Buletin Kaffah No. 016, 05 Rabiul Awwal 1439 H/24
November 2017
MAKNA MENCINTAI NABI SAW.
Mencintai
Rasulullah saw. hukumnya wajib atas setiap Muslim. Bahkan cinta seorang Muslim kepada
Rasulullah saw. harus berada di atas cinta kepada yang lain, selain Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
)ُْูู ุฅِْู َูุงَู ุขุจَุงุคُُูู
ْ َูุฃَุจَْูุงุคُُูู
ْ َูุฅِุฎَْูุงُُููู
ْ
َูุฃَุฒَْูุงุฌُُูู
ْ َูุนَุดِูุฑَุชُُูู
ْ َูุฃَู
َْูุงٌู ุงْูุชَุฑَْูุชُู
َُููุง َูุชِุฌَุงุฑَุฉٌ ุชَุฎْุดََْูู
َูุณَุงุฏََูุง َูู
َุณَุงُِูู ุชَุฑْุถَََْูููุง ุฃَุญَุจَّ ุฅَُِْูููู
ْ ู
َِู ุงَِّููู َูุฑَุณُِِููู
َูุฌَِูุงุฏٍ ِูู ุณَุจِِِููู َูุชَุฑَุจَّุตُูุง ุญَุชَّู َูุฃْุชَِู ุงَُّููู ุจِุฃَู
ْุฑِِู َูุงَُّููู
َูุง َْููุฏِู ุงَْْูููู
َ ุงَْููุงุณَِِููู(
Katakanlah,
"Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri dan keluarga
kalian, juga kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan
kerugiannya dan tempat tinggal yang kalian sukai adalah lebih kalian cintai
daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan keputusan (azab)-Nya. Allah tidak memberikan petunjuk kepada
kaum yang fasik.” (TQS at-Taubah
[9]: 24).
Berkaitan dengan ayat di atas, Sayidina Umar bin al-Khaththab
ra. pernah berkata kepada Rasulullah saw., “Duhai Rasulullah, sungguh engkau
lebih aku cintai daripada segala sesuatu selain diriku sendiri.” Rasulullah saw. berkata, “Tidak. Demi jiwaku yang berada dalam
genggaman-Nya, sampai aku lebih dicintai daripada dirimu sendiri.” Umar bin
al-Khaththab lalu kembali berkata, “Kalau begitu, sungguh demi Allah, sekarang engkau
lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Kemudian Rasulullah saw.
berkomentar, “Sekarang (benar), wahai
Umar!” (HR al-Bukhari).
Nabi saw. pun bersabda:
«ูุงَ
ُูุคْู
ُِู ุฃَุญَุฏُُูู
ْ ุญَุชَّู ุฃََُููู ุฃَุญَุจَّ ุฅَِِْููู ู
ِْู ََููุฏِِู ََููุงِูุฏِِู َูุงَّููุงุณِ
ุฃَุฌْู
َุนَِูู»
Tidak sempurna iman seseorang sampai
aku lebih ia cintai daripada anaknya, kedua orangtuanya dan manusia seluruhnya (HR
Muslim).
Para Sahabat senantiasa berlomba-lomba
menunjukkan cinta mereka kepada Rasulullah saw. Mereka biasa mendahulukan
Rasulullah saw. di atas segala urusan mereka. Pernah ketika berdakwah pertama
kali di Masjid al-Haram, Abu Bakar ash-Shiddiq ra. mengalami penganiayaan berat.
Kabilahnya, yakni Bani Taim, lalu datang menolong dirinya yang pingsan. Setelah
siuman, kalimat pertama yang diucapkan Abu Bakar adalah, “Bagaimana keadaan
Rasulullah?” Orang-orang Bani Taim lalu mencaci dan meninggalkan Abu Bakar.
