Buletin Kaffah No.
004, 10 Dzulhijjah 1438 H/1 September 2017 M
Renungan Idul Adha 1438 H:
TINGKATKAN KETAATAN,
WUJUDKAN PERSATUAN
Pada
hari Idul Adha ini,
kembali kita mengenang peristiwa agung
pengorbanan Nabi Ibrahim as. dalam menaati perintah Allah SWT. Ia diperintah oleh
Allah SWT untuk menyembelih
putranya, Ismail as.; buah hati, harapan dan kecintaannya yang telah sangat lama
didambakan. Allah SWT melukiskan hal itu:
﴿فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا
تَرَىٰ ﴾
Lalu ketika Ismail telah sampai
(pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Anakku, sungguh
Aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelih kamu.
Karena itu pikirkanlah apa pendapatmu.” (TQS
ash-Shaffat [37]: 102).
Menghadapi
perintah itu, Nabi Ibrahim sas. mengedepankan kecintaan yang tinggi, yakni kecintaan kepada Allah SWT. Ia
menyingkirkan kecintaan yang rendah, yakni kecintaan kepada anak, harta dan
dunia.
Perintah
amat berat itu pun disambut oleh Ismail as. dengan penuh kesabaran. Ia mengukuhkan keteguhan jiwa
ayahandanya:
﴿قَالَ
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ﴾
Ismail berkata, “Ayah, lakukanlah
apa yang diperintahkan kepada engkau, insya Allah engkau akan mendapati aku termasuk
orang-orang yang sabar.”
(TQS
ash-Shaffat [37]: 102).
Kisah
kedua hamba Allah SWT tersebut tentu harus menjadi teladan bagi kaum Muslim saat ini. Tak hanya
teladan dalam pelaksanaan ibadah haji dan ibadah kurban, namun juga teladan dalam
berjuang dan berkorban demi mewujudkan ketaatan kepada hukum-hukum Allah SWT secara kâffah.
Saat ini kita menyaksikan
banyak hukum Allah SWT yang diabaikan, khususnya syariah Islam yang berkaitan
dengan pengaturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara; di bidang
pemerintahan, ekonomi, sosial, hukum pidana, pendidikan, politik luar negeri
dan sebagainya. Syariah Islam yang belum diamalkan secara kâffah dalam kehidupan kita inilah yang menyebabkan kehidupan kaum
Muslim saat ini terpuruk dan terjajah.
Berbagai
persoalan kini menimpa kaum Muslim di berbagai negeri. Saudara-saudara kita di Palestina, Suriah, Mesir,
Irak, Afganistan, Xinjiang, Myanmar, Chechnya, Rohingya, dsb saat ini telah lama menderita.
Mereka dijajah, disiksa dibantai dan banyak yang diusir dari negerinya. Tak ada
yang melindungi dan membela mereka.
Hingga saat ini sudah lebih dari 500.000 orang warga Suriah terbunuh dan jutaan lainnya mengungsi. Di Palestina kaum
Muslim sudah puluhan tahun harus tinggal di wilayah sempit Jalur Gaza dan Tepi
Barat. Mereka hidup di bawah penjajahan dan kekejaman militer Israel yang sudah
melampaui batas perikemanusiaan. Di Myanmar, Muslim Rohingnya terus diburu dan
dibantai, di antaranya dengan cara dibakar.
Adapun
di Indonesia, negara kini terbelit hutang hingga mencapai Rp 3.700 triliun. Rakyat semakin terhimpit kemiskinan.
Harga-harga kebutuhan makin tak terjangkau. Pendidikan mahal tetapi
kualitasnya rendah. Kekayaan alam milik rakyat dikeruk oleh korporasi yang
mayoritasnya korporasi asing.
Layanan kesehatan makin mahal. Kasus narkoba semakin marak. Korupsi kian merajalela. Selain itu masih banyak persoalan lain yang
mendera.
Anehnya,
bukannya menyelesaikan berbagai problem yang sudah darurat tersebut, Pemerintah justru mengeluarkan
Perppu pembubaran ormas, khususnya ormas Islam. Berbagai hasil polling
menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menolak keras Perppu tersebut. Pasalnya,
Perppu tersebut memang bisa menjadi pintu masuk bagi Pemerintah untuk membungkam ormas Islam yang kritis
terhadap Pemerintah. Bahkan Perppu tersebut bisa menjadi cikal-bakal tumbuhnya sikap
represif Pemerintah dan lahirnya rezim diktator. Pasalnya, dengan Perppu tersebut Pemerintah
dapat membubarkan ormas Islam tanpa memberikan kesempatan bagi ormas tersebut untuk melakukan pembelaan karena
tidak adanya proses pengadilan.
Semua
bencana yang menimpa kaum Muslim di atas semakin membuktikan kebenaran pernyataan Rasulullah saw.:
«يُوُشِكُ اْلأُمَمُ أَنْ تَدَاَعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى اْلأَكَلَةَ إِلىَ قَصْعَتِهَا»
Nyaris berbagai umat menyerang
kalian seperti makanan yang disantap dari tempat sajiannya (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Saat ini kaum Muslim seolah menjadi santapan
para penjajah, baik dari Barat maupun
Timur. Kekayaan alam umat dikuras. Dakwah dan perjuangan politik mereka dihadang dan dibelenggu. Darah
mereka ditumpahkan. Tanah air mereka dirampas.
Mereka sendiri terusir dari negeri mereka. Sungguh realita
yang memilukan.
Menyaksikan
fakta kaum Muslim tersebut, sudah selayaknya segenap komponen kaum Muslim turut membela Islam dan
umatnya. Pembelaan terhadap Islam secara tegas diperintahkan oleh Allah SWT dalam
al-Quran. Allah SWT berfirman:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
إِن تَنصُرُوا اللَّهَ
يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ﴾
Hai orang-orang beriman, jika kalian
menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolong kalian
dan mengokohkan kedudukan kalian
(TQS
Muhammad [47]: 7).
