.
Perang proxy yang paling berbahaya adalah saat penguasa justru menjadi
proxy (baca: boneka) pihak asing yang bekerja menjadi operator kepentingan
asing. Jangan-jangan ini sedang terjadi di negeri ini.
0 komentar:
Posting Komentar