Buletin Kaffah no. 05, 17 Dzulhijjah 1438 H/8 September
2017 M
IMAN, UKHUWAH DAN SOLIDARITAS
Islam telah mensyariatkan
iman sebagai ikatan yang paling tinggi. Islam tidak menafikan ikatan-ikatan
selain ikatan iman. Namun, Islam mensyariatkan agar iman, yakni akidah Islam,
mengikat ikatan-ikatan yang lain sekaligus menentukan sikap, cara pandang dan
kehidupan seorang Muslim.
Di antara wujud dari ikatan iman adalah persaudaraan
Islam (ukhuwwah islâmiyyah). Allah SWT
tegas menyatakan:
﴿إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ...﴾
Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara... (TQS al-Hujurat [49]: 10).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa semua orang Mukmin
adalah saudara dalam agama. Maknanya—menurut Imam al-Baghawi di dalam Ma’âlim at-Tanzîl dan Imam al-Khazin
dalam Lubâb at-Ta’wîl fî Ma’âni at-Tanzîl—adalah
bersaudara dalam agama dan al-wilâyah (perwalian)/al-walâyah (pertologan).
Syaikh Abdurrahman Nashir bin as-Sa’di dalam tafsirnya Taysîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr Kalâmi
al-Mannân menjelaskan ayat di atas, “Inilah ikatan yang Allah ikatkan di
antara kaum Mukmin, bahwa jika ada pada seseorang di manapun, di timur dan
barat bumi, serta ada pada dirinya iman kepada Allah, para malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan Hari Akhir, maka sesungguhnya ia adalah
saudara untuk kaum Mukmin. Persaudaraan ini mewajibkan kaum Mukmin mencintai
untuk dia apa saja yang mereka cintai untuk diri mereka sendiri dan membenci
untuk dia apa saja yang mereka benci untuk diri mereka sendiri.”
Islam menghendaki agar persaudaran karena iman atau yang
sering disebut ukhuwwah islâmiyah itu tidak berhenti sebatas ucapan,
namun harus mewujud secara nyata dalam sikap dan realita kehidupan. Dorongan
untuk mewujudkan semua itu adalah iman. Para ulama telah menggambarkan bahwa
iman merupakan keyakinan di dalam hati, yang diucapkan secara lisan dan ditampakkan
melalui perbuatan.
Ukhuwah islamiyah yang terbentuk karena iman harus
mewujud dalam bentuk saling tolong-menolong di antara kaum Mukmin tanpa
dibatasi oleh ikatan-ikatan lainnya, termasuk ikatan nasionalisme. Imam
as-Samarqandi dalam tafsirnya, Bahru
al-‘Ulûm, menjelaskan ayat di atas, “Kaum Muslim seperti saudara dalam
kerjasama dan tolong-menolong sebab mereka di atas agama yang satu.”
Rasulullah saw. menggambarkan kaum Muslim layaknya satu
bangunan yang saling menopang satu sama lain:
« إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ
كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا »
Sungguh kaum Mukmin itu seperti satu bangunan yang saling
menguatkan satu sama lain (HR al-Bukhari,
Muslim, an-Nasai, at-Tirmidzi dan Ahmad).
Rasul saw. juga menggambarkan kaum Mukmin layaknya satu
tubuh:
« إِنَّ الْمُؤْمِنَ مِنْ أَهْلِ
الإِيمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الْجَسَدِ يَأْلَمُ الْمُؤْمِنُ لأَهْلِ الإِيمَانِ
كَمَا يَأْلَمُ الْجَسَدُ لِمَا فِى الرَّأْسِ »
Sungguh seorang Mukmin bagi Mukmin yang lain berposisi seperti
kepala bagi tubuh. Seorang Mukmin akan merasakan sakitnya Mukmin yang lain seperti
tubuh ikut merasakan sakit yang menimpa kepala (HR Ahmad).
Rasul saw. juga bersabda:
« مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ
وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى
لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى »
Perumpamaan kaum Mukmin dalam hal saling cinta, kasih
sayang dan simpati di antara mereka seperti satu tubuh; jika salah satu organ
sakit maka seluruh tubuh demam dan tak bisa tidur (HR Muslim dan Ahmad).