Imam ar-Razi
menjelaskan, frasa “In tanshurû-lLâh
(jika kalian menolong Allah)” bermakna: menolong agama-Nya, memperjuangkan
syariah-Nya serta membantu para pejuang yang memperjuangkan agama dan
syariah-Nya.
Untuk
membela Islam dan kaum Muslim, tentu dibutuhkan persatuan dan kerjasama seluruh komponen umat Islam. Di
sinilah pentingnya kita mengokohkan kembali ukhuwah (persaudaraan) kita karena semua
kaum Mukmin adalah bersaudara.
﴿إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ﴾
Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara.
Karena itu damaikanlah di antara saudara-saudara kalian (TQS
al-Hujurat [49]: 10).
Sebaliknya,
kaum Mukmin diharamkan berpecah-belah. Allah SWT berfirman:
﴿وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا
تَفَرَّقُوا ﴾
Berpegang teguhlah kalian pada tali
(agama) Allah dan jangan berpecah-belah (TQS
Ali Imran
[3]: 103).
Persaudaraan
Islam adalah persaudaraan yang diikat oleh akidah yang sama, yakni akidah
Islam. Persaudaraan semacam ini jelas bersifat global, tidak dibatasi oleh letak garis
geografis antarnegeri.
Rasulullah
saw. dan para sahabatnya telah memberikan teladan kepada kita dalam membela agama Allah SWT, yakni
melalui perjuangan dakwah mereka untuk menerapkan syariah Islam secara kâffah
sebagai perkara hidup dan mati. Beliau menegaskan tidak akan mundur selangkah
pun hingga kemenangan itu datang atau binasa dalam perjuangan dakwah. Beliau
bersabda:
«وَاَللّهِ لَوْ وَضَعُوا الشّمْسَ
فِي يَمِينِي، وَالْقَمَرَ فِي يَسَارِي عَلَى أَنْ أَتْرُكَ هَذَا الْأَمْرَ حَتّى
يُظْهِرَهُ اللّهُ أَوْ أَهْلِكَ فِيهِ مَا تَرَكْتُهُ»
Demi Allah, andai mereka bisa meletakkan matahari di
tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan perkara
dakwah ini, (maka) hingga Allah memenangkan perkara ini atau aku binasa di
jalannya, aku tetap tidak akan meninggalkannya (Ibnu Hisyam, As-Sîrah an-Nabawiyah, i/266; Ibnu
Katsir, As-Sîrah an-Nabawiyah, I/474;
Ibnu Sayidinas, ‘Uyûn al-Atsar,
I/132).
Dalam
menempuh jalan dakwah, Rasulullah saw. dan para sahabatnya juga mengalami tantangan, hambatan dan
gangguan. Di antara mereka ada yang mendapatkan cacian, siksaan dan pembunuhan. Akan
tetapi, mereka tidak surut langkah. Mereka yakin bahwa Allah SWT bersama mereka dan
memberikan pertolongan kepada mereka di dunia dan akhirat.
Para
penguasa memang bisa bertindak zalim dan sewenang-sewenang. Akan tetapi, mereka tidak akan bisa menimpakan
musibah sedikit pun kecuali dengan seizin Allah SWT. Allah SWT berfirman:
﴿مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ
إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا﴾
Tiada suatu bencana pun yang menimpa
di bumi dan (tidak pula) pada diri kalian sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab
(Lawh al-Mahfûzh) sebelum Kami menciptakannya. (TQS al-Hadid [57]: 22-23).
Karena itu
wajib bagi kita kaum Muslim untuk terus-menerus berjuang untuk menerapkan
syariah Islam secara kâffah sebagai bentuk ketaatan kita kepada Allah
dan Rasul-Nya. Tentu
dengan menanggung segala risiko hingga agama ini Allah SWT menangkan atau kita binasa karenanya.
Memang,
perubahan besar dunia menuju tegaknya syariah secara kâffah tersebut tidak mudah; memerlukan perjuangan
dan pengorbanan yang besar dari segenap kaum Muslim. Namun, dengan pengorbanan
serta persatuan seluruh elemen umat, insya Allah perjuangan yang memang sekilas
tampak sulit itu akan menemukan hasilnya dalam waktu yang tidak lama lagi. Demikianlah
sebagaimana yang telah Allah SWT janjikan:
﴿وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ
لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ
أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا
يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ﴾
Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia benar-benar akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum
mereka berkuasa; Dia benar-benar akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah Dia ridhai untuk mereka; dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka—sesudah
mereka berada dalam ketakutan—menjadi aman sentosa.
Mereka tetap menyembah Aku tanpa mempersekutukan Aku dengan apapun. Siapa saja yang kafir sesudah
janji itu, mereka itulah orang-orang yang fasik (TQS an-Nur [24]: 55).
WalLâh a’lam bi
ash-shawâb. []
Hikmah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: "الْإِيمَانُ بِاللَّهِ"
قَالَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: "ثُمَّ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ" قَالَ:
ثُمَّ مَاذَا؟ قال: "ثم حَجٌّ مَبْرُوْرٌ
Abu Hurairah ra. bertutur bahwa seseorang pernah bertanya
kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, amal apa yang paling utama? Beliau
menjawab, “Iman kepada Allah.” Orang itu bertanya lagi, “Lalu apa lagi?” Beliau
kembali menjawab, “Kemudian jihad fi sabilillah.” Orang itu kembali bertanya,
“Lalu apa lagi?” Beliau kembali menjawab, “Kemudian haji mabrur.”
(HR at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibn Hibban, dll).
0 komentar:
Posting Komentar