Abu Sufyan pernah mendatangi rumah
putrinya, Ummu Habibah ra., yang sudah menjadi istri Rasulullah saw.. Dia
datang setelah pengkhianatan sekutu kaum musyrik Quraisy terhadap Perjanjian
Hudaibiyah. Tujuannya untuk berunding lagi dengan Nabi saw. Namun, ketika akan
duduk di atas alas tidur Nabi saw., Ummu Habibah ra. segara menarik alas itu. Abu
Sufyan terkejut dan menanyakan sikap putrinya itu, Ummu Habibah ra. berkata, “Ini
adalah alas tidur Rasulullah, sedangkan engkau adalah lelaki musyrik yang najis.
Aku tidak suka engkau duduk di atas alas tidur milik Nabi!”(Sรฎrah Ibnu Katsรฎr, 3/530).
Kecintaan kepada Nabi saw. juga
ditunjukkan oleh Saad ra. saat ia berkata, “Ya Allah,
sungguh Engkau tahu bahwa tidak ada seorang pun yang lebih aku sukai untuk
diperangi karena-Mu daripada suatu kaum yang mendustakan Rasul-Mu dan mengusir
beliau.” (Muttafaq 'alaih).
Cinta Hakiki kepada Nabi saw.
Cinta hakiki kepada Rasulullah saw. tentu
bukan sekadar ucapan di lisan. Cinta kepada beliau harus dibuktikan dengan ketaatan
pada risalah yang beliau bawa, yakni syariah Islam. Allah SWT berfirman:
)ُْูู ุฅِْู ُْููุชُู
ْ ุชُุญِุจَُّูู ุงََّููู َูุงุชَّุจِุนُِููู
ُูุญْุจِุจُْูู
ُ ุงَُّููู ََููุบِْูุฑْ َُููู
ْ ุฐُُููุจَُูู
ْ َูุงَُّููู ุบَُููุฑٌ ุฑَุญِูู
ٌ(
Katakanlah,
"Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai
kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang (TQS Ali
Imran [3]: 31).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini dengan menyatakan:
Ayat yang mulia ini menetapkan bahwa siapa saja yang mengakui cinta kepada
Allah, sedangkan ia tidak berada di jalan Muhammad saw. (tharรฎqah al-Muhammadiyyah), maka ia berdusta sampai ia mengikuti
syariah Muhammad secara keseluruhan.
Uraian Ibnu Katsir semestinya
menyadarkan kita bahwa pernyataan cinta kepada Baginda Rasulullah saw. akan
bertolak belakang jika kita malah mengambil jalan hidup selain Islam. Sungguh tidak
patut seorang Muslim yang mengaku mahabbah (cinta) kepada Baginda Nabi saw.
dengan membelakangi syariah yang beliau bawa. Padahal ketaatan pada syariah
Islam adalah bukti hakiki cinta kepada Nabi saw. Inilah yang ditunjukkan oleh
para Sahabat beliau. Karena itu, karena besarnya cinta mereka kepada Nabi saw.,
untuk urusan apapun, mereka selalu merujuk kepada beliau. Para Sahabat senantiasa
mendatangi Rasulullah saw. untuk meminta ketetapan hukum berdasarkan wahyu
Allah SWT yang turun kepada beliau untuk menyelesaikan semua persoalan yang
mereka hadapi. Sekadar contoh: Para Sahabat pernah mendatangi Rasulullah saw.
untuk meminta solusi atas kenaikan harga barang-barang di pasar. Mereka meminta
agar beliau mematok harga (tasy’ir)
agar tidak memberatkan warga. Namun demikian, beliau menolak karena ketetapan
harga harus berdasarkan ketentuan pasar secara alamiah atas kehendak Allah SWT.
Contoh lain: ketika Allah SWT menurunkan ayat yang mengharamkan riba, semua Sahabat
segera meninggalkan riba.