Lebih jauh Rasul saw. pun menjelaskan di antara hak-hak
sesama Muslim:
« الْمُسْلِمُ
أَخُو الْمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيهِ
كَانَ اللَّهُ فِى حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ
عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ
اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ »
Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia
tidak boleh menzalimi Muslim yang lain dan tidak boleh menyerahkan dirinya
kepada musuh. Siapa saja yang memenuhi kebutuhan saudaranya niscaya Allah
memenuhi kebutuhannya. Siapa saja yang meringankan kesulitan seorang Muslim
niscaya Allah meringankan dari dia satu kesulitan di antara banyak kesulitan pada
Hari Kiamat. Siapa saja yang menutupi aib seorang Muslim niscaya Allah menutupi
aibnya pada Hari Kiamat (HR al-Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ahmad).
Seperti itulah seharusnya persaudaraan kaum Muslim.
Ukhuwah islamiyah itu harus lebih diutamakan di atas persaudaraan karena ikatan
lainnya, termasuk ikatan nasionalisme. Seluruh kaum Muslim di seluruh dunia harus
merasa layakya satu tubuh. Penderitaan yang menimpa sebagian kaum Muslim di
suatu tempat, di suatu negeri, harus juga dirasakan oleh seluruh kaum Muslim
lainnya. Semua itu tidak lain karena dorongan iman mereka. Persaudaraan mereka
adalah persaudaraan karena iman. Perwujudan ukhuwah islamiyah seperti yang
digambarkan di atas menunjukkan kualitas keimanan kaum Muslim.
Sekarang adalah saatnya kita menunjukkan dan mewujudkan
manifestasi ukhuwah islamiyah itu. Sebagian saudara kita di beberapa negeri
Islam sedang mengalami penderitaan; di Suriah, Palestina, Irak, Yaman dan
sebagian negeri Afrika. Penderitaan suadara kita di Rohingya Myanmar termasuk
yang paling mengiris rasa kemanusiaan. Mereka hendak dimusnahkan oleh
musuh-musuh Islam dan kaum Muslim dari kalangan militer dan polisi Myanmar
serta para pengikut Budha radikal dan ekstrem. Genosida atau pemusnahan massal
itu sebenarnya telah berlangsung lama. Namun, kejadian belakangan meningkat
kembali. Tak kurang dari 400 orang dari semua kalangan, orang tua hingga
anak-anak, laki-laki dan wanita, tewas hanya dalam waktu sekitar seminggu.
Puluhan ribu bahkan ratusan ribu lainnya terusir dari rumah, tempat tinggal dan
kampungnya yang telah mereka diami secara turun-temurun selama ratusan tahun. Ironisnya,
mereka yang hendak mengungsi ke negeri tetangga, Bangladesh, justru dihalangi
untuk masuk. Ibarat sudah jatuh ditimpa tangga lagi. Mereka mengalami
penderitaan luar biasa. Mereka hidup tanpa naungan tempat tinggal. Mereka
tersebar di antaranya di rerimbunan hutan tanpa persediaan makanan, pakaian dan
obat-obatan. Jika mereka kembali ke kampugnya, mereka terancam akan
dibinasakan.
Karena itu, sudah menjadi keharusan bagi kita untuk menunjukkan
simpati dan solidaritas atas apa yang menimpa saudara-saudara kita, khususnya
kaum Muslim Rohingya. Kita harus memberikan pertolongan kepada mereka dengan
apa yang kita mampu. Allah SWT berfirman:
﴿وَإِنِ اسْتَنصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ
فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ﴾
Jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam
(urusan pembelaan) agama ini maka kalian wajib memberikan pertolongan (TQS al-Anfal [8]: 72).
Yang paling minimal adalah menyertakan mereka dalam
doa-doa yang kita panjatkan, termasuk membacakan doa qunut nazilah dalam rakaat
terakhir shalat-shalat fardhu terutama shalat Fajar (Subuh). Yang lebih dari
itu adalah menggalang bantuan dalam berbagai bentuk. Upaya lainnya adalah
melakukan aksi-aksi solidaritas untuk mendesak para penguasa Muslim agar
menggunakan kekuasaan dan kekuatan yang ada di tangan mereka untuk membela dan
menyelamatkan saudara-saudara kita, terutama kaum Muslim Rohingya.
Tentu pembelaan dan penyelamatan kaum Muslim yang
teraniaya, khususnya kaum Muslim Rohingya, akan sangat efektif dengan menggunakan
kekuasaan dan kekuatan negara. Pasalnya, yang menyaniaya dan menzalimi bahkan
membasmi mereka juga menggunakan kekuasaan dan kekuatan sebuah negara. Itulah
yang dicontohkan oleh Rasul saw. saat menghilangkan ancaman pasukan Romawi terhadap
kaum Muslim yang ada di wilayah Tabuk. Rasul saw. menggunakan kekuasaan dan
kekuatan beliau sebagai kepala negara dengan memobilisasi pasukan kaum Muslim.
Beliau memimpin sendiri pasukan kaum Muslim menuju Tabuk dengan menempuh jarak sekitar
700 km dalam keadaan sulit.
Pembelaan seperti itu pula yang ditunjukkan oleh Khalifah
al-Mu’tashim Billah saat memenuhi permintaan tolong seorang Muslimah yang
dianiaya oleh pasukan Romawi di Amuria. Khalifah al-Mu’tashim Billah
mengerahkan puluhan ribu pasukan yang ujungnya telah tiba di Amuria, sementara
ekornya masih berada di Baghdad. Dengan cara itulah Amuria pun ditaklukkan.
Sayang, pasca keruntuhan Khilafah Utsmaniyah yang
terakhir pada tahun 1924, saat ini tidak ada satu pun penguasa Muslim yang
bertindak seperti yang dilakukan Rasul saw. dan para khalifah setelah beliau. Tidak
ada satu penguasa Muslim saat ini yang segera membela dan menyelamatkan kaum
Muslim seperti Khalifah al-Mu’tashim Billah. Padahal yang teraniaya dan meminta
tolong saat itu hanya seorang Muslimah. Sebaliknya, saat ini yang teraniaya dan
berteriak meminta pertolongan bukan hanya seorang, melainkan puluhan ribu bahkan
ratusan ribu kaum Muslim.
Semua itu membuktikan bahwa untuk membela dan
menyelamatkan kaum Muslim yang teraniaya kita harus berusaha mewujudkan kembali
penguasa seperti Rasul saw., Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelah
mereka. Kaum Muslim harus mewujudkan kembali penguasa seperti Khalifah
al-Mu’tashim Billah. Artinya, penting bagi kaum Muslim untuk mewujudkan
kekuasaan dan pemeritahan Islam yang menerapkan syariah secara kâffah,
yang berkhidmat untuk kemuliaan Islam dan kaum Muslim.
Alhasil, marilah kita menunjukkan simpati, solidaritas
dan pembelaan terhadap kaum Muslim yang teraniaya, khususnya kaum Muslim
Rohingya, dengan berbagai bentuk yang bisa dilakukan; memanjatkan doa qunut
nazilah, mengumpulkan berbagai bentuk bantuan, melakukan aksi solidaritas dan
sebagainya. Namun, tak boleh ditinggalkan, kaum Muslim harus segera berjuang
mewujudkan kembali penguasa seperti Rasul saw. Khulafaur Rasyidin dan para khalifah
seperti Khalifah al-Mu’tashim Billah; tentu berikut kekuasaan dan pemerintahan
seperti yang mereka jalankan. Ketika hal itu terwujud, pembelaan terhadap kaum
Muslim yang teraniaya di mana pun akan bisa dilakukan sebaik-baiknya.
WalLâh a’lam bi
ash-shawâb. []
Hikmah:
...مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ
أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا
فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا...
...Siapa
saja yang membunuh seseorang bukan karena ia membunuh orang lain atau bukan
karena ia membuat kerusakan di bumi, maka sang pembunuh seperti membunuh
seluruh manusia. Siapa saja yang memelihara kehidupan seseorang maka ia seperti
memelihara kehidupan seluruh manusia... (TQS al-Maidah [5]: 32).
Buletin KAFFAH semua edisi dilihat DISINI
0 komentar:
Posting Komentar