Para Sahabat yang diangkat menjadi
gubernur atau pejabat negara juga hanya memberlakukan ketentuan dari al-Quran
dan as-Sunnah. Pada saat Nabi saw. mengangkat Muadz bin Jabal sebagai gubernur
Yaman, misalnya, beliau bertanya kepada Muadz, "Bagaimana engkau
memutuskan perkara jika muncul persoalan di hadapanmu, Mu'adz?" Muadz menjawab,
"Aku memutuskan dengan Kitabullah." Beliau bertanya lagi,
"Bagaimana jika kamu tidak menjumpai ketetapannya dalam Kitabullah?" Muadz menjawab,
"Aku akan memutuskan dengan Sunnah Rasul." Beliau kembali bertanya,
"Jika tidak juga kamu temui ketetapannya dalam Sunnah Rasulullah?"
Muadz kembali menjawab, "Aku akan menggunakan pikiranku untuk berijtihad dan aku tak akan berlaku sia-sia." Rasulullah saw. pun memuji Muadz dengan berkata, “Segala pujian milik Allah yang telah memberikan taufik kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridhai oleh Rasulullah." (HR Abu Dawud).
"Aku memutuskan dengan Kitabullah." Beliau bertanya lagi,
"Bagaimana jika kamu tidak menjumpai ketetapannya dalam Kitabullah?" Muadz menjawab,
"Aku akan memutuskan dengan Sunnah Rasul." Beliau kembali bertanya,
"Jika tidak juga kamu temui ketetapannya dalam Sunnah Rasulullah?"
Muadz kembali menjawab, "Aku akan menggunakan pikiranku untuk berijtihad dan aku tak akan berlaku sia-sia." Rasulullah saw. pun memuji Muadz dengan berkata, “Segala pujian milik Allah yang telah memberikan taufik kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridhai oleh Rasulullah." (HR Abu Dawud).
Inilah tanda kecintaan yang hakiki
kepada Rasulullah saw., yakni memutuskan perkara hanya dengan apa yang telah
ditetapkan oleh Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.
Haram Menentang Syariah Islam
Menyimpang dari ajaran Islam,
apalagi sampai menentang syariah Islam yang nyata-nyata dibawa oleh Rasulullah
saw., adalah tindakan haram dan tentu membuktikan ketidakcintaan kepada beliau.
Allah SWT berfirman:
)َูู
َْู َูุนْุตِ ุงََّููู َูุฑَุณَُُููู ََููุชَุนَุฏَّ ุญُุฏُูุฏَُู
ُูุฏْุฎُِْูู َูุงุฑًุง ุฎَุงِูุฏًุง َِูููุง ََُููู ุนَุฐَุงุจٌ ู
ٌُِููู(
Siapa saja yang
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya serta melanggar ketentuan-ketentuan-Nya,
niscaya Allah memasukkan dirinya ke dalam api neraka dan dia kekal di dalamnya.
Bagi dia siksaan yang menghinakan (TQS an-Nisa’ [4]: 14).
Sayang, kenyataannya sekarang, jangankan bicara syariah
Islam, simbol-simbol Islam pun dijauhi bahkan dimusuhi. Ar-Raya dan al-Liwa’, misalnya, yang
merupakan bendera Rasulullah saw. sempat dilarang, disita dan dituding sebagai
simbol terorisme. Ucapan takbir belakangan juga dituding sebagai simbol
terorisme dan kejahatan.
Pada saat yang sama, Khilafah—meski
hanya sekadar diwacanakan dan didakwahkan—terus dimonsterirasi dan
dikriminalisasi dengan tuduhan: anti Pancasila, NKRI dan UUD 1945. Padahal
Khilafah adalah ajaran Islam yang wajib diterapkan. Khilafah adalah institusi
satu-satunya yang akan menerapkan syariah Islam secara kรขffah.
Menerapkan syariah Islam secara kรขffah tentu merupakan bukti hakiki
cinta kita kepada Nabi saw. Apalagi Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam
warisan beliau yang akan memelihara urusan kaum Muslim sepeninggal beliau. Beliau
mengingatkan:
«َูุงَูุชْ
ุจَُْูู ุงِุณْุฑَุงุฆَِْูู ุชَุณُْูุณُُูู
ُ ุงูุฃَْูุจَِูุงุกُ، َُّููู
ุงَ َََููู َูุจٌِّู ุฎَََُููู
َูุจٌِّู، َูุฅَُِّูู ูุงَ َูุจَِّู ู
ِْู ุจَุนْุฏِْู، َูุณَุชَُُْููู ุฎََُููุงุกَ ََْูููุซُุฑَُْูู»
Dulu Bani Israil diurus oleh para nabi. Setiap kali
seorang nabi wafat, dia akan digantikan oleh nabi yang lain. Sungguh tidak ada
nabi setelah aku. Yang akan ada adalah para khalifah sehingga jumlah mereka
banyak (HR
Muslim).
Jika Rasulullah saw. telah
memberikan tuntunan yang jelas, tetapi kemudian kita mengambil jalan yang lain,
masih pantaskah kita mengklaim cinta kepada Rasulullah saw. atau justru
mengkhianati beliau? Allah SWT berfirman:
)َูู
َْู ُูุดَุงِِูู ุงูุฑَّุณَُูู ู
ِْู
ุจَุนْุฏِ ู
َุง ุชَุจَََّูู َُูู ุงُْููุฏَู ََููุชَّุจِุนْ ุบَْูุฑَ ุณَุจِِูู ุงْูู
ُุคْู
َِِููู َُِِّูููู
ู
َุง ุชَََّููู َُููุตِِْูู ุฌَََّููู
َ َูุณَุงุกَุชْ ู
َุตِูุฑًุง(
Siapa saja yang
menentang Rasul sesudah jelas kebenaran bagi dirinya, lalu dia mengikuti jalan
yang bukan jalan kaum Mukmin, niscaya Kami membiarkan dia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dia kuasai itu dan Kami memasukkan dia ke dalam Jahanam. Jahanam
itu seburuk-buruk tempat kembali (TQS an-Nisa’ [4]: 115). []
Hikmah:
ุนَْู ุฃََูุณٍ،
ุฃََّู ุฑَุฌًُูุง َูุงَู: َูุง ุฑَุณَُูู ุงَِّููู، ู
َุชَู ุงูุณَّุงุนَุฉُ؟ َูุงَู: «َูู
َุง ุฃَุนْุฏَุฏْุชَ
ََููุง؟» َูุงَู: ู
َุง ุฃَุนْุฏَุฏْุชُ ََููุง ู
ِْู َูุจِูุฑِ ุตََูุงุฉٍ ََููุง ุตَِูุงู
ٍ ََููุง ุตَุฏََูุฉٍ
ุฅَِّูุง ุฃَِّูู ุฃُุญِุจُّ ุงََّููู َูุฑَุณَُُููู، َูุงَู ุฑَุณُُูู ุงَِّููู ุตََّูู ุงُููู ุนََِْููู
َูุณََّูู
َ «َูุฃَْูุชَ ู
َุนَ ู
َْู ุฃَุญْุจَุจْุชَ»
Anas
menuturkan bahwa seseorang pernah berkata, “Wahai Rasulullah saw., kapan Hari
Kiamat?” Rasul saw. balik bertanya, “Apa yang telah engkau siapkan untuk
menghadapi Hari Kiamat?” Orang itu menjawab, “Saya tidak menyiapkan untuk
menghadapi Hari Kiamat berupa banyaknya ibadah shalat, shaum ataupun sedekah;
selain besarnya cinta saya kepada Allah dan Rasul-Nya.” Rasulullah saw. lalu
bersabda, “Kalau begitu, engkau akan bersama-sama dengan yang engkau cintai.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). []
Buletin KAFFAH yang lain bisa dilihat DISINI
0 komentar:
Posting Komentar